Mengenal BRICS, Kelompok Negara yang Terancam Kena Tarif 10%

Mengenal BRICS, Kelompok Negara yang Terancam Kena Tarif 10%

Trump Ancam Tarif Tambahan 10% bagi Negara Pendukung Kebijakan Anti-Amerika BRICS, Termasuk Indonesia?

Washington, D.C. / Jakarta – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menciptakan ketegangan global setelah mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% kepada negara-negara yang mendukung kebijakan yang ia sebut sebagai “anti-Amerika” dari kelompok BRICS. Pernyataan ini ia sampaikan melalui akun Truth Social miliknya pada Minggu malam waktu AS, bertepatan dengan berlangsungnya KTT BRICS 2025 di Rio de Janeiro, Brasil.

“Negara mana pun yang menyelaraskan diri dengan kebijakan Anti-Amerika BRICS akan dikenakan tarif tambahan 10%. Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini,” tulis Trump.

Pernyataan keras ini muncul tanpa penjelasan spesifik mengenai kebijakan mana yang dianggap "anti-Amerika", namun tampaknya merupakan respons terhadap pernyataan bersama para pemimpin BRICS yang mengecam kebijakan perdagangan unilateral dan proteksionisme yang semakin meningkat.


BRICS Kecam Proteksionisme Global

Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada pembukaan KTT BRICS, para pemimpin negara anggota menyatakan keprihatinan terhadap "tindakan proteksionis sepihak" yang mereka anggap tidak adil dan bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional. Mereka juga mengecam meningkatnya penggunaan tarif dan hambatan nontarif yang dianggap mengganggu stabilitas perdagangan global dan memperburuk ketimpangan ekonomi antarnegara.

Tanpa menyebut Amerika Serikat secara langsung, para pemimpin BRICS menyampaikan bahwa langkah-langkah tersebut telah menciptakan distorsi dalam sistem perdagangan multilateral dan mengancam pemulihan ekonomi global pasca-pandemi serta di tengah ketegangan geopolitik yang kian tinggi.


Apa Itu BRICS dan Mengapa Amerika Resah?

BRICS adalah aliansi ekonomi beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, dan kini diperluas dengan keanggotaan negara-negara baru termasuk Indonesia, Arab Saudi, Mesir, dan Iran, yang resmi diumumkan pada awal tahun 2025. Kelompok ini mewakili lebih dari 40% populasi dunia dan hampir 30% PDB global, menjadikannya kekuatan baru dalam ekonomi global.

BRICS dikenal dengan wacana reformasi tatanan global yang selama ini didominasi oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Upaya dedolarisasi, pembentukan sistem pembayaran baru berbasis mata uang lokal, serta pembentukan Bank Pembangunan BRICS (NDB) menjadi sejumlah langkah strategis kelompok ini.

Menurut Stephen Olson, mantan negosiator perdagangan AS dan peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Trump tampaknya memandang arah kebijakan BRICS sebagai ancaman langsung terhadap dominasi ekonomi dan keuangan AS.

“Presiden Trump mungkin melihat upaya BRICS untuk menjauh dari tatanan global yang dipimpin AS sebagai bentuk kebijakan anti-Amerika, meskipun pernyataan mereka tidak secara eksplisit menyerang Amerika Serikat,” ujar Olson kepada media.


Implikasi untuk Indonesia dan Negara Berkembang

Indonesia, yang baru saja bergabung dengan BRICS, kini berada dalam sorotan. Pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait ancaman tarif Trump, namun sejumlah analis memperkirakan bahwa sektor ekspor Indonesia ke AS—seperti tekstil, elektronik, dan produk pertanian—berpotensi terdampak jika Trump kembali berkuasa dan merealisasikan ancaman tarifnya.

Keterlibatan Indonesia dalam BRICS selama ini didasari oleh upaya diversifikasi kerja sama ekonomi global, khususnya dengan negara-negara berkembang yang memiliki visi serupa untuk tata kelola ekonomi yang lebih inklusif dan multipolar.


Trump dan Sejarah Kebijakan Tarif

Selama masa jabatannya (2017–2021), Trump terkenal dengan pendekatan proteksionisnya terhadap perdagangan global. Ia sempat memberlakukan tarif tinggi terhadap baja dan aluminium, serta memicu perang dagang dengan Tiongkok yang berdampak luas pada rantai pasok global. Retorika serupa tampaknya kembali digunakan Trump menjelang pemilu presiden AS 2025, di mana ia menjadi kandidat kuat dari Partai Republik.

Menurut pengamat politik internasional, ancaman tarif ini bisa menjadi bagian dari strategi politik Trump untuk menunjukkan sikap keras terhadap negara-negara yang dianggap menantang dominasi ekonomi AS.


Kesimpulan

Ancaman tarif 10% dari Donald Trump terhadap negara-negara anggota atau pendukung kebijakan BRICS menandai meningkatnya ketegangan antara kekuatan ekonomi lama dan kekuatan baru global. Meskipun belum jelas apakah ancaman tersebut akan diberlakukan atau hanya sebagai retorika politik menjelang pemilu, dampaknya terhadap perdagangan internasional dan posisi negara-negara berkembang seperti Indonesia patut diwaspadai.

Dengan bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, pemerintah perlu menavigasi kebijakan luar negeri dan ekonomi secara hati-hati agar tetap menjaga keseimbangan antara peluang kemitraan baru dan risiko friksi dengan mitra dagang lama seperti Amerika Serikat.