Bukan Cuma Minyak, Harga Makanan Juga Bisa Naik Jika Iran dan AS Terus Berperang

Bukan Cuma Minyak, Harga Makanan Juga Bisa Naik Jika Iran dan AS Terus Berperang

Ketegangan Geopolitik AS-Iran Mengancam Stabilitas Ekonomi Global: Indonesia Perlu Waspada

Ketegangan geopolitik global kembali memuncak setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan militer terhadap fasilitas strategis di Iran pada akhir pekan lalu. Serangan ini merupakan respons atas aksi balasan Iran terhadap Israel, yang sebelumnya dituding melancarkan serangan rahasia terhadap infrastruktur militer Iran di Suriah. Eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah ini memicu kekhawatiran global akan potensi meluasnya konflik menjadi perang berskala besar, bahkan Perang Dunia III.

Menurut Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, eskalasi konflik ini memiliki potensi besar menimbulkan dampak multidimensi, baik secara nasional maupun internasional. Dampaknya sangat tergantung pada bagaimana negara-negara terkait merespons situasi dengan pendekatan diplomatik atau militer.

“Dampak ekonomi nasional dan internasional akan sangat ditentukan oleh reaksi masing-masing pihak. Jika mereka memilih jalur diplomasi dan mencapai kesepakatan gencatan senjata, maka gejolak ekonomi bisa diredam. Namun jika terus berlanjut, apalagi meluas, dampaknya akan sangat berat,” ujar Eddy Junarsin kepada Liputan6.com, Senin (23/6/2025).

Potensi Dampak Terhadap Ekonomi Global dan Nasional

Konflik antara AS, Iran, dan Israel tidak hanya berdampak pada kawasan Timur Tengah, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Harga minyak mentah dunia tercatat melonjak tajam ke level USD 112 per barel—level tertinggi sejak krisis energi 2022. Kenaikan harga energi ini secara langsung berimbas pada inflasi global, termasuk di Indonesia yang masih sangat tergantung pada impor energi dan bahan baku industri.

“Jika konflik ini tidak dikendalikan dan terus meningkat menjadi perang terbuka, dampaknya akan sangat dirasakan oleh semua negara, termasuk Indonesia,” jelas Eddy. Ia menambahkan bahwa rantai pasok global yang kini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID-19 akan kembali terguncang.

Sektor-sektor seperti logistik, pertanian, dan manufaktur akan terpukul akibat gangguan distribusi dan naiknya biaya produksi. Sementara itu, pasar saham global menunjukkan tanda-tanda volatilitas tinggi, dengan indeks-indeks utama seperti Dow Jones, Nikkei, dan IHSG mengalami tekanan jual.

Ancaman Perang Dunia III dan Isu Lingkungan Global

Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Eddy, adalah skenario terburuk jika konflik ini benar-benar berkembang menjadi Perang Dunia III. “Jika sampai terjadi perang global, dampaknya akan menyentuh seluruh aspek kehidupan: politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum. Bahkan jika konflik berskala nuklir terjadi, dampaknya bisa lintas benua,” tegasnya.

Ia mencontohkan kemungkinan pencemaran udara dan air akibat ledakan senjata nuklir yang dapat menyebar melalui atmosfer dan arus laut, meskipun lokasi ledakan terjadi jauh dari Indonesia.

Selain itu, konflik yang berkepanjangan juga bisa memperburuk krisis kemanusiaan. Lembaga internasional seperti PBB dan UNHCR telah mengingatkan potensi meningkatnya jumlah pengungsi dari kawasan Timur Tengah hingga Eropa Selatan. Krisis ini juga menambah beban negara-negara berkembang yang sudah kewalahan menghadapi tekanan ekonomi.

Langkah Antisipasi yang Bisa Diambil Indonesia

Pemerintah Indonesia perlu segera merespons perkembangan situasi ini dengan kebijakan mitigasi yang terukur. Beberapa langkah yang disarankan oleh para ahli antara lain:

  • Diversifikasi sumber energi, dengan mempercepat transisi ke energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak impor.

  • Penguatan cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini mengalami penguatan tajam.

  • Stabilisasi harga pangan dan energi, dengan memperluas jaringan distribusi dan memperkuat kerja sama regional untuk pasokan strategis.

  • Diplomasi aktif di level internasional, termasuk mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mendorong gencatan senjata dan solusi damai.

Kesimpulan

Situasi geopolitik yang kian memburuk antara AS dan Iran, dengan Israel sebagai aktor regional yang terlibat, menempatkan dunia pada posisi yang sangat genting. Bagi Indonesia dan negara-negara lain, kesiapan dalam menghadapi kemungkinan terburuk menjadi krusial untuk menjaga ketahanan nasional. Meskipun jalan diplomasi masih terbuka, waktu kian sempit dan dunia berharap para pemimpin global lebih mengedepankan perdamaian daripada kekuatan militer.

