90% Kredit Karbon Baru Pertamina NRE Sudah Terjual, Pembeli Berasal dari Sektor Perbankan hingga Perdagangan

90% Kredit Karbon Baru Pertamina NRE Sudah Terjual, Pembeli Berasal dari Sektor Perbankan hingga Perdagangan

Pertamina NRE Jual 90% Kredit Karbon Baru, Harga dan Permintaan Pasar di Indonesia Terus Meningkat

Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) kembali mencetak pencapaian penting di sektor energi hijau dengan menerbitkan kredit karbon berkualitas tinggi sebanyak 35.475 ton CO₂e. Kredit karbon ini berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara — salah satu kawasan industri hijau terbesar di Indonesia.

Melalui penerbitan kredit karbon ini, Pertamina NRE berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca setara dengan:

  • 8.000 lebih mobil bensin yang tidak beroperasi dalam satu tahun, atau

  • Penyerapan 570.000 pohon yang tumbuh selama setahun.

Angka ini menunjukkan kontribusi nyata Indonesia dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon sekaligus mendukung target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030.


90% Kredit Karbon Langsung Terserap Pasar

Dari total volume yang dirilis, 90,4% atau sekitar 32.060 ton CO₂e telah terjual dalam waktu singkat. Pembeli kredit karbon tersebut berasal dari berbagai sektor nasional, seperti:

  • Perbankan

  • Perdagangan komoditas

  • Industri ekstraktif (pertambangan & energi)

CEO Pertamina NRE, John Anis, menyampaikan bahwa respons pasar sangat positif:

“Kami tidak menyangka kredit karbon yang baru diterbitkan ini terserap begitu cepat. Ini membuktikan permintaan kredit karbon di Indonesia sangat besar. Kami optimistis pasar karbon nasional akan berkembang pesat seiring regulasi yang semakin matang.”

Permintaan tinggi ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya komitmen perusahaan-perusahaan besar untuk mencapai target net zero emission (NZE) 2060 serta kewajiban pelaporan ESG yang semakin ketat.


Pemerintah Percepat Integrasi dengan Standar Internasional

John juga mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang telah menandatangani mutual recognition agreement (MRA) dengan dua lembaga kredit karbon internasional terbesar di dunia:

  • Gold Standard

  • Verra (VCS – Verified Carbon Standard)

Kesepakatan ini memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global karena:

  • Proyek lokal bisa lebih mudah diakui standar dunia.

  • Harga jual kredit karbon berpotensi meningkat karena kredibilitas bertambah.

  • Investor lebih percaya menanam modal di proyek energi hijau Indonesia.

Pada 2025, pemerintah juga mempercepat integrasi Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) dengan platform internasional dan sedang mempersiapkan regulasi baru terkait:

  • Standarisasi quality assurance kredit karbon

  • Sertifikasi MRV (Measurement, Reporting, Verification)

  • Mekanisme perdagangan lintas negara (Article 6 Paris Agreement)

Hal ini akan memperluas peluang ekspor karbon Indonesia yang dinilai memiliki potensi lebih dari 400 juta ton CO₂e per tahun.


Partisipasi Masyarakat dan Perusahaan Semakin Luas

Pertamina NRE juga menegaskan bahwa kredit karbon bukan hanya untuk perusahaan besar. Masyarakat pun bisa berkontribusi melalui:

  • Pembelian karbon untuk offsetting aktivitas sehari-hari,

  • Dukungan pada proyek energi bersih lokal,

  • Partisipasi dalam program transisi energi berbasis komunitas.

Langkah ini sekaligus mendorong peningkatan kesadaran publik mengenai pentingnya dekarbonisasi, terutama menjelang pemberlakuan pajak karbon dan kewajiban pelaporan emisi di berbagai sektor.


Kesimpulan: Pasar Karbon Indonesia Masuki Babak Baru

Dengan tingginya penyerapan kredit karbon Pertamina NRE dan meningkatnya dukungan regulasi pemerintah, pasar karbon Indonesia diproyeksikan tumbuh pesat pada 2026–2030. Indonesia kini berada pada posisi strategis sebagai salah satu penyedia kredit karbon berkualitas tinggi di Asia Tenggara.

Proyek energi bersih seperti PLTBg Sei Mangkei menjadi bukti bahwa transformasi hijau tidak hanya mendorong lingkungan yang lebih bersih, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi industri nasional.