Defisit Anggaran 2026 Disepakati Naik Jadi Rp 689,1 Triliun

Defisit Anggaran 2026 Disepakati Naik Jadi Rp 689,1 Triliun

Revisi Defisit RAPBN 2026: Angka Baru dan Dampaknya

Badan Anggaran DPR RI bersama Kementerian Keuangan sepakat merevisi defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Berikut detail perubahan, alasan, dan apa artinya bagi ekonomi Indonesia.


Apa yang berubah?

  • Defisit yang sebelumnya direncanakan Rp 636,8 triliun atau 2,48% dari PDB, kini diperbesar menjadi Rp 689,1 triliun atau 2,68% dari PDB.

  • Kenaikan defisit ini karena adanya tambahan belanja, khususnya untuk Transfer ke Daerah (TKD), yang naik sekitar Rp 43 triliun. Belanja pusat juga ditambah sedikit.

  • Total belanja negara berubah dari sekitar Rp 3.786,5 triliun menjadi Rp 3.842,7 triliun, naik Rp 56,2 triliun.

  • Sementara itu, target penerimaan negara juga naik, tapi jauh lebih kecil: dari sekitar Rp 3.147,7 triliun menjadi Rp 3.153,6 triliun (naik Rp 5,9 triliun).


Alasan di balik revisi

  • Pemerintah menambah alokasi TKD agar daerah bisa lebih leluasa membiayai program pembangunan dan pelayanan masyarakat.

  • Ada kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah-daerah, sehingga diperlukan dukungan fiskal tambahan.

  • Pemerintah menegaskan bahwa meskipun defisit melebar, pengelolaan keuangan tetap dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan risiko besar.


Bagaimana dibandingkan APBN 2025?

  • Defisit RAPBN 2026 yang direvisi (2,68% dari PDB) masih sedikit lebih rendah dibanding outlook defisit APBN 2025 yang diperkirakan mencapai 2,78% dari PDB.

  • Artinya, secara persentase terhadap PDB, kondisi defisit sedikit membaik dibanding tahun sebelumnya meski secara nominal angkanya lebih besar.


Potensi risiko dan tantangan

Melebarnya defisit memiliki beberapa risiko yang perlu diperhatikan:

  1. Beban utang bisa meningkat jika defisit terus ditutup dengan pembiayaan utang. Biaya bunga utang akan menjadi pengeluaran rutin yang signifikan.

  2. Inflasi: jika belanja dipercepat tanpa diimbangi penerimaan pajak yang cukup, bisa memicu tekanan harga barang dan jasa, terutama di daerah.

  3. Penyelarasan fiskal daerah: TKD yang meningkat harus diikuti kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola anggaran, agar dana tidak mubazir dan benar-benar efektif.

  4. Kepercayaan investor: investor dan lembaga internasional akan memantau kemampuan Indonesia menjaga defisit dan utang tetap pada batas aman.


Apa artinya untuk masyarakat?

  • Pelayanan publik bisa lebih baik di daerah-daerah karena dana transfer makin besar. Dana ini berpotensi dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, atau bantuan sosial.

  • Pajak dan penerimaan negara tetap menjadi tumpuan utama agar defisit tidak makin melebar. Pemerintah akan terus mendorong kepatuhan pajak dan mencari sumber penerimaan baru.

  • Mungkin ada perubahan kebijakan fiskal atau prioritas belanja. Program yang kurang efisien bisa dipangkas atau diganti dengan program yang lebih produktif.


Kesimpulan

Revisi defisit RAPBN 2026 menjadi 2,68% dari PDB menunjukkan strategi pemerintah dalam menyeimbangkan antara kebutuhan peningkatan belanja—terutama bagi daerah—dan menjaga stabilitas fiskal nasional. Meskipun defisit melebar, pemerintah tetap berusaha memastikan agar posisinya masih lebih rendah dibanding outlook tahun sebelumnya.

Ke depan, pengawasan ketat terhadap belanja dan penerimaan negara sangat penting agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, sekaligus mencegah risiko beban utang yang terlalu besar bagi generasi mendatang.