Harga Emas Ambrol Parah Dampak AS dan China Sepakati Tarif

Harga Emas Ambrol Parah Dampak AS dan China Sepakati Tarif

Harga Emas Dunia Anjlok 3% Akibat Kesepakatan Dagang AS-China, Investor Beralih ke Aset Berisiko

Jakarta, 13 Mei 2025 — Harga emas dunia jatuh tajam hingga 3% pada perdagangan Senin (12/5), menandai salah satu penurunan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Aset safe haven seperti emas kehilangan daya tariknya setelah tercapainya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat (AS) dan China yang mengurangi ketegangan dalam hubungan dagang kedua negara.

Mengutip data CNBC, harga emas spot turun menjadi USD 3.225,28 per ons, sementara kontrak emas berjangka AS untuk pengiriman Juni tercatat melemah 3,5% ke posisi USD 3.228 per ons. Penurunan ini terjadi setelah emas sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa di level USD 3.500,05 per ons pada bulan lalu, ketika kekhawatiran pasar terhadap konflik tarif memuncak.

Menurut Adrian Ash, Kepala Analis di BullionVault, koreksi harga emas ini bukan hal yang mengejutkan. "Emas sebelumnya mengalami lonjakan signifikan akibat berita-berita spekulatif dan ketegangan geopolitik, terutama dari Gedung Putih. Namun saat ini, dengan sentimen pasar yang lebih optimistis, logam mulia tersebut menjadi rentan terhadap aksi ambil untung," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa meskipun pasar saat ini sedang dalam euforia, emas tetap memiliki potensi kenaikan ke depan apabila optimisme terhadap kesepakatan dagang ini memudar atau tidak terealisasi sepenuhnya.

Kesepakatan Dagang Sementara dan Dampaknya

Dalam kesepakatan yang diumumkan pada hari Minggu, tim negosiasi AS dan China menyatakan bahwa kedua pihak akan memangkas tarif impor secara signifikan. AS akan menurunkan tarif tambahan atas barang-barang dari China dari 145% menjadi 30%, sementara China akan mengurangi tarifnya atas barang-barang asal AS dari 125% menjadi 10%. Pemangkasan ini akan berlaku untuk jangka waktu awal 90 hari, yang bisa diperpanjang berdasarkan evaluasi lebih lanjut.

Langkah ini disambut baik oleh pasar ekuitas global. Indeks S&P 500 dan Dow Jones dibuka menguat, sementara indeks saham Asia seperti Nikkei 225 dan Shanghai Composite juga mengalami lonjakan signifikan. Investor menilai perbaikan hubungan dagang ini sebagai sinyal stabilitas ekonomi global yang lebih baik, sehingga mendorong minat terhadap aset berisiko seperti saham dan obligasi korporasi.

Tekanan Tambahan bagi Emas

Selain sentimen perdagangan, faktor lain yang turut menekan harga emas adalah penguatan dolar AS dan naiknya imbal hasil obligasi pemerintah AS. Yield obligasi 10 tahun AS naik menjadi 4,12%, level tertinggi dalam sebulan terakhir, menambah tekanan pada emas yang tidak menawarkan imbal hasil.

Di sisi lain, data ekonomi AS yang dirilis pekan lalu menunjukkan peningkatan indeks kepercayaan konsumen serta penurunan klaim pengangguran mingguan, memperkuat prospek ekonomi Negeri Paman Sam. Hal ini menambah keyakinan bahwa Federal Reserve mungkin tidak perlu menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, sebuah faktor yang biasanya bersifat negatif bagi emas.

Outlook Jangka Pendek

Analis pasar memperkirakan bahwa volatilitas harga emas masih akan terjadi dalam beberapa pekan ke depan, seiring investor mencermati implementasi konkret dari kesepakatan dagang tersebut dan potensi risiko politik lainnya.

"Jika terjadi kemunduran atau ketegangan kembali meningkat, emas bisa kembali menjadi aset pelarian utama. Namun untuk saat ini, pasar memilih untuk mengambil risiko," kata Edward Moya, analis senior di OANDA.

Selain isu perdagangan, faktor lain yang patut diperhatikan adalah ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ketidakpastian politik di Eropa menjelang pemilu parlemen Uni Eropa bulan depan. Keduanya berpotensi menjadi katalis baru bagi harga emas.