Harga Minyak Naik Imbas Sanksi Baru AS ke Iran

Harga Minyak Naik Lebih dari USD 1 per Barel, Didukung Sanksi Baru AS terhadap Iran dan Rebound Pasar Global
Harga minyak dunia kembali menguat signifikan pada perdagangan Selasa (22/4/2025), terdorong oleh kombinasi faktor geopolitik dan sentimen pasar yang membaik. Sanksi baru yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap sektor energi Iran serta pemulihan di pasar saham global memicu lonjakan harga setelah sesi sebelumnya mengalami tekanan jual tajam.
Mengutip laporan CNBC, Rabu (23/4/2025), harga minyak mentah Brent naik USD 1,18 atau 1,78% menjadi USD 67,44 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Mei—yang ditutup pada Selasa—menguat USD 1,23 atau 1,95% menjadi USD 64,31 per barel. Ini merupakan kenaikan harian terbesar dalam lebih dari dua pekan terakhir.
Sanksi Baru AS terhadap Iran Memicu Kekhawatiran Pasokan
Pada hari yang sama, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terbaru yang menargetkan sejumlah individu dan perusahaan yang beroperasi dalam sektor pengapalan gas alam dan minyak mentah Iran. Sanksi ini termasuk pembekuan aset dan larangan transaksi terhadap perusahaan pelayaran yang terhubung dengan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) dan mitra-mitranya di berbagai negara Asia dan Timur Tengah.
Langkah ini datang meskipun sempat ada tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan tidak langsung antara Washington dan Teheran terkait program nuklir Iran. Namun, kebuntuan dalam mencapai kesepakatan substantif meningkatkan risiko terhadap kelangsungan ekspor energi Iran yang saat ini masih bertahan di kisaran 1,4 juta barel per hari.
“Jika tidak ada kesepakatan nuklir, AS tampaknya akan mendorong kebijakan 'ekspor nol' terhadap minyak Iran. Dan saat ini, skenario itu makin terlihat realistis,” kata John Kilduff, analis energi dan mitra di Again Capital New York.
Pasar Saham Global Bangkit, Sentimen Risiko Meningkat
Kenaikan harga minyak juga didukung oleh sentimen positif dari pasar keuangan global. Indeks saham utama di Wall Street seperti S&P 500 dan Nasdaq menguat lebih dari 1% pada hari Selasa, dipicu oleh laporan laba kuartalan perusahaan-perusahaan teknologi besar yang di atas ekspektasi analis.
Menurut Robert Yawger, analis energi dari Mizuho Securities, rebound di pasar saham menunjukkan peningkatan selera risiko dari investor, yang secara historis berkorelasi positif dengan permintaan terhadap aset komoditas seperti minyak.
“Pemulihan di pasar saham membantu memperkuat kepercayaan investor terhadap prospek pertumbuhan global, dan itu menciptakan dorongan tambahan bagi harga minyak,” jelas Yawger.
Ketidakpastian Geopolitik dan Ekonomi Masih Membayangi
Meskipun ada kenaikan saat ini, pasar minyak tetap sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan dinamika makroekonomi global. Hari Senin sebelumnya, harga Brent dan WTI anjlok lebih dari 2% akibat optimisme sementara terhadap tercapainya kesepakatan nuklir AS-Iran dan kekhawatiran pasar terhadap komentar pedas mantan Presiden AS Donald Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell.
Sementara itu, OPEC+ masih mempertahankan kebijakan produksi saat ini, meskipun tekanan dari beberapa anggota untuk mempertimbangkan pemangkasan produksi tambahan semakin kuat. Analis memperkirakan bahwa harga minyak akan tetap volatil dalam jangka pendek, terutama menjelang pertemuan OPEC+ berikutnya yang dijadwalkan bulan depan.
Prospek Jangka Menengah: Tekanan Inflasi dan Permintaan Musim Panas
Dengan masuknya musim panas di belahan bumi utara, permintaan bahan bakar diperkirakan akan meningkat, terutama di sektor transportasi. Namun, tekanan inflasi yang masih tinggi di berbagai negara, serta ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Fed, menjadi dua faktor utama yang dapat membatasi kenaikan lebih lanjut harga minyak.
Menurut data terbaru dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA), stok minyak mentah komersial AS meningkat sebesar 1,8 juta barel pekan lalu, tetapi stok bensin dan destilat justru turun, menandakan permintaan bahan bakar tetap solid.
0 Comments