Inflasi Indonesia Naik 0,17% di November 2025, Harga Emas Perhiasan Jadi Penyebab Utama
Inflasi November 2025 Terkendali di 0,17%, Stabilitas Harga Masih Terjaga
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada November 2025 sebesar 0,17% secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi tercatat mencapai 2,72%, masih berada dalam rentang sasaran inflasi Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5%–3,5%. Kondisi ini menunjukkan stabilitas harga nasional relatif terjaga di tengah dinamika global, termasuk pelemahan harga komoditas dunia dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Kelompok Perawatan Pribadi Jadi Penyumbang Terbesar
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar, yaitu 1,21% dengan andil 0,09%. Penyumbang utama kenaikan di kelompok ini adalah emas perhiasan yang menyumbang inflasi 0,08%.
Kenaikan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh lonjakan harga emas global yang sempat menyentuh rekor baru di kisaran US$2.600 per troy ounce, dipicu ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan meningkatnya permintaan sebagai aset lindung nilai (safe haven).
Selain emas, sejumlah komoditas lain turut memberi andil inflasi, antara lain:
|
Komoditas |
Andil Inflasi |
|---|---|
|
Tarif angkutan udara |
0,04% |
|
Bawang merah |
0,03% |
|
Ikan segar |
0,02% |
|
Wortel |
0,02% |
Kenaikan tarif angkutan udara sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat menjelang libur akhir tahun dan perayaan Natal serta Tahun Baru (Nataru).
Komoditas Pangan Masih Tekan Inflasi Lewat Deflasi
Meski beberapa komoditas mengalami kenaikan harga, sejumlah komoditas pangan utama justru mencatat deflasi, menahan laju inflasi lebih tinggi. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, yaitu:
|
Komoditas |
Andil Deflasi |
|---|---|
|
Daging ayam ras |
-0,03% |
|
Beras |
-0,02% |
|
Cabai merah |
-0,02% |
|
Telur ayam ras |
-0,01% |
|
Kentang |
-0,01% |
Penurunan harga beras terjadi seiring meningkatnya suplai dari beberapa daerah panen dan kebijakan pemerintah yang mempercepat penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Komponen Inti Masih Jadi Penggerak Utama
Dari sisi komponen inflasi, komponen inti menjadi penyumbang terbesar dengan inflasi 0,17% dan andil 0,11%, terutama dipicu oleh kenaikan harga emas perhiasan dan beberapa jasa. Komponen inti mencerminkan inflasi yang lebih stabil dan menjadi acuan kebijakan moneter BI.
Sementara itu:
|
Komponen |
Inflasi |
Andil |
|---|---|---|
|
Inti |
0,17% |
0,11% |
|
Harga diatur pemerintah |
0,24% |
0,05% |
|
Harga bergejolak |
0,02% |
0,01% |
Komponen harga diatur pemerintah (administered prices) didominasi oleh kenaikan tarif angkutan udara, sementara komponen harga bergejolak dipengaruhi oleh kenaikan harga bawang merah, wortel, jeruk, sawi hijau, ketimun, dan kacang panjang.
Sebaran Inflasi Wilayah: Papua Tertinggi, Aceh Terendah
Secara spasial, 28 provinsi mengalami inflasi, sementara 10 provinsi mengalami deflasi pada November 2025.
|
Provinsi |
Kondisi |
Persentase |
|---|---|---|
|
Papua |
Inflasi tertinggi |
1,69% |
|
Aceh |
Deflasi terdalam |
-0,67% |
Inflasi di Papua dipicu oleh biaya transportasi dan distribusi barang yang tinggi, sementara deflasi di Aceh disebabkan oleh panen raya berbagai komoditas pertanian dan ikan segar yang melimpah.
Kebijakan dan Prospek ke Depan
Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan di 5,75%, dengan mempertimbangkan stabilitas inflasi dan rupiah. Pemerintah juga memperkuat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP & TPID) untuk mengamankan suplai pangan menjelang akhir tahun dan musim hujan.
Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat ringan pada Desember 2025 karena efek musiman libur panjang, kenaikan permintaan transportasi, akomodasi, dan bahan pangan seperti daging, telur, dan cabai.
0 Comments