Dolar AS Melemah, Rupiah Sedikit Menguat karena The Fed Bersikap Hati-Hati

Dolar AS Melemah, Rupiah Sedikit Menguat karena The Fed Bersikap Hati-Hati

Rupiah Menguat Tipis, Pasar Waspadai Kebijakan The Fed dan Respons Bank Indonesia

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Kamis (21/11/2025) dengan penguatan tipis sebesar 28 poin atau 0,17 persen ke level Rp16.736 per dolar AS. Pada sesi sebelumnya, rupiah masih berada di posisi Rp16.764 per dolar AS.

Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia justru menunjukkan pelemahan, berada di level Rp16.742 per dolar AS, lebih tinggi dibandingkan sehari sebelumnya di Rp16.732 per dolar AS. Perbedaan arah antara kurs pasar dan JISDOR mengindikasikan adanya volatilitas yang cukup tinggi di pasar valuta asing.

Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh meningkatnya sikap hati-hati sekaligus skeptis para pejabat Federal Reserve (The Fed) terhadap peluang pemangkasan suku bunga dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2025 mendatang.

“Para pejabat masih terpecah antara risiko inflasi yang masih tinggi dan tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja. Karena itu, para pelaku pasar mulai mengurangi ekspektasi terhadap kemungkinan adanya pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut,” ujar Ibrahim, dikutip dari Antara.

Dalam notulen FOMC Oktober 2025, sebagian besar peserta rapat memang menilai pemangkasan suku bunga lanjutan masih mungkin dilakukan secara bertahap. Namun, beberapa anggota menyatakan pemangkasan pada Desember belum tepat, karena khawatir inflasi AS belum benar-benar menuju target 2 persen.


Sentimen Global dan Dampaknya ke Rupiah

Data ekonomi terbaru AS menunjukkan tingkat pengangguran mulai meningkat ke 4,2 persen, tertinggi sejak pertengahan 2024. Namun, indeks harga konsumen (CPI) masih berada di 3,1 persen, di atas target inflasi The Fed. Kondisi ini membuat pasar keuangan global masuk dalam fase wait and see, khususnya menjelang keputusan suku bunga The Fed dan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025.

Yield obligasi AS tenor 10 tahun yang sempat turun ke bawah 4,1 persen kini kembali bergerak menguat, mencerminkan masih kuatnya dolar AS secara global. Indeks dolar (DXY) tercatat berada di posisi 105,7, menekan sebagian besar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.


Respons Bank Indonesia dan Prospek Rupiah

Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar valas dan memperkuat operasi moneter untuk menjaga stabilitas rupiah. BI juga masih mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate di level 6,50 persen guna menarik aliran modal asing dan menahan tekanan inflasi yang saat ini berada di kisaran 2,87 persen.

Menurut Ibrahim, jika The Fed menahan suku bunganya, rupiah memiliki peluang menguat menuju kisaran Rp16.600-Rp16.650 dalam beberapa pekan mendatang. Namun, jika The Fed memberi sinyal lebih hawkish, rupiah berpotensi kembali melemah di atas Rp16.800 per dolar AS.


Perdagangan Domestik dan Arus Modal Asing

Sentimen positif juga datang dari meningkatnya arus investasi asing (FDI) pada kuartal III/2025 yang tumbuh 5,3 persen. Selain itu, tren harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batubara, CPO, dan nikel kembali menguat, memberikan harapan surplus neraca perdagangan tetap terjaga.

Di pasar saham, investor asing tercatat melakukan net buy sebesar Rp1,2 triliun sepanjang pekan ini. Namun, di pasar obligasi, terjadi net sell tipis, menunjukkan masih adanya kekhawatiran terkait kebijakan moneter global.


Kesimpulan

Secara keseluruhan, penguatan rupiah hari ini masih bersifat terbatas dan belum menjadi indikasi penguatan jangka panjang. Sentimen global, terutama keputusan The Fed, kondisi inflasi AS, serta kebijakan Bank Indonesia akan menjadi penentu utama arah pergerakan rupiah dalam beberapa minggu ke depan.