Harga Minyak Dunia Naik Lagi, Gara-Gara Langkah Amerika Serikat

Harga Minyak Dunia Naik Lagi, Gara-Gara Langkah Amerika Serikat

Harga Minyak Naik di Tengah Ketegangan AS–Venezuela, Pasar Global Waspada

Harga minyak mentah global kembali naik setelah muncul laporan bahwa Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan melancarkan serangan udara terhadap Venezuela dalam waktu dekat. Namun, kenaikan itu sempat tertahan setelah Presiden AS Donald Trump membantah laporan tersebut di media sosial.

Pada perdagangan Sabtu (1/11/2025), harga minyak mentah jenis Brent naik tipis sebesar 6 sen atau 0,09% ke level USD 65,06 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 33 sen atau 0,54% menjadi USD 60,90 per barel.

Lonjakan Awal Dipicu Ketegangan Politik

Kenaikan harga minyak ini dipicu oleh kabar bahwa AS sedang menyiapkan serangan terhadap Venezuela, salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Ketegangan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak global.

Analis Price Futures Group, Phil Flynn, mengatakan bahwa pasar bereaksi cepat terhadap laporan tersebut karena Trump pernah melakukan hal serupa sebelumnya. “Pasar jelas terguncang ketika laporan pertama muncul. Jika serangan benar terjadi di akhir pekan, harga minyak bisa melonjak pada hari Senin,” ujar Flynn.

Ketegangan semakin memanas setelah AS mengerahkan satuan tugas yang dipusatkan di sekitar kapal induk USS Gerald R. Ford di lepas pantai Venezuela. Langkah ini dinilai jauh melampaui kebutuhan operasi melawan penyelundupan narkoba yang selama ini menjadi fokus armada AS di wilayah Karibia.

Faktor-Faktor yang Menahan Kenaikan Harga

Meski sempat melonjak, beberapa faktor membuat harga minyak tidak naik terlalu tinggi.

  1. Penguatan Dolar AS. Dolar yang mendekati level tertinggi dalam tiga bulan terakhir membuat harga komoditas berdenominasi dolar, termasuk minyak, menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri.

  2. Permintaan Global Melemah. Aktivitas pabrik di China tercatat menyusut selama tujuh bulan berturut-turut hingga Oktober, menandakan perlambatan permintaan energi dari negara dengan konsumsi minyak terbesar kedua di dunia.

  3. Kebijakan Arab Saudi. Sejumlah sumber menyebut Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, berencana menurunkan harga jual minyak mentah untuk pasar Asia pada Desember ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir. Langkah ini menunjukkan kekhawatiran terhadap melemahnya permintaan.

Perkembangan Terbaru di Pasar Energi

Situasi geopolitik antara AS dan Venezuela terus menjadi perhatian utama pasar. Meski Presiden Trump telah membantah adanya rencana serangan, AS tetap mempertahankan kehadiran militernya di wilayah Karibia, sehingga risiko gangguan pasokan dari Venezuela masih terbuka.

Sementara itu, ekspor minyak Venezuela justru meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir. Pada September, ekspor minyak negara itu mencapai sekitar 1,09 juta barel per hari—angka tertinggi sejak tahun 2020. Kenaikan ini memperkuat posisi Venezuela sebagai pemasok penting bagi kilang minyak di Asia, terutama di China dan India.

Di sisi lain, OPEC+ dalam pertemuan awal Oktober sepakat untuk menaikkan produksi minyak sebesar 137.000 barel per hari mulai November. Kebijakan ini menunjukkan bahwa meski risiko geopolitik meningkat, negara-negara produsen minyak masih fokus menjaga pasokan agar pasar tetap stabil.

Analis memperkirakan bahwa pada sisa tahun 2025, pasar minyak akan diwarnai oleh keseimbangan tipis antara permintaan yang melemah dan pasokan yang cenderung melimpah. Risiko geopolitik seperti konflik di Venezuela bisa menjadi pemicu fluktuasi tajam, tetapi tren jangka menengah masih bergantung pada kondisi ekonomi global, terutama di Asia.

Dampak bagi Indonesia dan Pasar Global

Bagi Indonesia, yang masih bergantung pada impor minyak mentah, fluktuasi harga global ini berpotensi memengaruhi biaya energi dan kebijakan subsidi pemerintah. Jika harga minyak melonjak tajam akibat gangguan pasokan, maka beban subsidi dan tekanan inflasi dapat meningkat.

Sebaliknya, jika pasokan global tetap longgar dan harga kembali turun, pemerintah memiliki ruang lebih besar untuk menekan pengeluaran subsidi dan menjaga stabilitas harga BBM domestik.

Bagi investor dan pelaku pasar energi, kondisi saat ini menuntut kewaspadaan tinggi terhadap dua hal: data permintaan dari China dan kebijakan produksi dari OPEC+. Kombinasi keduanya akan menentukan arah harga minyak dalam beberapa bulan ke depan.

Kesimpulan

Kenaikan harga minyak baru-baru ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap isu geopolitik. Walaupun ancaman serangan AS terhadap Venezuela belum terbukti, kekhawatiran akan gangguan pasokan membuat harga bergerak naik. Namun, fundamental ekonomi global yang masih rapuh dan kebijakan produksi OPEC+ dapat menahan lonjakan lebih lanjut.

Dalam jangka pendek, pasar akan terus bereaksi terhadap berita geopolitik, tetapi dalam jangka menengah hingga panjang, keseimbangan antara pasokan dan permintaan tetap menjadi faktor penentu utama arah harga minyak dunia.