Artis Jadi Korban Tagihan Paylater, Padahal Tak Pernah Pinjam Uang

Artis Jadi Korban Tagihan Paylater, Padahal Tak Pernah Pinjam Uang

Teror Tagihan Paylater Menyeret Artis: Fenomena yang Menguak Celah Pengawasan Keuangan Digital

Beberapa artis Indonesia belakangan ini mengalami pengalaman tidak menyenangkan akibat teror tagihan dari layanan paylater. Padahal mereka mengaku tidak pernah secara aktif mengajukan pinjaman atau berutang. Dalam sejumlah kasus, para artis merasa seolah-olah terjerat dalam skema pinjaman online (pinjol) ilegal, ditagih dengan cara-cara yang intimidatif dan mendesak.

Fenomena ini mencuatkan kekhawatiran serius akan praktik layanan keuangan digital, khususnya dalam mekanisme penagihan, transparansi kontrak, serta perlindungan terhadap konsumen yang kurang memahami risiko layanan tersebut.

Perbedaan Konsep Paylater dan Pinjol: Di Atas Kertas dan Realita

Secara teori, layanan paylater dirancang sebagai solusi praktis untuk konsumen yang ingin menunda pembayaran—baik untuk belanja online maupun layanan tertentu. Biasanya, sistem ini menawarkan pembayaran tanpa bunga jika dilunasi dalam jangka waktu tertentu.

Namun, implementasi di lapangan sering kali jauh dari konsep ideal tersebut. Beberapa penyedia layanan justru memperlakukan konsumen layaknya debitur pinjol, dengan tagihan mendesak, bunga tinggi tersembunyi, dan penagihan yang melewati batas etika.

“Saya pikir paylater itu cuma fitur ‘bayar nanti’, bukan pinjaman. Tapi belakangan ini saya ditagih berkali-kali dan ditelepon terus. Rasanya seperti diteror,” ujar salah satu artis berinisial AR, yang enggan disebutkan namanya lengkap.

Praktik Penagihan Paylater yang Menyerupai Teror

Bukan hanya satu atau dua artis yang mengalami hal ini. Setidaknya lima nama publik figur, termasuk selebgram dan aktor sinetron, mengaku pernah menerima pesan ancaman, telepon berkali-kali dari nomor tidak dikenal, hingga pencatutan data pribadi oleh oknum penagih.

Salah satu di antara mereka bahkan mengunggah cuplikan pesan WhatsApp yang berbunyi, “Jika tidak segera dibayar, data Anda akan kami sebar.” Hal ini sangat mengingatkan pada modus penagihan pinjol ilegal yang pernah marak pada 2021–2022.

Prof. Dian Rahayu, pakar keuangan konsumen dari Universitas Indonesia, menjelaskan, “Paylater resmi harusnya tunduk pada regulasi OJK, tidak bisa sembarangan. Tapi jika proses penagihan sudah seperti intimidasi, perlu dipertanyakan apakah itu memang layanan resmi atau hanya menggunakan label ‘paylater’ untuk menutupi praktik pinjaman ilegal.”

OJK: Kami Perketat Pengawasan

Menanggapi meningkatnya keluhan masyarakat dan figur publik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pihaknya telah memperketat pengawasan terhadap layanan paylater. Pada 2024 lalu, OJK meluncurkan Peraturan OJK (POJK) No. 10/POJK.05/2024 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi, yang juga mencakup sistem paylater.

Direktur Perlindungan Konsumen OJK, Agus Santoso, menekankan pentingnya konsumen untuk memastikan bahwa mereka menggunakan layanan dari platform yang terdaftar dan berizin. “Penagihan yang bersifat menekan dan meresahkan jelas melanggar aturan. Jika ada laporan valid, kami bisa menjatuhkan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha,” ujarnya.

Kominfo Turut Bergerak: Penertiban Layanan Tidak Terdaftar

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga mulai menertibkan aplikasi paylater yang tidak berizin atau digunakan untuk praktik yang menyimpang. Dalam lima bulan pertama tahun 2025, Kominfo sudah memblokir lebih dari 800 aplikasi pinjaman dan paylater ilegal yang beroperasi tanpa izin OJK.

“Beberapa aplikasi menggunakan sistem skrip penagihan otomatis yang mengakses kontak pengguna, ini pelanggaran serius terhadap privasi,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan.

Masyarakat Butuh Edukasi Keuangan Digital

Ketua Asosiasi Perlindungan Konsumen Indonesia (APKPI), Dewi Kartika, menekankan pentingnya edukasi yang menyeluruh. “Banyak masyarakat yang tidak tahu perbedaan antara layanan resmi dan ilegal. Mereka tergiur kemudahan, tapi tidak paham risiko dan konsekuensinya.”

Untuk itu, APKPI bersama dengan fintech association tengah mengembangkan modul literasi digital finansial yang akan diluncurkan di sekolah-sekolah dan komunitas online pada kuartal ketiga 2025.

Langkah Pencegahan Bagi Konsumen

Agar tidak terjebak, para ahli memberikan beberapa tips penting:

  1. Gunakan hanya layanan yang terdaftar di OJK. Cek daftar resmi melalui situs OJK atau aplikasi OJK Infinity.

  2. Baca syarat dan ketentuan secara menyeluruh. Jangan hanya klik “setuju” tanpa memahami batas waktu, bunga, denda, dan cara penagihan.

  3. Catat tanggal jatuh tempo dan lakukan pembayaran tepat waktu. Paylater bukanlah “uang gratis”, melainkan tanggungan finansial yang harus dikelola.

  4. Laporkan segala bentuk ancaman atau pelanggaran. OJK dan Kominfo memiliki kanal pengaduan aktif yang siap menerima laporan masyarakat.

Menatap Ke Depan: Paylater sebagai Solusi atau Masalah?

Layanan paylater sejatinya bisa menjadi solusi keuangan jangka pendek yang membantu konsumsi dan aksesibilitas. Namun tanpa regulasi yang tegas, pengawasan ketat, dan edukasi luas, layanan ini justru bisa menjadi bumerang yang memperparah utang masyarakat—termasuk mereka yang tidak pernah berniat berutang.

Pemerintah, regulator, penyedia layanan, dan masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam membentuk ekosistem keuangan digital yang sehat, adil, dan manusiawi.