Jepang Dilanda Badai Inflasi Pangan, Harga Beras Melonjak 101,7%

Jepang Dilanda Badai Inflasi Pangan, Harga Beras Melonjak 101,7%

Lonjakan Harga Beras di Jepang: Dari 92 % ke 101 %

Jepang tengah menghadapi krisis serius terkait pasokan beras — harga komoditas pokok ini di Mei 2025 naik 101,7 % secara tahunan, membukukan rekor tertinggi dalam lebih dari 50 tahun setelah sebelumnya naik 98,4 % (April) dan 92,1 % (Maret) 

Kenaikan ini mendorong pemerintah meluncurkan tiga gelombang pelepasan cadangan darurat sejak Februari, namun efeknya terbatas karena masalah distribusi.


Penyebab: Kombinasi Panen Gagal & Gangguan Rantai Pasok

  1. Cuaca ekstrem dan gempa bumi

    • Gelombang panas ekstrem pada musim tanam 2023–2024 menurunkan kualitas dan kuantitas panen .

    • Gempa besar Agustus 2024 makin memperparah kondisi.

  2. Distribusi tersumbat

    • Domestik beras cukup, tetapi distributor dan pedagang menyimpan stok demi mendapatkan harga lebih tinggi (hoarding) .

    • Hanya sebagian kecil (7‑10 %) cadangan pemerintah yang benar-benar mencapai konsumen .

  3. Eksplosi permintaan

    • Lonjakan kunjungan wisatawan dan kekhawatiran terhadap gempa/taifun menyebabkan masyarakat panik menimbun beras.

  4. Produksi setengah hati

    • Kebijakan pengurangan lahan sawah, populasi petani yang menua, dan keberanian menanam alternatif mengurangi output jangka panjang 


Tindakan Pemerintah di Jalan Depan

  • Cadangan darurat dilepas bertahap sejak Februari (210 ribu ton), Maret (150 ribu ton dilelang), dan Juni (300 ribu ton melalui kontrak langsung ke pengecer)

  • Penjualan langsung ke pengecer lewat kontrak tanpa perantara mulai akhir Mei, yang sedikit menurunkan harga ritel (48 yen pada minggu pertama Juni) 

  • Impor meningkat: tarif tinggi dilonggarkan — sekitar 40 % impor beras AS dalam Februari; juga dari AS & SK .

  • Modernisasi sistem pertanian: pemanfaatan AI & satelit untuk akurasi pemetaan panen, serta rencana peningkatan ekspor jangka panjang .

  • Reformasi kelembagaan: penggantian Menteri Perikanan Taku Eto (mengundurkan diri karena kebijakan tidak sensitif) oleh Shinjiro Koizumi yang memprioritaskan stabilisasi dan reformasi rantai pasokan


Dampak Inflasi & Kebijakan BI

  • Inflasi inti (ex‑fresh food) naik 3,7 % pada Mei, tertinggi sejak Januari 2023 dan di atas ekspektasi ekonom 3,6 %. Inflasi utama tercatat 3,5 %.

  • Beras menyumbang ~50 % dari kenaikan inflasi inti; materi selanjutnya dapat dipengaruhi oleh perkembangan harga pangan ini.

  • BOJ mempertimbangkan pengetatan suku bunga — potensi kenaikan 25 bps diprediksi akhir 2025 atau awal 2026 dengan risiko spiral harga-upah — karena inflasi inti terus di atas target >2% selama 38 bulan .


Situasi Terkini pada Juni 2025

  • Harga supermarket masih tinggi (~4.176 ¥–4.285 ¥ per 5 kg), turun sedikit tapi hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya

  • Cadangan darurat terbesar dikeluarkan; Koizumi menyatakan total cadangan 910 ribu ton akan dibuka serta impor bertambah jika perlu

  • Harga cadangan pemerintah di toko mulai muncul (3.000–3.500 ¥ per 5 kg), 10–20 % lebih murah, tetapi masih jauh dari separuh harga sebelumnya


Perspektif Panjang & Tantangan Mendatang

Isu Penjelasan
Pasokan Stabil dari Panen depan Panen 2024 meningkat ~180 ribu ton, tapi distribusi masih tersendat karena hoarding & infrastruktur lama
Perubahan iklim Proyeksi turun 28 % hasil panen akhir abad ini bila tidak ada inovasi varietas tahan panas & perubahan iklim buruk.
Reformasi rantai & kebijakan Fokus pada distribusi efisien, generasi petani muda, pembaruan teknologi, dan reformasi regulasi serta tarif.
Rencana ekspor Target ekspor 350 ribu ton/hari di 2030, untuk memperkuat ketahanan cadangan & stabilisasi harga.

 


Intisari

  • Ini bukan sekadar lonjakan sesaat: harga beras di Jepang meningkat lebih dari 100 %, menandakan krisis pasokan dan distribusi yang mendalam.

  • Upaya pemerintah telah meluas, mulai dari pelepasan tujuh digit ton cadangan, memperluas impor, modernisasi, hingga perubahan kebijakan pertanian.

  • Utang inflasi domestic menjadi perhatian moral dan ekonomi, dengan kemungkinan pengaruhnya terhadap keputusan suku bunga BOJ.

  • Solusi jangka panjang mencakup inovasi agrikultur, pengembalian generasi petani, dan optimalisasi distribusi serta regulasi — agar Jepang tidak hanya bertahan tetapi juga mampu tumbuh dari krisis ini.