Indonesia Catat Surplus Perdagangan ke-66 Bulan, Capai USD 2,39 Miliar pada Oktober 2025
Neraca Perdagangan Indonesia Oktober 2025: Surplus Berlanjut di Tengah Tekanan Ekspor Migas
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 kembali mencatat surplus. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyebut surplus tersebut mencapai USD 2,39 miliar, memperpanjang tren positif selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Tren ini menunjukkan ketangguhan sektor ekspor nasional di tengah ketidakpastian global.
Nonmigas Jadi Penyelamat, Migas Terus Terbebani Defisit
Surplus perdagangan Oktober 2025 terutama berasal dari sektor nonmigas dengan nilai USD 4,31 miliar. Tiga komoditas utama penyumbang terbesar adalah:
-
Lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15) – termasuk minyak sawit dan turunannya.
-
Bahan bakar mineral (HS 27) – seperti batubara dan produk energi nonmigas lainnya.
-
Besi dan baja (HS 72) – mencerminkan kuatnya industri pengolahan mineral.
Di sisi lain, neraca migas masih defisit USD 1,92 miliar, terutama akibat tingginya impor minyak mentah dan hasil minyak, serta lemahnya kinerja ekspor sektor migas.
Secara kumulatif, selama Januari hingga Oktober 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 35,88 miliar. Surplus tersebut didukung oleh surplus nonmigas sebesar USD 51,51 miliar, sementara sektor migas masih mengalami defisit USD 15,63 miliar.
Ekspor dan Impor: Aktivitas Menurun tetapi Industri Tetap Bergerak
Nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2025 mencapai USD 24,24 miliar, turun 2,31% dibanding Oktober 2024. Penurunan ini terjadi terutama karena:
-
Ekspor minyak mentah turun 54,68%
-
Ekspor hasil minyak turun 40,11%
-
Ekspor gas turun 26,20%
Di saat kinerja migas melemah, ekspor nonmigas tetap relatif stabil berkat dukungan sektor manufaktur, pengolahan mineral, serta produk kelapa sawit.
Sementara itu, nilai impor Oktober 2025 tercatat USD 21,84 miliar, turun tipis 1,15% secara tahunan. Impor migas turun lebih dari 23%, sedangkan impor nonmigas justru naik lebih dari 3%. Kenaikan impor nonmigas ini menunjukkan meningkatnya kebutuhan bahan baku dan barang modal, yang dapat mengindikasikan aktivitas industri dalam negeri sedang tumbuh.
Sektor Manufaktur dan Hilirisasi Jadi Tulang Punggung Surplus
Lonjakan ekspor nonmigas tidak terlepas dari penguatan sektor manufaktur dan hilirisasi mineral. Sepanjang Januari–September 2025, ekspor produk manufaktur mencapai lebih dari USD 167 miliar, meningkat lebih dari 17% dibanding tahun sebelumnya.
Produk turunan nikel, logam mulia, besi baja, hingga biodiesel menjadi kontributor utama. Hilirisasi sumber daya alam terbukti mampu meningkatkan nilai tambah dan menjaga kinerja ekspor, meskipun harga komoditas global berfluktuasi.
Minyak sawit (CPO dan turunannya) juga mencatat pertumbuhan ekspor dua digit sepanjang 2025, didorong permintaan dari India, Tiongkok, dan Uni Eropa.
Faktor Global yang Mempengaruhi Perdagangan
Penurunan surplus dibanding bulan sebelumnya tidak lepas dari beberapa faktor eksternal:
-
Permintaan energi global melemah, sehingga ekspor minyak dan gas Indonesia menurun.
-
Harga komoditas energi global turun, menekan nilai ekspor migas dan batubara.
-
Dinamika geopolitik dan ketegangan perdagangan, mempengaruhi arus logistik dan rantai pasok global.
-
Peningkatan impor barang modal, menandakan industrialisasi meningkat, namun turut mempersempit surplus.
Dampak ke Ekonomi Nasional
Surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan membawa dampak positif bagi stabilitas ekonomi nasional, di antaranya:
-
Menguatkan cadangan devisa, mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.
-
Meningkatkan daya tahan ekonomi, terutama di tengah perlambatan global.
-
Memperkuat kepercayaan investasi, terutama di sektor hilirisasi dan manufaktur.
-
Mendukung transisi energi dan industrialisasi, melalui peningkatan impor barang modal dan bahan baku.
Namun, defisit migas yang terus berlanjut menjadi tantangan yang perlu diatasi dengan percepatan program energi baru terbarukan dan peningkatan kapasitas produksi migas domestik.
Prospek ke Depan
Melihat tren 2025, kinerja ekspor nonmigas diperkirakan tetap kuat, terutama dari sektor:
-
Hilirisasi mineral (nikel, bauksit, tembaga)
-
Produk sawit dan turunannya
-
Kendaraan listrik dan baterai
-
Produk manufaktur dan kimia
Namun, pemerintah perlu mewaspadai risiko penurunan harga komoditas global, ketergantungan impor energi, serta perlambatan ekonomi negara mitra utama seperti Tiongkok, AS, dan Eropa.
Upaya penguatan industri dalam negeri dan diversifikasi ekspor bernilai tinggi akan menjadi kunci menjaga tren surplus tetap berlanjut di masa depan.
0 Comments