LPS Masih Bisa Turunkan Bunga Penjaminan

LPS Masih Bisa Turunkan Bunga Penjaminan

Peluang Penurunan Tingkat Bunga Penjaminan LPS Masih Terbuka hingga Akhir 2025

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa peluang untuk memangkas kembali Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) masih terbuka lebar hingga akhir tahun 2025. TBP adalah batas maksimum tingkat bunga simpanan yang dijamin LPS. Jika bank menawarkan bunga lebih tinggi dari batas tersebut, maka simpanan nasabah tidak sepenuhnya dijamin.

Menurut Purbaya, ada kemungkinan TBP diturunkan hingga mencapai 3,5%, setara dengan level terendah yang pernah berlaku saat masa pandemi Covid-19.

"Saya melihat masih terdapat ruang yang memungkinkan suku bunga penjaminan bisa ke 3,5%, atau sama dengan terendah waktu Covid-19 kemarin," ujarnya saat ditemui di Kantor LPS, Jakarta, Rabu (27/8/2025).


Tren Suku Bunga Pasar dan Faktor Pendukung

LPS secara berkala memantau tren suku bunga simpanan perbankan, baik dalam denominasi rupiah maupun valuta asing. Pada periode observasi hingga pertengahan Agustus 2025, suku bunga pasar (SBP) simpanan rupiah turun sebesar 11 basis poin (bps) menjadi 3,45%. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode observasi Mei 2025 yang digunakan sebagai acuan dalam penetapan TBP reguler.

Penurunan tersebut sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memangkas BI Rate sebesar 25 bps pada Agustus 2025. Kondisi ini memberi ruang tambahan bagi perbankan untuk menurunkan bunga simpanan, terutama karena:

  • Likuiditas perbankan masih memadai, tercermin dari tingginya rasio Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap kredit.

  • Persaingan antarbank dalam memperebutkan dana masyarakat semakin ketat.

  • Target ekspansi kredit masih cukup besar, sehingga bank cenderung menekan biaya dana (cost of fund).


Dampak ke Perekonomian Nasional

Purbaya menegaskan, penurunan TBP akan memberi stimulus tambahan bagi perekonomian nasional. Dengan bunga simpanan lebih rendah, masyarakat dan pelaku usaha akan terdorong menyalurkan dana ke sektor produktif, misalnya melalui konsumsi, investasi, maupun penempatan di instrumen keuangan lain.

"Artinya, apabila dari sisi moneter akan ada stimulus lagi, maka kami juga akan ikut. Jadi itu akan menjadi stimulus tambahan ke perekonomian nasional, yang juga akan mendorong perekonomian tumbuh semakin bagus," jelasnya.


Update: Perbandingan Regional dan Tantangan Global

Di tingkat regional, suku bunga penjaminan di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN. Misalnya, Malaysia dan Thailand yang sudah lebih dulu menurunkan suku bunga acuan guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjaga daya saing pasar keuangan domestik dengan penurunan TBP lebih lanjut.

Namun demikian, tantangan eksternal juga patut diwaspadai. Ketidakpastian global, termasuk arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat, masih berpotensi memicu volatilitas aliran modal asing ke negara berkembang. Jika The Fed menunda pemangkasan suku bunga atau bahkan memperketat kebijakan moneter, tekanan terhadap rupiah bisa meningkat.


Outlook ke Depan

LPS bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus berkoordinasi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Jika kondisi makroekonomi domestik stabil dan inflasi terkendali, penurunan TBP hingga 3,5% berpotensi terealisasi sebelum akhir tahun 2025.

Sejauh ini, inflasi Indonesia pada Juli 2025 tercatat stabil di 2,7% (yoy), berada dalam kisaran target BI 1,5–3,5%. Cadangan devisa juga masih kuat di level USD 141 miliar, cukup untuk membiayai kebutuhan impor dan utang luar negeri selama lebih dari 6 bulan.

Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, peluang pemangkasan bunga penjaminan diperkirakan tetap terbuka, sekaligus menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.