Selain Harga Minyak Dunia Naik, Ini Dampak Konflik Israel Iran

Konflik Israel-Iran Berpotensi Percepat Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed, Pasar Energi dan Ekonomi Global dalam Ketidakpastian
Ketegangan geopolitik yang terus memanas antara Israel dan Iran bukan hanya menimbulkan kekhawatiran atas stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga mengancam perekonomian global secara luas, termasuk kebijakan moneter Amerika Serikat. Konflik yang berlarut-larut ini kini dilihat sebagai faktor penting yang dapat mendorong Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Menurut Chief US Economist dari Oxford Economics, Ryan Sweet, dampak ekonomi dari konflik ini dapat menjalar ke berbagai sektor, mulai dari energi hingga pasar tenaga kerja. Dalam pernyataan yang dikutip oleh Yahoo Finance pada Rabu (18 Juni 2025), ia menyebut bahwa lonjakan harga minyak yang berkepanjangan berpotensi memaksa The Fed untuk mengadopsi kebijakan yang lebih lunak guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Kenaikan harga minyak yang berkelanjutan dapat menyebabkan The Fed bersikap lebih lunak," ujar Sweet. Ia menambahkan bahwa guncangan harga energi yang terus menerus dapat mengurangi permintaan konsumen dan pada akhirnya berdampak negatif terhadap pasar tenaga kerja AS, yang selama ini relatif tangguh.
Harga Minyak Tembus USD 100 per Barel
Sejak awal Juni 2025, harga minyak dunia telah menembus level psikologis USD 100 per barel, dipicu oleh kekhawatiran akan terganggunya pasokan dari kawasan Teluk Persia. Iran, sebagai salah satu produsen utama minyak dunia, berada dalam posisi strategis di Selat Hormuz—jalur pengiriman minyak tersibuk di dunia. Ketegangan yang meningkat di kawasan tersebut telah menyebabkan kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan global.
Data terbaru dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa ketidakpastian geopolitik telah membuat harga minyak mentah Brent naik hampir 18% dalam dua bulan terakhir, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik sekitar 20%. Kenaikan harga energi ini turut memicu inflasi di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, yang sebelumnya telah berjuang menurunkan laju inflasi pascapandemi.
The Fed dalam Dilema: Inflasi atau Pertumbuhan?
Secara historis, lonjakan harga minyak cenderung menyebabkan inflasi yang bersifat sementara. Namun, dalam kondisi ekonomi yang saat ini sedang melemah, efek dari lonjakan harga tersebut bisa menjadi lebih signifikan dan berkepanjangan.
"Ekonomi telah melambat dan rentan terhadap hal lain yang salah, termasuk kenaikan harga minyak yang tiba-tiba dan terus menerus,” ujar Sweet. “Jika The Fed melihat pukulan terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja lebih besar daripada dorongan sementara terhadap inflasi, bank sentral dapat memberi sinyal kalau mereka terbuka untuk memangkas suku bunga lebih cepat."
Federal Reserve sendiri saat ini tengah berada di persimpangan jalan. Meskipun target inflasi 2% masih menjadi fokus utama, data ekonomi terbaru menunjukkan tanda-tanda perlambatan, terutama pada sektor manufaktur dan konsumsi rumah tangga. Suku bunga acuan The Fed saat ini berada di kisaran 5,00%–5,25%, setelah mengalami serangkaian kenaikan sejak 2022.
Beberapa analis pasar memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga pertama bisa saja terjadi pada kuartal ketiga tahun ini, lebih cepat dari perkiraan awal pada akhir 2025, tergantung pada eskalasi konflik di Timur Tengah dan dampaknya terhadap harga energi dan stabilitas ekonomi.
Dampak Global: Pasar Keuangan Berfluktuasi
Ketidakpastian ini tidak hanya mengguncang pasar minyak, tetapi juga merembet ke pasar keuangan global. Indeks saham utama seperti S&P 500 dan Dow Jones menunjukkan volatilitas tinggi dalam beberapa pekan terakhir. Sementara itu, harga emas sebagai aset safe haven melonjak ke level tertinggi dalam 12 bulan terakhir, mendekati USD 2.250 per ons.
Investor global kini bersikap lebih berhati-hati, menunggu sinyal dari The Fed dan perkembangan geopolitik lebih lanjut. Mata uang dolar AS sempat menguat terhadap euro dan yen, mencerminkan meningkatnya permintaan akan aset yang dianggap lebih aman.
Penutup: Krisis yang Membentuk Kebijakan
Ketegangan Israel-Iran merupakan pengingat kuat bahwa geopolitik masih menjadi variabel penting dalam kebijakan ekonomi global. Jika konflik ini berlarut atau bahkan meningkat menjadi perang terbuka, tidak hanya harga minyak yang akan terdampak—tapi juga kepercayaan konsumen, investasi global, dan stabilitas pasar keuangan secara keseluruhan.
Federal Reserve mungkin harus memilih antara menjaga inflasi tetap terkendali atau mendukung pertumbuhan ekonomi yang kini tampak semakin rapuh. Pilihan mereka dalam beberapa bulan ke depan akan menjadi salah satu keputusan ekonomi paling penting tahun ini.
0 Comments