Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal III 2025 Diperkirakan Tetap Stabil Sekitar 5%
Ekonomi Indonesia Diproyeksi Tumbuh Stabil Sekitar 5% di Kuartal III 2025
Lembaga riset Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sekitar 5 persen pada kuartal III 2025. Angka ini relatif tidak berubah dibandingkan kuartal sebelumnya, menunjukkan bahwa ekonomi nasional tetap tangguh meski tanpa lonjakan besar.
Direktur Riset Prasasti, Gundy Cahyadi, menjelaskan bahwa kinerja ekonomi Indonesia saat ini mencerminkan kondisi yang stabil, meskipun belum menunjukkan percepatan signifikan.
“Konsumsi memang membaik, tetapi lajunya masih jauh dari kata kuat. Yang kita lihat saat ini adalah stabilisasi, bukan lonjakan. Kabar baiknya, fondasi dasarnya tetap kokoh,” ujarnya, Senin (3/11/2025).
Dengan kata lain, pertumbuhan Indonesia masih terjaga di jalur positif berkat daya tahan konsumsi, investasi yang tetap solid, dan dukungan dari stabilitas makroekonomi.
Konsumsi Mulai Pulih, Tapi Belum Kuat
Konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Data penjualan ritel pada September 2025 tercatat tumbuh 5,8 persen secara tahunan (year-on-year) — laju tertinggi sejak awal tahun. Namun, inflasi inti yang hanya 2,2 persen menandakan bahwa dorongan belanja masyarakat belum sepenuhnya pulih.
Kepercayaan konsumen pun masih terbatas. Masyarakat cenderung berhati-hati dalam pengeluaran akibat tekanan biaya hidup yang meningkat dan ketimpangan pendapatan yang masih terasa. Artinya, walaupun konsumsi sudah menunjukkan tanda perbaikan, peningkatannya masih bersifat moderat.
Investasi Masih Menjadi Pilar Utama
Dari sisi investasi, Prasasti menilai bahwa aliran modal tetap kuat meskipun ada tanda perlambatan di beberapa sektor. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi meningkat 13,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor yang berkontribusi besar antara lain pusat data, logistik, energi terbarukan, dan infrastruktur digital, yang menjadi bagian penting dari transformasi ekonomi nasional. Meski begitu, aktivitas impor barang modal mulai melambat, dari sekitar 32 persen pada kuartal II menjadi 11 persen pada Juli–Agustus. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspansi investasi masih berlanjut, tetapi kecepatannya mulai menurun.
Pertumbuhan kredit perbankan juga melambat ke level 7,6 persen, menandakan bahwa sektor keuangan belum sepenuhnya agresif dalam menyalurkan pembiayaan produktif.
Kebijakan Moneter dan Fiskal Masih Longgar
Dari sisi moneter, jumlah uang beredar (M2) tumbuh 8 persen pada September 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh kebijakan longgar Bank Indonesia (BI) yang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 basis poin sejak September 2024. Penurunan suku bunga ini mulai berdampak pada peningkatan permintaan kredit konsumsi dan investasi, meskipun pergerakannya masih bertahap.
Sementara dari sisi fiskal, realisasi belanja pemerintah hingga September 2025 baru mencapai 59,7 persen dari target tahunannya, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai sekitar 64 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa ruang fiskal pemerintah masih cukup besar untuk mendorong pertumbuhan di kuartal IV.
Ekspor dan Stabilitas Eksternal
Dari sisi eksternal, neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus besar, mencapai sekitar 5,5 miliar dolar AS pada Agustus 2025. Surplus ini menjadi bantalan penting bagi stabilitas ekonomi nasional, terutama dalam menjaga nilai tukar rupiah dan memperkuat cadangan devisa.
Ekspor komoditas utama seperti batu bara, nikel, dan minyak sawit (CPO) masih memberikan kontribusi besar, meski harga globalnya mulai fluktuatif. Sementara itu, ekspor produk manufaktur dan elektronik mulai meningkat berkat permintaan dari kawasan Asia Timur.
Tantangan Utama
Prasasti menyoroti beberapa tantangan yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi:
-
Daya beli masyarakat masih lemah. Inflasi rendah menunjukkan tekanan permintaan, tetapi di sisi lain juga mencerminkan konsumsi yang belum pulih penuh.
-
Momentum investasi mulai melambat. Beberapa sektor menunjukkan tanda pendinginan setelah ekspansi cepat di awal tahun.
-
Ketergantungan pada komoditas ekspor. Ketika harga komoditas global turun, pendapatan ekspor bisa menurun dan memengaruhi neraca perdagangan.
-
Realisasi belanja pemerintah yang belum optimal. Stimulus fiskal yang belum maksimal membuat kontribusi sektor publik terhadap pertumbuhan masih terbatas.
-
Ketimpangan ekonomi. Peningkatan ekonomi belum merata di semua daerah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Peluang Pertumbuhan di Akhir Tahun
Meskipun menghadapi tantangan, Prasasti melihat beberapa peluang untuk memperkuat pertumbuhan di kuartal IV 2025 dan memasuki tahun 2026:
-
Percepatan realisasi belanja pemerintah menjelang akhir tahun dapat menjadi katalis tambahan.
-
Konsumsi masyarakat bisa meningkat seiring momen liburan akhir tahun dan potensi kenaikan gaji tahunan di sektor swasta.
-
Investasi digital dan infrastruktur masih berpotensi tumbuh, terutama dari kerja sama dengan mitra internasional dan dukungan program hilirisasi industri.
-
Inflasi yang terkendali memberi ruang bagi kebijakan moneter yang lebih akomodatif tanpa risiko overheating ekonomi.
Jika kondisi ini terjaga, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2025 berpotensi menembus kisaran 5,2–5,5 persen.
Implikasi bagi Pemerintah dan Dunia Usaha
Bagi pemerintah, kondisi ini menjadi momentum untuk mempercepat proyek strategis nasional, memperluas lapangan kerja, serta memperkuat sektor industri agar tidak terlalu bergantung pada ekspor komoditas.
Sementara bagi pelaku usaha, stabilitas ekonomi memberi peluang untuk melakukan ekspansi, terutama di sektor digital, logistik, energi, dan konsumsi rumah tangga. Dengan daya beli yang perlahan meningkat dan suku bunga rendah, prospek pertumbuhan di sektor domestik masih menjanjikan.
Kesimpulan
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2025 yang stabil di kisaran 5 persen menunjukkan fondasi ekonomi nasional yang kuat, meski belum mampu menunjukkan akselerasi besar. Konsumsi mulai pulih, investasi tetap solid, dan kebijakan moneter serta fiskal memberikan ruang bagi pertumbuhan berkelanjutan.
Namun, tanpa dorongan tambahan dari peningkatan daya beli, realisasi belanja pemerintah, dan perbaikan produktivitas industri, pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan bertahan di level moderat.
Stabilitas ini bisa menjadi titik awal untuk menuju akselerasi ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di tahun 2026, asalkan pemerintah dan sektor swasta mampu menjaga momentum serta memperkuat kerja sama lintas sektor.
0 Comments