Baby Shark: Video 90 Detik yang Jadi Bisnis Rp 6,6 Triliun

Baby Shark: Video 90 Detik yang Jadi Bisnis Rp 6,6 Triliun

Dari Lagu 90 Detik ke Bisnis Bernilai Ratusan Juta Dolar: Kisah Baby Shark dan Pinkfong

Kim Min-seok, pendiri dan CEO Pinkfong, tidak pernah menyangka bahwa keputusan sederhana pada Juni 2016—memberi izin merilis klip video 90 detik lagu anak-anak—akan mengubah masa depan perusahaannya secara drastis. Lagu itu adalah Baby Shark, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer global.

Hingga kini, video Baby Shark Dance telah meraih lebih dari 16 miliar tayangan di YouTube, menjadikannya video paling banyak ditonton sepanjang sejarah platform tersebut. Tidak hanya populer di kalangan anak-anak, Baby Shark juga menjadi fenomena sosial, muncul dalam meme, iklan, siaran TV, hingga acara olahraga internasional.

Menurut Kim Min-seok, awalnya mereka tidak melihat lagu ini sebagai sesuatu yang istimewa. “Kami tidak menyangka lagu ini akan menonjol dari konten lainnya,” ujarnya. “Tapi sekarang jelas, Baby Shark adalah titik balik perjalanan global kami.”


Melantai di Bursa Korea dan Nilai Perusahaan Meningkat

November 2025 menjadi babak baru bagi Pinkfong ketika perusahaan resmi melantai di bursa saham Korea Selatan (Kosdaq). Dalam debutnya, saham Pinkfong naik signifikan, sempat menyentuh kenaikan lebih dari 60% sebelum akhirnya stabil dengan kenaikan sekitar 9% di hari pertama perdagangan. Nilai pasar perusahaan kini diperkirakan mencapai lebih dari USD 400 juta, atau sekitar Rp 6,6 triliun.

Pinkfong menggunakan dana IPO untuk memperkuat produksi konten, mengembangkan animasi premium, memperluas lisensi global, serta mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk produksi konten multibahasa.


Dari SmartStudy ke Pinkfong: Perjalanan yang Tidak Mudah

Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 dengan nama SmartStudy, oleh Kim Min-seok bersama Dongwoo Son (CTO) dan dua rekan lainnya. Saat itu, mereka hanya memiliki satu ruangan kecil dan tidak menerima gaji di awal.

Awalnya, SmartStudy membuat aplikasi dan video edukasi untuk anak-anak hingga usia 12 tahun. Namun, seiring waktu mereka menemukan bahwa konten yang paling berhasil adalah konten untuk balita dengan lagu sederhana, warna cerah, storytelling, dan unsur edukasi dasar seperti berhitung dan bahasa.

Pada 2016, fokus perusahaan beralih ke konten preschool dan lahirlah Baby Shark. Hingga akhirnya, pada 2022, SmartStudy resmi berganti nama menjadi The Pinkfong Company, mengambil karakter rubah merah muda ceria yang sudah dikenal anak-anak di seluruh dunia.

Kini, Pinkfong memiliki lebih dari 340 karyawan dan kantor di Seoul, Tokyo, Shanghai, dan Los Angeles.


Pengaruh Global: Lebih dari Sekadar Lagu Anak-anak

Baby Shark bukan hanya viral di YouTube. Lagu ini masuk ke Billboard Hot 100, digunakan dalam kampanye UNICEF, muncul di acara olahraga seperti pertandingan baseball dan hoki di Amerika, bahkan pernah digunakan sebagai alat protes di beberapa negara.

Pinkfong kini dikenal sebagai perusahaan IP (Intellectual Property) global, yang mengembangkan berbagai karakter seperti:

  • Baby Shark & Family

  • Bebefinn

  • SEALOOK

  • Moon Shark

Baby Shark kini memiliki lebih dari 1.000 produk lisensi, termasuk mainan, pakaian, pop-up store, acara panggung, hingga film animasi layar lebar yang dirilis pada 2024.


Tantangan: Viral Bukan Berarti Untung Besar

Meskipun Baby Shark sangat viral, pendapatannya tidak sebesar ekspektasi publik. Salah satu tantangannya adalah kebijakan YouTube untuk konten "Made for Kids" yang membatasi iklan dan monetisasi. Hal ini membuat tingkat pendapatan dari views yang sangat besar menjadi tidak terlalu tinggi.

Tahun 2024, pendapatan Pinkfong diperkirakan sekitar USD 67 juta, dengan laba bersih hanya sekitar USD 13 juta. Sebagian besar pendapatan berasal dari lisensi brand, penjualan merchandise, dan kemitraan global dengan perusahaan seperti Nickelodeon, Netflix, dan Lego.


Peran Teknologi dan Strategi Masa Depan

Pinkfong kini sangat mengandalkan kecerdasan buatan (AI) dalam proses produksi. Mereka mengembangkan sistem bernama OneVoice, yang memungkinkan dubbing otomatis dalam lebih dari 30 bahasa tanpa merekam ulang suara aktor. Teknologi ini membantu mereka mempercepat distribusi ke berbagai negara secara efisien.

Kim juga menyebut bahwa perusahaan tidak lagi ingin merilis IP baru setiap tiga tahun, melainkan setiap dua tahun. Ini berarti memperluas ekosistem konten dan menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk konten untuk keluarga dan bukan hanya balita.


Sengketa Hak Cipta yang Berakhir

Kesuksesan Baby Shark tidak lepas dari kontroversi. Pada 2025, seorang komposer asal Amerika, Johnny Only, mengklaim bahwa Pinkfong menyalin versinya yang ia rekam pada 2011. Namun, Mahkamah Agung Korea Selatan menolak gugatan tersebut, karena melodi dasar Baby Shark sudah dikenal sejak awal 1900-an sebagai lagu tradisional, dan versi Pinkfong dianggap sebagai pengembangan yang sah dan kreatif.


Masa Depan Pinkfong: Dari Lagu ke Dunia Hiburan

Pinkfong kini menargetkan diri sebagai Disney-nya Asia, dengan fokus pada pengembangan karakter dan storytelling yang kuat. Perusahaan juga mulai masuk ke bisnis:

  • Film animasi dan serial Netflix

  • Pertunjukan panggung internasional (live musical)

  • Taman hiburan tematik (location-based entertainment)

  • Produk edukasi berbasis teknologi dan AR/VR


Kesimpulan

Baby Shark bukan hanya lagu anak-anak biasa—ini adalah awal dari revolusi media digital untuk balita. Pinkfong telah membuktikan bahwa IP edukatif bisa menjadi kekuatan global, dan dengan strategi berbasis teknologi, lisensi, dan ekspansi internasional, Pinkfong kini sedang berada di jalur untuk menjadi salah satu perusahaan hiburan terbesar di dunia.