ISEI Soroti Dana Desa Triliunan: Rentan Korupsi, Pembangunan Desa Terancam Gagal

ISEI Soroti Dana Desa Triliunan: Rentan Korupsi, Pembangunan Desa Terancam Gagal

ISEI Soroti Risiko Korupsi Dana Desa 2024: Dana Besar, Tata Kelola Lemah

Jakarta – Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) kembali mengangkat kekhawatiran atas pengelolaan dana desa yang mencapai Rp146,98 triliun pada tahun 2024. Menurut Ketua Bidang Akademik dan Riset ISEI, Sahara, besarnya anggaran yang digelontorkan ke desa-desa di seluruh Indonesia justru membuka celah korupsi dan menimbulkan moral hazard di tingkat akar rumput.

“Pagi tadi saya membaca berita soal seorang Kepala Desa yang ditangkap karena korupsi dana desa sebesar Rp490 juta. Angkanya memang relatif kecil dibandingkan kasus korupsi besar di tingkat pusat, tapi mari kita lihat skalanya: Indonesia punya lebih dari 80 ribu desa,” ujar Sahara dalam acara Launching ISEI Lead Indicator yang digelar secara virtual pada Selasa, 1 Juli 2025.

Tren Korupsi Dana Desa Terus Meningkat

Mengacu pada data Indonesia Corruption Watch (ICW), Sahara mengungkap bahwa praktik korupsi dana desa telah mengalami peningkatan signifikan sejak skema ini digulirkan tahun 2015. ICW mencatat puncak kasus korupsi dana desa terjadi pada 2022, dengan 381 kasus dilaporkan dalam satu tahun.

“Kasus korupsi yang paling umum terjadi adalah praktik markup anggaran proyek desa, pengadaan fiktif, hingga pemotongan dana oleh aparat desa. Sayangnya, pola-pola ini masih terus terjadi sampai sekarang,” ujar Sahara.

ICW juga merinci bahwa sebagian besar pelaku adalah Kepala Desa dan perangkat desa lainnya. Ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan, terutama dari inspektorat daerah maupun pendamping desa.

Dana Desa dan Potensi Pembangunan Inklusif yang Terabaikan

Program dana desa sejatinya dirancang sebagai instrumen untuk mempercepat pembangunan di wilayah pedesaan, terutama dalam membangun infrastruktur dasar seperti akses air bersih, listrik, jalan usaha tani, jembatan penghubung, layanan internet, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Namun, Sahara menegaskan bahwa tujuan mulia ini tidak akan tercapai jika tata kelola keuangan desa masih lemah. “Kalau infrastruktur dasar desa tidak dibangun secara optimal, warga akan kesulitan mengakses pasar, layanan publik, dan pendidikan. Ketimpangan antara desa dan kota makin melebar,” jelasnya.

Tantangan di Lapangan: Keterbatasan SDM dan Pengawasan Lemah

Selain praktik korupsi, banyak desa juga menghadapi keterbatasan dalam hal kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan pemahaman soal tata kelola anggaran. Banyak aparat desa yang tidak memiliki latar belakang administrasi atau akuntansi publik. Hal ini membuat mereka rentan terhadap kesalahan prosedur hingga penyalahgunaan anggaran.

Menurut data Kementerian Desa PDTT, sekitar 40 persen desa masih belum memiliki operator keuangan yang terlatih. Padahal, pelaporan keuangan dan transparansi anggaran sangat penting untuk meminimalisir potensi korupsi.

Rekomendasi ISEI: Reformasi dan Digitalisasi Pengawasan

Menanggapi situasi ini, Sahara mendorong adanya reformasi sistem pengawasan dana desa, termasuk mendorong pemanfaatan teknologi digital dalam pelaporan dan transparansi keuangan desa.

“Kita perlu platform digital yang transparan dan terintegrasi dengan KPK, BPKP, hingga Kemendagri. Masyarakat juga harus bisa mengakses laporan realisasi dana desa agar terjadi kontrol sosial yang kuat,” tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah inovasi digital seperti Siskeudes (Sistem Keuangan Desa) telah diperkenalkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), namun implementasinya belum merata.

Kesimpulan

ISEI menegaskan bahwa tanpa tata kelola yang kuat, anggaran besar tidak akan otomatis menghasilkan pembangunan yang berkualitas. Kasus-kasus korupsi yang terus bermunculan menunjukkan bahwa reformasi sistem pengawasan dan peningkatan kapasitas SDM desa adalah keharusan.

“Jangan sampai anggaran yang seharusnya untuk membangun desa justru memperkaya segelintir oknum. Kalau desa gagal dibangun, mimpi Indonesia maju bisa terhambat dari akar rumputnya,” tutup Sahara.


Catatan tambahan:

  • Berdasarkan laporan BPKP 2024, nilai penyimpangan anggaran dana desa tahun lalu mencapai lebih dari Rp60 miliar, tersebar di ratusan desa di seluruh Indonesia.

  • Program Dana Desa telah digelontorkan sejak 2015 dengan total kumulatif melebihi Rp700 triliun hingga 2024.

  • Pemerintah melalui Kemendes PDTT dan KPK sedang mengembangkan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System) untuk memantau anomali dalam penggunaan dana desa secara real time.