Ketegangan Geopolitik AS-Iran Mengancam Stabilitas Ekonomi Global: Indonesia Perlu Waspada

Ketegangan geopolitik global kembali memuncak setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan militer terhadap fasilitas strategis di Iran pada akhir pekan lalu. Serangan ini merupakan respons atas aksi balasan Iran terhadap Israel, yang sebelumnya dituding melancarkan serangan rahasia terhadap infrastruktur militer Iran di Suriah. Eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah ini memicu kekhawatiran global akan potensi meluasnya konflik menjadi perang berskala besar, bahkan Perang Dunia III.

Menurut Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, eskalasi konflik ini memiliki potensi besar menimbulkan dampak multidimensi, baik secara nasional maupun internasional. Dampaknya sangat tergantung pada bagaimana negara-negara terkait merespons situasi dengan pendekatan diplomatik atau militer.

“Dampak ekonomi nasional dan internasional akan sangat ditentukan oleh reaksi masing-masing pihak. Jika mereka memilih jalur diplomasi dan mencapai kesepakatan gencatan senjata, maka gejolak ekonomi bisa diredam. Namun jika terus berlanjut, apalagi meluas, dampaknya akan sangat berat,” ujar Eddy Junarsin kepada Liputan6.com, Senin (23/6/2025).

Potensi Dampak Terhadap Ekonomi Global dan Nasional

Konflik antara AS, Iran, dan Israel tidak hanya berdampak pada kawasan Timur Tengah, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Harga minyak mentah dunia tercatat melonjak tajam ke level USD 112 per barel—level tertinggi sejak krisis energi 2022. Kenaikan harga energi ini secara langsung berimbas pada inflasi global, termasuk di Indonesia yang masih sangat tergantung pada impor energi dan bahan baku industri.

“Jika konflik ini tidak dikendalikan dan terus meningkat menjadi perang terbuka, dampaknya akan sangat dirasakan oleh semua negara, termasuk Indonesia,” jelas Eddy. Ia menambahkan bahwa rantai pasok global yang kini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi COVID-19 akan kembali terguncang.

Sektor-sektor seperti logistik, pertanian, dan manufaktur akan terpukul akibat gangguan distribusi dan naiknya biaya produksi. Sementara itu, pasar saham global menunjukkan tanda-tanda volatilitas tinggi, dengan indeks-indeks utama seperti Dow Jones, Nikkei, dan IHSG mengalami tekanan jual.

Ancaman Perang Dunia III dan Isu Lingkungan Global

Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Eddy, adalah skenario terburuk jika konflik ini benar-benar berkembang menjadi Perang Dunia III. “Jika sampai terjadi perang global, dampaknya akan menyentuh seluruh aspek kehidupan: politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum. Bahkan jika konflik berskala nuklir terjadi, dampaknya bisa lintas benua,” tegasnya.

Ia mencontohkan kemungkinan pencemaran udara dan air akibat ledakan senjata nuklir yang dapat menyebar melalui atmosfer dan arus laut, meskipun lokasi ledakan terjadi jauh dari Indonesia.

Selain itu, konflik yang berkepanjangan juga bisa memperburuk krisis kemanusiaan. Lembaga internasional seperti PBB dan UNHCR telah mengingatkan potensi meningkatnya jumlah pengungsi dari kawasan Timur Tengah hingga Eropa Selatan. Krisis ini juga menambah beban negara-negara berkembang yang sudah kewalahan menghadapi tekanan ekonomi.

Langkah Antisipasi yang Bisa Diambil Indonesia

Pemerintah Indonesia perlu segera merespons perkembangan situasi ini dengan kebijakan mitigasi yang terukur. Beberapa langkah yang disarankan oleh para ahli antara lain:

  • Diversifikasi sumber energi, dengan mempercepat transisi ke energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak impor.

  • Penguatan cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini mengalami penguatan tajam.

  • Stabilisasi harga pangan dan energi, dengan memperluas jaringan distribusi dan memperkuat kerja sama regional untuk pasokan strategis.

  • Diplomasi aktif di level internasional, termasuk mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mendorong gencatan senjata dan solusi damai.

Kesimpulan

Situasi geopolitik yang kian memburuk antara AS dan Iran, dengan Israel sebagai aktor regional yang terlibat, menempatkan dunia pada posisi yang sangat genting. Bagi Indonesia dan negara-negara lain, kesiapan dalam menghadapi kemungkinan terburuk menjadi krusial untuk menjaga ketahanan nasional. Meskipun jalan diplomasi masih terbuka, waktu kian sempit dan dunia berharap para pemimpin global lebih mengedepankan perdamaian daripada kekuatan militer.