OJK: Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Ketahanan Nasional

OJK: Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Ketahanan Nasional

OJK Dorong Paradigma Baru: Industri Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Sistem Keuangan Nasional

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerukan transformasi besar dalam cara pandang terhadap industri asuransi di Indonesia. Dalam sambutannya pada pembukaan Indonesia Insurance Summit 2025 di Nusa Dua, Bali, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa asuransi tidak boleh lagi hanya dianggap sebagai pelengkap sistem keuangan, melainkan sebagai salah satu fondasi utama ketahanan ekonomi nasional.

“Di era risiko yang semakin kompleks, asuransi seharusnya menjadi pilar utama ketahanan nasional, berdampingan dengan sistem perbankan, kebijakan fiskal, dan ekosistem keuangan lainnya,” tegas Ogi di hadapan para pelaku industri asuransi, regulator, serta investor domestik dan internasional.

Peran Strategis Asuransi di Era Ketidakpastian

Ogi menekankan bahwa dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan seperti perubahan iklim, pandemi, risiko geopolitik, hingga disrupsi digital yang mengubah lanskap ekonomi global secara drastis. Dalam konteks tersebut, industri asuransi berperan penting sebagai mekanisme mitigasi risiko dan instrumen perlindungan keuangan masyarakat.

“Asuransi bukan hanya soal proteksi individu atau aset, melainkan soal ketahanan kolektif. Negara yang ingin maju dan berdaya saing harus memiliki sistem asuransi yang kuat, inklusif, dan berintegrasi erat dengan kebijakan ekonomi makro,” lanjutnya.

Kontribusi terhadap PDB Masih Rendah, Potensi Besar Menanti

Meski memiliki peran strategis, kontribusi sektor asuransi Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Data OJK mencatat, per akhir 2024, rasio aset industri asuransi terhadap PDB baru mencapai 5,12 persen.

Sebagai perbandingan, di negara-negara dengan sektor keuangan maju seperti Jepang dan Korea Selatan, rasio ini telah menembus angka 10 hingga 12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ruang pertumbuhan yang sangat besar bagi sektor asuransi di Tanah Air.

“Kita tidak bisa puas dengan angka ini. Industri harus melakukan lompatan besar, baik dalam inovasi produk, perluasan akses, digitalisasi, maupun penguatan tata kelola,” ujar Ogi.

Tantangan dan Peluang: Digitalisasi dan Inklusi Keuangan

OJK juga menyoroti pentingnya digitalisasi untuk mendorong inklusi asuransi, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan penetrasi internet yang tinggi, peluang untuk memanfaatkan teknologi seperti insurtech, big data analytics, dan kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin terbuka.

Menurut data dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih sekitar 3,2 persen pada 2024. Bandingkan dengan penetrasi di Malaysia yang telah mencapai 4,8 persen dan di Singapura lebih dari 9 persen.

“Teknologi bisa menjadi jembatan untuk menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani. Inilah saatnya industri bertransformasi dan beradaptasi,” tegas Ogi.

Reformasi Regulasi dan Kolaborasi Sektor

Dalam rangka memperkuat peran industri asuransi, OJK menyatakan akan terus mendorong reformasi regulasi. Beberapa agenda prioritas termasuk penyempurnaan aturan terkait manajemen risiko, penguatan permodalan perusahaan asuransi, serta peningkatan standar transparansi dan perlindungan konsumen.

OJK juga mengajak kolaborasi lintas sektor, baik dengan pemerintah, pelaku industri, hingga lembaga internasional untuk menciptakan ekosistem asuransi yang sehat dan berkelanjutan.

Penutup: Momentum untuk Melompat Lebih Tinggi

Dengan segala tantangan dan peluang yang ada, Ogi menyampaikan optimisme bahwa industri asuransi Indonesia siap untuk memainkan peran yang lebih besar. Momentum pemulihan ekonomi pasca-pandemi, kemajuan teknologi finansial, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat menjadi modal penting untuk mendorong transformasi ini.

“Kita harus berpikir jangka panjang. Asuransi bukan hanya urusan bisnis, tapi bagian dari strategi pembangunan nasional. Sekarang saatnya kita menjadikan industri ini sebagai tulang punggung ketahanan ekonomi Indonesia,” tutup Ogi.