Tak Mau Balas Tarif Impor AS, RI Pilih Lobi-Lobi Donald Trump

Tak Mau Balas Tarif Impor AS, RI Pilih Lobi-Lobi Donald Trump

Indonesia Pilih Jalur Diplomasi Hadapi Tarif Resiprokal AS, Fokus Jaga Stabilitas Ekonomi dan Hubungan Bilateral

Pemerintah Indonesia menyatakan tidak akan mengambil langkah balasan secara langsung atas kebijakan tarif impor resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Sebagai gantinya, Indonesia memilih untuk menempuh jalur diplomasi dan negosiasi sebagai upaya mencapai solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa pendekatan ini diambil dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang hubungan dagang Indonesia-AS, serta demi menjaga iklim investasi yang kondusif dan kestabilan ekonomi nasional yang tengah menghadapi berbagai tantangan global.

“Waktu yang diberikan untuk merespons cukup singkat, yakni hingga 9 April. Pemerintah tengah menyiapkan rencana aksi strategis yang mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk potensi dampak terhadap impor dan investasi dari Amerika Serikat,” ungkap Airlangga dalam Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar secara virtual pada Minggu, 6 April 2025.

Menurut data terbaru dari Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan bilateral Indonesia-AS pada tahun 2024 mencapai lebih dari USD 39 miliar, dengan surplus di pihak Indonesia. Beberapa sektor yang paling terpengaruh oleh kebijakan tarif baru ini meliputi tekstil, karet, serta produk olahan makanan dan elektronik.

Airlangga menekankan pentingnya menjaga komunikasi terbuka dengan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat konflik geopolitik, perubahan iklim, dan ketegangan perdagangan antar negara besar.

“Langkah diplomatik yang sedang kami tempuh bertujuan untuk meredakan potensi eskalasi dan membuka ruang dialog yang lebih konstruktif. Indonesia tetap berkomitmen pada prinsip perdagangan bebas dan adil,” tambahnya.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri telah mengirimkan nota diplomatik kepada perwakilan Pemerintah AS dan menjadwalkan serangkaian pertemuan bilateral untuk membahas lebih lanjut kebijakan tarif tersebut. Pemerintah juga sedang mempertimbangkan untuk menggandeng negara-negara ASEAN guna membentuk sikap bersama dalam menghadapi tekanan perdagangan dari negara-negara besar.

Pengamat perdagangan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Fitriani Arifin, menyambut baik langkah pemerintah yang mengedepankan diplomasi. Ia menilai bahwa respons reaktif bisa berdampak negatif bagi ekonomi nasional, terutama di saat Indonesia tengah berupaya menarik lebih banyak investasi asing dan memperluas pasar ekspor non-tradisional.

“Jika Indonesia dapat memainkan peran sebagai mitra strategis yang kooperatif, ini bisa menjadi nilai tambah dalam jangka panjang. Yang terpenting adalah pemerintah transparan terhadap publik dan pelaku usaha tentang dampak dan arah kebijakan yang akan diambil,” ujar Dr. Fitriani.

Sebagai langkah lanjutan, pemerintah juga akan mengintensifkan dialog dengan pelaku industri dalam negeri guna memitigasi dampak negatif dari kebijakan tarif tersebut dan mendorong diversifikasi pasar ekspor, khususnya ke negara-negara di kawasan Asia, Timur Tengah, dan Afrika.