Kemendag Siapkan Langkah Tekan Biaya Logistik Jadi 12% di 2029
Strategi Pemerintah Tekan Biaya Logistik Nasional Jadi 12% pada 2029
Rasio biaya logistik nasional Indonesia saat ini masih berada di kisaran 14,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan penurunan rasio ini menjadi 12 persen pada tahun 2029, dan turun lebih jauh menjadi 8 persen pada tahun 2045.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, menekan harga barang agar lebih terjangkau di pasar domestik, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menjelaskan bahwa efisiensi logistik adalah salah satu kunci utama dalam memperkuat struktur biaya produksi nasional. Ia menilai, karakteristik geografis Indonesia sebagai negara kepulauan serta tingkat adopsi teknologi yang belum merata masih menjadi tantangan besar dalam upaya penurunan biaya logistik.
“Biaya logistik Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan negara lain. Salah satu tantangan dalam memasarkan produk buatan Indonesia adalah harga yang terjangkau. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari bahan baku, infrastruktur, hingga penggunaan teknologi. Jika dibandingkan dengan Vietnam atau India, posisi kita masih tertinggal,” ujar Iqbal.
Mengapa Biaya Logistik Indonesia Masih Tinggi?
Tingginya rasio biaya logistik di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:
-
Infrastruktur transportasi yang belum merata, terutama di wilayah timur Indonesia, membuat biaya pengiriman antar-pulau jauh lebih mahal.
-
Dominasi angkutan darat dibanding moda laut dan udara, yang membuat efisiensi distribusi barang masih rendah.
-
Komponen biaya logistik yang kompleks, seperti biaya transportasi, pergudangan, administrasi, serta penyimpanan barang yang belum optimal.
-
Integrasi sistem data antarinstansi yang lemah, menyebabkan proses distribusi seringkali tidak efisien dan berulang.
-
Rendahnya pemanfaatan teknologi digital, baik di sektor manufaktur maupun logistik, yang menghambat efisiensi rantai pasok nasional.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau membuat biaya logistik cenderung lebih tinggi dibanding negara-negara yang memiliki struktur wilayah lebih sederhana.
Langkah dan Strategi Pemerintah
Untuk menekan biaya logistik, pemerintah tengah menjalankan sejumlah program strategis, antara lain:
-
Digitalisasi rantai pasok dan distribusi nasional melalui sistem integrasi data pengiriman antarpulau.
-
Pembangunan dan modernisasi infrastruktur transportasi, seperti pelabuhan, jalan tol laut, jalur kereta barang, dan terminal logistik terpadu.
-
Sinergi antarinstansi antara Kemendag, Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan pemerintah daerah untuk memastikan konektivitas antarwilayah berjalan lancar.
-
Mendorong kemitraan antara pemerintah dan swasta (KPBU/PPP) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur logistik dan pusat distribusi.
-
Peningkatan kapasitas SDM dan adopsi teknologi digital untuk mempercepat proses pengiriman dan mengurangi biaya operasional.
Program digitalisasi logistik ini juga didukung oleh pengembangan platform National Logistics Ecosystem (NLE), yang mengintegrasikan berbagai sistem layanan logistik dari kementerian, lembaga, hingga pelaku usaha. NLE diharapkan dapat mengurangi birokrasi, mempercepat proses ekspor-impor, dan memangkas biaya logistik hingga 15 persen dalam jangka menengah.
Tantangan Menuju 2029 dan 2045
Meski target penurunan biaya logistik cukup ambisius, pemerintah menyadari bahwa pencapaiannya membutuhkan waktu dan konsistensi kebijakan.
Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain:
-
Keterbatasan konektivitas antarwilayah, terutama di daerah terpencil dan perbatasan.
-
Ketergantungan pada bahan bakar dan energi yang mempengaruhi ongkos transportasi nasional.
-
Keterlambatan modernisasi pelabuhan dan gudang logistik, yang menyebabkan waktu bongkar muat barang masih lebih lama dibanding negara lain.
-
Kurangnya integrasi antara transportasi darat, laut, dan udara, sehingga distribusi barang belum efisien.
-
Persaingan global dan perubahan rantai pasok dunia yang menuntut adaptasi cepat terhadap teknologi logistik digital.
Dampak terhadap Ekonomi Nasional
Jika target penurunan biaya logistik berhasil dicapai, dampaknya akan signifikan terhadap perekonomian nasional.
-
Harga produk lokal akan lebih kompetitif, baik di pasar domestik maupun ekspor.
-
Margin keuntungan pelaku usaha meningkat, karena biaya distribusi berkurang.
-
Investasi asing berpotensi naik, sebab efisiensi logistik menjadi salah satu faktor penting bagi investor.
-
Distribusi barang ke daerah terpencil lebih mudah dan murah, mendukung pemerataan ekonomi nasional.
-
Tekanan inflasi dapat berkurang, karena efisiensi logistik akan menurunkan harga barang kebutuhan pokok.
Sebaliknya, jika target ini tidak tercapai, Indonesia berisiko tertinggal dari negara-negara pesaing seperti Vietnam, Thailand, dan India yang sudah lebih dulu memperbaiki sistem logistiknya.
Kesimpulan
Target pemerintah menurunkan rasio biaya logistik nasional menjadi 12 persen pada 2029 dan 8 persen pada 2045 merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing Indonesia. Namun, upaya ini menuntut komitmen besar dari semua pihak — pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
Peningkatan infrastruktur, digitalisasi rantai pasok, dan kolaborasi lintas sektor akan menjadi kunci keberhasilan. Jika program ini berjalan sesuai rencana, Indonesia akan memiliki sistem logistik yang efisien, mampu menekan biaya produksi, memperkuat ekspor, dan menghadirkan harga produk yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
0 Comments