Trump dan Xi Jinping Sepakat Turunkan Tarif Impor China 10%

Trump dan Xi Jinping Sepakat Turunkan Tarif Impor China 10%

Pertemuan Trump–Xi di Korea Selatan Berbuah Kesepakatan Besar: Logam Tanah Jarang, Tarif Fentanil, dan Rencana Kunjungan Balasan

Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis, 30 Oktober 2025, menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang menandai langkah baru dalam hubungan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.

Pertemuan tatap muka pertama dalam enam tahun ini berlangsung selama sekitar satu jam empat puluh menit dan dianggap melebihi ekspektasi banyak pihak.


Kesepakatan Utama

Dalam konferensi pers setelah pertemuan, Presiden Trump menyatakan bahwa kedua negara berhasil mencapai kesepakatan satu tahun terkait logam tanah jarang dan mineral penting. Kesepakatan ini akan diperbarui setiap tahun, dengan harapan menciptakan stabilitas pasokan global untuk bahan-bahan yang krusial bagi industri teknologi, kendaraan listrik, dan pertahanan.

Trump menyebut, “Masalah logam tanah jarang telah diselesaikan.” Ia menambahkan bahwa keputusan ini akan membantu memastikan pasokan bahan strategis bagi perusahaan-perusahaan Amerika sekaligus mengurangi ketegangan perdagangan.

Selain itu, tarif atas produk terkait fentanil asal China diturunkan dari 20% menjadi 10%, dan tarif ekspor China terhadap produk terkait juga berkurang dari 57% menjadi 47%. Trump menegaskan bahwa kebijakan ini berlaku segera. Sebagai imbalannya, China berkomitmen memperketat pengawasan dan pemberantasan ekspor bahan prekursor fentanil, yang selama ini menjadi perhatian utama AS dalam isu narkotika global.

Di sisi perdagangan pertanian, Beijing juga sepakat untuk melanjutkan pembelian kedelai dan produk pertanian AS dalam jumlah besar, langkah yang dianggap penting untuk memulihkan hubungan dagang yang sempat tegang selama beberapa tahun terakhir.


Isu Teknologi dan Cip Nvidia

Dalam pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa kedua negara juga membahas isu perdagangan teknologi, termasuk pembelian cip dari perusahaan Amerika seperti Nvidia. Namun, ia menegaskan bahwa pembahasan tidak mencakup cip “Blackwell”, yang merupakan teknologi paling canggih dan sensitif dari Nvidia.

“Kami berbicara tentang banyak cip, tapi bukan cip paling maju,” ujar Trump. Ia juga menekankan bahwa isu Taiwan tidak dibahas dalam pertemuan ini, sebuah pernyataan yang meredakan kekhawatiran akan potensi gesekan geopolitik baru.


Respon dan Analisis

Sejumlah analis menilai hasil pertemuan ini sebagai kemajuan signifikan. Direktur Pelaksana GreenPoint Business Ankura Consulting, Alfredo Montufar-Helu, menyebut hasil yang diumumkan “melebihi ekspektasi”, berkat diplomasi personal antara kedua pemimpin yang mampu menghentikan eskalasi dan menghasilkan kemajuan konkret.

Namun, para ahli juga memperingatkan bahwa ketegangan mendasar antara AS dan China belum sepenuhnya hilang. Beberapa isu besar seperti kapasitas industri berlebih di China, praktik ekonomi non-pasar, dan kebijakan subsidi industri masih belum terselesaikan.

Sementara itu, Direktur The Asia Group, Han Shen Lin, menilai keputusan AS untuk menurunkan tarif terkait fentanil menjadi 10% merupakan bentuk pengakuan terhadap upaya Beijing dalam mengekang ekspor bahan kimia berbahaya tersebut — sesuatu yang sebelumnya jarang diakui secara terbuka oleh Washington.


Seruan untuk Dialog

Dari sisi China, Presiden Xi Jinping menegaskan pentingnya “dialog daripada konfrontasi”, dan menyerukan agar kedua negara menjaga komunikasi yang lebih teratur di tingkat kerja. Kedua pihak juga sepakat memperkuat kerja sama di bidang perdagangan, energi, dan ekonomi, serta memfasilitasi pertukaran budaya dan hubungan antarwarga.

Xi menegaskan bahwa kemitraan antara dua negara besar harus didasarkan pada rasa saling menghormati dan keuntungan bersama. Ia juga menekankan bahwa stabilitas global sangat bergantung pada hubungan yang konstruktif antara AS dan China.


Dampak bagi Pasar dan Dunia

Kesepakatan ini memberi sinyal positif bagi pasar global yang selama beberapa bulan terakhir diwarnai ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan ekspor mineral China.

Pasar logam dan energi menunjukkan penguatan setelah berita kesepakatan diumumkan, dengan harga beberapa logam penting seperti litium dan nikel mengalami kenaikan moderat. Investor menilai bahwa kesepakatan ini mengurangi risiko gangguan pasokan global untuk sementara waktu.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kesepakatan satu tahun bersifat sementara dan rapuh. Jika pembaruan tahunan tidak berjalan lancar, ketegangan bisa kembali meningkat.


Dampak bagi Asia dan Indonesia

Bagi kawasan Asia, terutama negara-negara ASEAN, stabilitas hubungan AS–China membawa manfaat ekonomi karena menurunkan ketidakpastian rantai pasok global.

Bagi Indonesia, kesepakatan ini menjadi peluang sekaligus tantangan. Indonesia memiliki cadangan besar nikel, tembaga, dan bauksit — mineral yang juga termasuk dalam kategori penting bagi industri global. Dengan China kembali membuka kerja sama perdagangan mineral, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemasok utama bahan baku energi hijau.

Namun di sisi lain, jika China kembali memperluas ekspor logam tanah jarang, kompetisi harga bisa meningkat dan berpotensi menekan nilai ekspor Indonesia. Karena itu, kebijakan hilirisasi dan penguatan industri lokal tetap menjadi kunci untuk menjaga daya saing.


Langkah Selanjutnya

Presiden Trump berencana melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada April 2026, sementara Xi Jinping diharapkan melakukan kunjungan balasan ke AS di kemudian hari. Pertemuan tersebut akan menjadi penentu apakah kesepakatan satu tahun ini dapat berkembang menjadi perjanjian jangka panjang.

Isu-isu seperti ekspor cip, kebijakan teknologi tinggi, dan pengawasan bahan kimia fentanil akan menjadi fokus lanjutan dalam dialog berikutnya.

Para pengamat menilai bahwa meskipun gencatan senjata perdagangan kali ini merupakan langkah maju, fondasi persaingan strategis AS–China tetap ada. Jika tidak disertai reformasi struktural yang nyata, ketegangan kemungkinan akan muncul kembali.


Kesimpulan

Pertemuan Trump dan Xi di Korea Selatan menandai periode baru dalam hubungan AS–China yang sempat memburuk akibat perang dagang dan perebutan dominasi teknologi. Kesepakatan soal logam tanah jarang, tarif fentanil, dan ekspor pertanian menjadi sinyal bahwa kedua pihak masih mencari ruang kompromi.

Namun, kesepakatan ini baru tahap awal. Keberhasilannya akan diuji oleh implementasi di lapangan serta komitmen kedua negara untuk menjaga kepercayaan dan komunikasi yang stabil. Dunia kini menunggu apakah “gencatan senjata ekonomi” ini akan bertahan lama, atau hanya menjadi jeda singkat sebelum ketegangan kembali memanas.