Jadi Penyumbang Cukai Terbesar, Pemerintah Mampu Turunkan Perokok?

Jadi Penyumbang Cukai Terbesar, Pemerintah Mampu Turunkan Perokok?

Pemerintah Indonesia Perkuat Upaya Batasi Pasar Rokok di Tengah Peran Besar Industri Tembakau

Pemerintah Indonesia terus memperkuat kebijakan pembatasan pasar rokok di Tanah Air, meskipun produk tembakau masih menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan cukai nasional. Tahun 2024, kontribusi cukai hasil tembakau mencapai lebih dari Rp 180 triliun, yang merupakan bagian signifikan dari pendapatan negara. Namun, di balik angka tersebut, dampak kesehatan dan sosial akibat konsumsi rokok masih menjadi perhatian utama.

Industri rokok di Indonesia memang memberikan dampak ekonomi yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga perputaran uang yang signifikan dalam rantai distribusi dan penjualan. Namun, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi perokok dewasa di Indonesia masih tinggi, mencapai sekitar 27,7% pada 2023, dengan tingkat perokok muda usia 15-19 tahun yang mulai meningkat, menimbulkan tantangan besar dalam upaya pengendalian tembakau.

Tantangan Upaya Pengurangan Perokok di Indonesia

Di tengah gelombang global yang mendorong pengurangan angka perokok melalui berbagai pendekatan, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri. Kebiasaan merokok yang melekat dalam budaya dan akses produk tembakau yang luas membuat penurunan angka perokok menjadi tidak mudah. Oleh karena itu, pendekatan konvensional yang hanya mengandalkan regulasi ketat dan kampanye larangan seringkali kurang efektif jika tidak dibarengi dengan strategi inovatif.

Untuk menjawab pertanyaan apakah upaya pengurangan perokok bisa berhasil di Indonesia, diperlukan pendekatan yang didasarkan pada bukti ilmiah dan teknologi terbaru, yang tidak hanya fokus pada pelarangan, tetapi juga pada pengurangan risiko.

Konferensi Asia-Pasifik tentang Merokok dan Pengurangan Bahaya di Bandung

Sebagai salah satu langkah strategis, Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR), lembaga penelitian internasional yang fokus pada pengurangan bahaya tembakau, bekerja sama dengan universitas-universitas terkemuka di Asia, menyelenggarakan Asia-Pacific Conference on Smoking and Harm Reduction pada 14-16 Juni 2025 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

Konferensi ini menjadi wadah diskusi ilmiah dan klinis untuk mempromosikan konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) sebagai alternatif nyata dalam mengatasi epidemi merokok. Diskusi mencakup temuan terbaru tentang teknologi pengurangan risiko, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products), dan inovasi non-bakar lainnya yang dapat menurunkan paparan zat berbahaya.

Pendekatan Komunikasi yang Terbuka dan Berdasarkan Bukti

Direktur CoEHAR, Riccardo Polosa, menyampaikan bahwa umpan balik terhadap konferensi ini sangat positif. Di negara dengan tingkat perokok yang masih tinggi, membangun komunikasi yang terbuka dan transparan berdasarkan bukti ilmiah menjadi kunci untuk mengubah pola pikir masyarakat.

"Dukungan dari para pemangku kepentingan lokal dan komunitas ilmiah sangat penting. Melalui kolaborasi yang erat, kami berusaha membangun jembatan ilmu pengetahuan dan budaya yang dapat membuka peluang bagi strategi pengurangan bahaya yang efektif di Indonesia," ujarnya dalam sesi wawancara, Senin (16/6/2025).

Kolaborasi dan Standar Internasional dalam Penelitian

CoEHAR menjalankan riset kolaboratif di tujuh laboratorium terkemuka di Asia dan Eropa yang fokus pada toksikologi rokok dan produk pengurangan bahaya. Penelitian ini tidak hanya mengkonfirmasi tingkat risiko bahan kimia berbahaya yang jauh lebih rendah pada produk alternatif, tetapi juga menetapkan standar internasional baru dalam metodologi penelitian tembakau.

Selain itu, riset terbaru menunjukkan bahwa peralihan dari rokok konvensional ke produk pengurangan bahaya dapat menurunkan risiko penyakit paru-paru, jantung, dan kanker hingga 90%, asalkan dilakukan dengan pengawasan yang tepat dan regulasi yang mendukung.

Regulasi dan Masa Depan Pengendalian Tembakau di Indonesia

Meskipun produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan heated tobacco products mulai banyak diminati, pemerintah Indonesia masih menerapkan regulasi ketat, termasuk pajak cukai khusus dan pembatasan pemasaran. Kementerian Kesehatan juga tengah mengkaji kebijakan yang lebih adaptif untuk mengakomodasi pendekatan pengurangan bahaya tanpa mengabaikan perlindungan kesehatan masyarakat, terutama bagi generasi muda.

Menurut data terbaru dari WHO pada awal 2025, Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat konsumsi tembakau tertinggi di dunia, namun juga menjadi negara yang paling berpotensi sukses menerapkan strategi pengurangan bahaya jika dukungan kebijakan dan edukasi masyarakat ditingkatkan.

Kesimpulan

Upaya pengurangan konsumsi rokok di Indonesia menghadapi kompleksitas antara peran ekonomi industri tembakau dan kebutuhan untuk menjaga kesehatan publik. Melalui kolaborasi riset internasional dan pendekatan berbasis bukti ilmiah seperti yang didorong oleh CoEHAR dan universitas-universitas di Asia, diharapkan muncul strategi pengendalian tembakau yang lebih efektif dan humanis.

Dengan komunikasi terbuka, inovasi produk rendah risiko, dan regulasi yang adaptif, Indonesia memiliki peluang untuk menurunkan prevalensi perokok secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan, sekaligus mengurangi beban ekonomi dan sosial akibat penyakit terkait rokok.