Beras Oplosan Rugikan Masyarakat Rp 100 Triliun, Konsumen Minta Penjelasan

Beras Oplosan Rugikan Masyarakat Rp 100 Triliun, Konsumen Minta Penjelasan

Kasus Beras Oplosan Rugikan Rp100 Triliun per Tahun, YLKI Desak Pemerintah Perketat Pengawasan dan Transparansi Pasar

Jakarta, 19 Juli 2025 — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap maraknya praktik pengoplosan beras yang disebut telah menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp100 triliun per tahun bagi masyarakat Indonesia. Kasus ini bukan hanya soal penipuan dagang, tapi juga bentuk pengabaian terhadap hak konsumen atas produk pangan yang aman, layak, dan sesuai standar mutu.

Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, menyatakan bahwa praktik curang yang dilakukan oleh oknum pedagang atau pelaku usaha, seperti mencampur beras premium dengan beras kualitas rendah namun tetap menjualnya dengan harga tinggi, telah merusak kepercayaan publik terhadap pasar beras nasional.

"Perbuatan seperti ini membuat konsumen merasa tertipu. Jika dibiarkan, akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas dan keamanan komoditas beras yang dijual di pasar. Ini sangat merugikan dalam jangka panjang," ujar Rio kepada Liputan6.com, Sabtu (19/7/2025).

Tuntutan Transparansi dan Perlindungan Konsumen

YLKI menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh komoditas esensial, khususnya beras, memenuhi standar kualitas, kuantitas, dan harga yang wajar.

"Pemerintah harus berpihak kepada konsumen dalam komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Jangan sampai konsumen dirugikan oleh permainan harga di atas HET (Harga Eceran Tertinggi), kualitas yang menurun, atau kelangkaan barang karena distribusi yang tidak efisien," lanjut Rio.

YLKI juga mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya mewajibkan pelaku usaha menarik kembali (recall) beras yang terbukti tidak sesuai standar mutu, dan memberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan izin usaha bagi pelaku berulang.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Berdasarkan analisis ekonomi YLKI dan sejumlah akademisi, kerugian Rp100 triliun per tahun ini mencakup:

  • Kerugian langsung konsumen akibat selisih harga beras oplosan.

  • Dampak terhadap kesehatan masyarakat yang mengonsumsi beras berkualitas buruk.

  • Gangguan terhadap stabilitas harga pangan nasional.

  • Merosotnya daya beli masyarakat karena membeli beras mahal namun kualitas rendah.

Menurut pengamat pertanian dari IPB University, Dr. Hernowo Sugiarto, praktik ini bahkan bisa mengganggu target ketahanan pangan nasional karena petani jujur kalah bersaing dengan pelaku usaha curang.

“Jika dibiarkan, petani akan kehilangan insentif untuk memproduksi beras berkualitas. Ini bisa merusak ekosistem produksi beras kita,” ujarnya.

Pemerintah Didesak Bertindak Cepat

YLKI menyerukan agar Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, dan Satgas Pangan memperkuat sistem pengawasan terhadap rantai distribusi beras — mulai dari tingkat produsen, distributor, hingga pengecer.

Beberapa usulan kebijakan yang diajukan YLKI:

  1. Labelisasi beras wajib dengan standar mutu, asal daerah, dan tanggal pengemasan.

  2. Penerapan sistem digital traceability agar konsumen bisa mengecek asal dan jenis beras.

  3. Audit stok dan distribusi rutin, khususnya menjelang musim paceklik.

  4. Publikasi pelaku usaha nakal, untuk memberi efek jera dan memperkuat kepercayaan konsumen.

Keterlibatan Konsumen Juga Diperlukan

Rio juga mengingatkan agar masyarakat sebagai konsumen mulai lebih kritis dan selektif dalam membeli beras. Konsumen disarankan membeli dari sumber terpercaya, mengecek label, serta segera melapor ke lembaga pengawas atau YLKI jika menemukan kejanggalan.