Industri Padat Karya Terancam Tarif Impor Trump 32%

Apindo Peringatkan Dampak Tarif Balasan AS terhadap Industri Padat Karya Indonesia
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyuarakan keprihatinan serius terkait rencana Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan tarif resiprokal terhadap sejumlah produk asal Indonesia. Kebijakan tersebut, yang rencananya akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025, dinilai dapat memberikan tekanan signifikan terhadap sektor industri padat karya yang bergantung pada pasar ekspor ke AS.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyatakan bahwa jika tarif impor tersebut benar-benar diberlakukan, maka industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, serta mainan akan menjadi sektor yang paling terdampak.
"Perlu dicermati bahwa jika kebijakan tarif tinggi ini benar-benar diberlakukan secara penuh, tekanan terhadap sektor industri padat karya yang memiliki pangsa ekspor besar ke AS akan semakin besar," ujar Shinta dalam pernyataan resminya yang dikutip Jumat (11/7/2025).
Dihadapkan pada Tekanan Ganda
Kekhawatiran ini datang di tengah situasi industri dalam negeri yang sudah menghadapi berbagai tekanan, seperti melemahnya Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia selama tiga bulan berturut-turut, peningkatan biaya logistik dan energi, serta perlambatan permintaan global akibat ketidakpastian geopolitik dan kondisi ekonomi Tiongkok yang masih lesu.
Menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada semester pertama 2025 hanya menyumbang sekitar 10,4% dari total ekspor nasional. Namun, sektor padat karya yang mendominasi ekspor ke AS merupakan penyerap tenaga kerja yang besar. Sektor tekstil dan alas kaki, misalnya, mempekerjakan lebih dari 3 juta pekerja secara langsung dan tak langsung.
“Dampak langsung mungkin terbatas secara makro, karena porsi ekspor ke AS tidak besar. Namun secara sektoral, efeknya bisa signifikan, terutama untuk industri yang sangat tergantung pada pasar AS dan memiliki struktur biaya yang sudah berat,” jelas Shinta.
Kembali ke Era Perang Dagang?
Kebijakan tarif yang digagas Presiden AS Donald Trump ini disebut sebagai bagian dari strategi “America First 2.0”, lanjutan dari kebijakan proteksionis yang pernah diterapkannya pada periode 2017–2020. Trump menyebut kebijakan tersebut sebagai upaya untuk “melindungi industri domestik AS dari praktik perdagangan yang tidak adil.”
Namun banyak pengamat menilai kebijakan ini justru berisiko memicu kembali ketegangan dagang global. Menurut analisis World Trade Organization (WTO), kebijakan tarif yang bersifat sepihak dan tidak melalui mekanisme penyelesaian sengketa dagang berpotensi melanggar aturan perdagangan internasional dan bisa memicu tindakan balasan dari negara-negara mitra.
Apindo Minta Langkah Proaktif Pemerintah
Menanggapi situasi ini, Apindo meminta pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah proaktif guna melindungi industri padat karya, termasuk:
-
Meningkatkan diplomasi dagang bilateral untuk mengurangi risiko eskalasi kebijakan tarif.
-
Menyiapkan insentif dan relaksasi fiskal bagi industri terdampak.
-
Memperluas akses pasar alternatif melalui optimalisasi perjanjian dagang seperti RCEP, IK-CEPA, dan ASEAN Free Trade Area.
-
Menindak tegas impor ilegal yang masuk melalui jalur tidak resmi yang bisa merusak harga pasar domestik.
"Risiko penurunan permintaan, masuknya barang murah atau ilegal, serta tingginya biaya berusaha tetap menjadi tantangan nyata yang perlu diantisipasi bersama," tegas Shinta.
Industri Perlu Bersiap dan Bertransformasi
Sejumlah pelaku usaha mulai mendorong percepatan transformasi industri melalui peningkatan efisiensi, digitalisasi, dan pergeseran fokus ke pasar domestik dan non-tradisional seperti Afrika dan Timur Tengah. Namun mereka menegaskan bahwa dukungan pemerintah dalam bentuk insentif, pembiayaan murah, dan kepastian regulasi menjadi faktor kunci agar industri bisa bertahan dan beradaptasi.
0 Comments