Bahlil: Hilirisasi Rp 618 Triliun Adalah Perintah Konstitusi

Bahlil: Hilirisasi Rp 618 Triliun Adalah Perintah Konstitusi

Pemerintah Tegaskan Lanjutan Hilirisasi, Fokus ke 18 Proyek Strategis Bernilai Rp618 Triliun

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan hilirisasi sumber daya alam sebagai bagian dari strategi besar untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional dan menyejahterakan rakyat Indonesia.

Strategi hilirisasi adalah kunci untuk melepaskan Indonesia dari ketergantungan ekspor bahan mentah dan memperkuat posisi kita dalam rantai pasok global,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

Menurut Bahlil, hilirisasi bukan sekadar program ekonomi, melainkan amanah konstitusi. Hal ini merujuk pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Prinsip tersebut, katanya, menjadi dasar moral dan hukum dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam di dalam negeri.

“Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa jalan menuju kedaulatan energi dan kemajuan ekonomi tidak boleh lagi samar. Negara harus hadir dengan kepemimpinan yang tegas dan berpijak pada konstitusi,” tambahnya.


18 Proyek Hilirisasi Bernilai Rp618 Triliun

Untuk mempercepat implementasi hilirisasi, pemerintah membentuk Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, yang saat ini menyiapkan 18 proyek prioritas strategis dengan total investasi lebih dari Rp618 triliun.
Seluruh proyek tersebut akan dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang berperan mengoptimalkan investasi jangka panjang di sektor energi dan sumber daya alam.

Adapun rincian proyek-proyek tersebut mencakup:

  • 8 proyek di sektor mineral dan batu bara (minerba), termasuk pengembangan fasilitas pengolahan nikel, bauksit, dan tembaga;

  • 2 proyek transisi energi, seperti pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik dan infrastruktur hidrogen hijau;

  • 2 proyek ketahanan energi, meliputi pengembangan kilang biofuel dan proyek penyimpanan gas alam;

  • 3 proyek hilirisasi pertanian, di antaranya pengolahan kelapa sawit menjadi bioenergi dan pupuk hijau;

  • 3 proyek hilirisasi kelautan dan perikanan, termasuk pembangunan fasilitas industri pengolahan hasil laut berorientasi ekspor.

Menariknya, sekitar 67 persen dari total proyek tersebut akan berlokasi di luar Pulau Jawa, sejalan dengan komitmen pemerataan pembangunan dan penguatan ekonomi daerah. Provinsi seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Maluku, dan Papua diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan industri baru berbasis sumber daya lokal.


Dampak Ekonomi dan Investasi

Kementerian ESDM memperkirakan, jika seluruh proyek tersebut terealisasi, maka nilai ekspor produk hasil hilirisasi Indonesia bisa meningkat hingga dua kali lipat pada 2030, dengan potensi penciptaan lebih dari 1,5 juta lapangan kerja baru di sektor manufaktur, logistik, dan energi terbarukan.

Selain itu, pemerintah juga tengah menjajaki kemitraan investasi dengan sejumlah negara, termasuk Korea Selatan, Jepang, dan Uni Emirat Arab, untuk mendukung transfer teknologi dan pendanaan proyek hilirisasi strategis.

Bahlil juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap membuka ruang bagi investasi asing, namun dengan syarat adanya kemitraan dengan pelaku usaha nasional serta komitmen pada pembangunan berkelanjutan.

“Hilirisasi bukan hanya tentang menambang dan memproses bahan mentah di dalam negeri, tetapi juga menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan — dari riset, produksi, hingga ekspor,” katanya menegaskan.


Langkah Konkret dan Tantangan

Untuk memperkuat eksekusi, pemerintah akan mempercepat penyederhanaan izin usaha, memperbaiki infrastruktur pendukung di kawasan industri, dan memperkuat pengawasan terhadap ekspor bahan mentah ilegal.
Bahlil juga mengakui masih ada tantangan, seperti keterbatasan energi hijau, infrastruktur logistik, dan SDM industri, namun ia optimistis bahwa hilirisasi akan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Presiden Prabowo.

“Dalam lima tahun ke depan, kita ingin melihat Indonesia tidak hanya dikenal sebagai eksportir bahan mentah, tetapi juga sebagai pusat industri pengolahan strategis dunia,” tutup Bahlil.