Bank Indonesia: Inflasi November 2025 Tetap Terkendali

Bank Indonesia: Inflasi November 2025 Tetap Terkendali

Inflasi IHK November 2025: Tetap Terkendali, BI Optimistis ke Depan

Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa inflasi berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2025 tetap terkendali, berada dalam rentang sasaran 2,5 ± 1 persen. Data menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan November naik sebesar 0,17% secara bulanan (month-to-month/mtm), sehingga jika dihitung secara tahunan inflasi mencapai 2,72% (year-on-year/yoy).

Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, pencapaian ini mencerminkan konsistensi kebijakan moneter dan sinergi kuat antara BI dan Pemerintah — baik pusat maupun daerah — melalui komite pengendalian inflasi seperti Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), serta implementasi intensif dari Program Ketahanan Pangan Nasional. BI menyatakan optimisme bahwa inflasi akan terus stabil dalam kisaran sasaran tidak hanya sepanjang 2025, tetapi juga memasuki 2026.


Rincian Komponen Inflasi – Inti, Volatile Food, dan Administered Prices

Analisis BI menunjukkan bahwa komponen inflasi pada November 2025 relatif stabil:

  • Inflasi inti (core inflation) tercatat 0,17% (mtm), menurun dibandingkan Oktober yang sebesar 0,39%. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor harga global — terutama harga emas perhiasan yang naik. Secara tahunan, inflasi inti tetap berada pada 2,36% yoy, sama seperti bulan sebelumnya.

  • Inflasi volatile food (makanan & bahan pangan yang mudah bergejolak) hanya meningkat 0,02% (mtm), relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya 0,03%. Komoditas yang menyumbang adalah bawang merah, akibat pasokan terbatas — sebagian karena gangguan cuaca dan kenaikan biaya bibit. Namun secara tahunan, inflasi komponen ini mencapai 5,48% (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang 6,59%.

  • Inflasi administered prices (harga yang dikendalikan pemerintah atau tarif publik/publikasi layanan & transportasi, dsb.) tercatat naik 0,24% (mtm), meningkat dibanding realisasi Oktober yang 0,10%. Kenaikan ini terutama dipicu oleh tarif angkutan udara yang naik, seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dan kenaikan harga avtur (aviasi fuel). Secara tahunan, administered prices menunjukkan inflasi 1,58% (yoy), sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya.


Mengapa Inflasi Masih Stabil — Peran Kebijakan dan Sinergi

Bank Indonesia menekankan bahwa stabilnya inflasi — meskipun di tengah tekanan global dan fluktuasi harga komoditas — menunjukkan efektivitas kebijakan moneter dan koordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan ini mencakup:

  • Pengendalian terhadap pasokan dan distribusi pangan melalui TPIP/TPID, agar gejolak harga makanan bisa diredam — upaya yang mirip dengan strategi yang diuraikan dalam literatur ekonomi Indonesia terhadap inflasi makanan sebagai komponen penting.

  • Pemantauan komoditas global (misalnya emas, energi, bahan bakar) agar pergerakan harga internasional tidak langsung memicu lonjakan harga domestik. Hal ini penting mengingat inflasi inti juga sensitif terhadap harga komoditas global.

  • Strategi moneter dan pasar — seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan likuiditas — ikut membantu menjaga inflasi tetap di jalur target, sambil menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Sejumlah pengamat menilai bahwa pengendalian inflasi makanan (volatile food) sangat krusial di Indonesia karena kelompok ini punya bobot besar dalam pengeluaran rumah tangga — terutama rumah tangga berpendapatan rendah — sehingga fluktuasi harganya berpengaruh besar terhadap daya beli.


Perbandingan dengan Tahun Sebelumnya dan Implikasi untuk 2026

Melihat data tahunan, inflasi 2,72% (yoy) di November 2025 sedikit lebih tinggi dibandingkan November 2024 (sekitar 1,55%) — menunjukkan bahwa ada tekanan harga naik, tapi masih dalam batas wajar dan terkelola.

Penurunan dari inflasi Oktober 2025 (2,86%) ke 2,72% menunjukkan bahwa laju kenaikan harga mulai melambat, yang bisa menjadi sinyal positif bagi stabilitas ekonomi dan daya beli menjelang akhir tahun.

BI sudah menyatakan keyakinannya bahwa inflasi akan tetap terkendali sepanjang 2025 dan 2026 — asalkan koordinasi kebijakan moneter, pengendalian pasokan pangan, dan pemantauan terhadap harga global terus terjaga.


Tantangan dan Hal yang Perlu Dipantau ke Depan

Meskipun situasi saat ini relatif stabil, ada beberapa faktor yang perlu terus diperhatikan:

  • Ketergantungan pada harga komoditas global — misalnya emas dan bahan bakar. Jika terjadi lonjakan di pasar dunia, inflasi inti dan administered prices di dalam negeri bisa ikut terdongkrak.

  • Ketidakpastian pasokan pangan — musiman, cuaca ekstrem, dan gangguan logistik bisa memengaruhi pasokan bahan pangan pokok, sehingga berisiko menyebabkan lonjakan inflasi volatile food.

  • Mobilitas dan konsumsi masyarakat — misalnya pada liburan atau momen tertentu; kenaikan permintaan bisa menekan harga barang/jasa tertentu, termasuk transportasi dan layanan publik.

  • Ekspektasi inflasi — jika publik dan pelaku ekonomi mulai mengharapkan inflasi lebih tinggi, itu bisa mempengaruhi harga aset, upah, dan harga barang komoditas. Dalam hal ini, konsistensi kebijakan moneter serta komunikasi yang jelas dari BI sangat penting.


Kesimpulan: Inflasi 2025 Masih di Jalur — Namun Waspada Masih Dibutuhkan

November 2025 membuktikan bahwa dengan kebijakan tepat, sinergi antara lembaga, dan pengawasan terhadap harga makanan serta komoditas global, inflasi dapat tetap terkendali. Angka inflasi 2,72% yoy masih sesuai target BI, dan komponen inti, volatile food, serta administered prices berada di level relatif terkendali.

Ke depan — menjelang 2026 — keberhasilan pemenuhan target inflasi akan sangat bergantung pada keberlanjutan strategi: pengendalian pasokan pangan, stabilitas nilai tukar, serta respons cepat terhadap fluktuasi harga global. Jika semua elemen ini berjalan sinergis, maka prospek inflasi tetap positif.