Kasus Lama Terungkap, Raden Nuh Ungkap Raffi Ahmad Belum Bayar Honor Rp250 Juta

Kasus Lama Terungkap, Raden Nuh Ungkap Raffi Ahmad Belum Bayar Honor Rp250 Juta

“Janji Rp250 Juta yang Tak Terealisasi — Kisah Lama Raffi Ahmad dan Raden Nuh”

Latar Belakang Kasus

Pada Januari 2013, Raffi Ahmad — presenter dan pengusaha yang saat itu berusia sekitar 26 tahun — menjadi sorotan publik ketika kediamannya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, digeledah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Petugas menemukan zat bernama 3,4-methylenedioxy-N-methylcathinone (MMDC) atau lebih dikenal dengan “methylone”, yaitu turunan dari katinon.

Namun, karena jenis zat ini belum tercantum dalam lampiran Undang-Undang Narkotika pada saat itu, penanganan kasusnya menghadapi celah hukum. Dalam proses penyelidikan, Raffi akhirnya tidak dijerat dengan pasal pidana dan mendapat keputusan penghentian penyidikan (SP3) dari BNN karena bukti hukum yang belum kuat.

Raffi kemudian menjalani rehabilitasi dan mengaku bahwa masa itu menjadi pelajaran besar dalam hidupnya. Ia menyebut bahwa dirinya “hanya korban ketidaktahuan” dan sejak itu berkomitmen untuk menjauhi narkoba serta fokus pada keluarga dan karier.

Pengakuan Raden Nuh

Lebih dari satu dekade setelah peristiwa itu, muncul kembali sosok Raden Nuh — seorang aktivis dan politisi yang mengaku pernah dilibatkan dalam penanganan kasus Raffi pada 2013. Raden mengungkapkan bahwa dirinya pernah dijanjikan honorarium sebesar Rp250 juta sebagai imbalan atas bantuan hukum dan komunikasi yang ia lakukan selama proses penanganan perkara.

Menurut Raden, keterlibatannya bukan berdasarkan permintaan langsung dari Raffi Ahmad, melainkan melalui Rahmat Sorialam Harahap, pengacara Raffi saat itu. Ia diminta membantu karena kasus Raffi disebut mulai melebar ke beberapa instansi, seperti BNN, Bareskrim Polri, dan Mabes TNI.

Raden kemudian memfasilitasi sejumlah pertemuan di Hotel Bidakara, Jakarta, untuk mencari jalan keluar dan menyusun strategi agar kasus tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Dalam proses itu, katanya, tercapai kesepakatan bahwa ia akan mendapat bayaran yang sama besar dengan pengacara utama, yaitu Rp250 juta.

Namun, hingga kini, pembayaran itu disebut tidak pernah terealisasi. Raden mengaku sempat menagih, tetapi akhirnya memilih mengikhlaskan. Meski demikian, ia berharap masih ada pengakuan moral atas kontribusinya di masa itu.

Konteks Hukum dan Regulasi

Kasus Raffi Ahmad pada 2013 menjadi salah satu contoh nyata bagaimana regulasi narkotika di Indonesia saat itu belum mampu mengantisipasi munculnya zat-zat sintetis baru. Methylone, yang merupakan turunan dari katinon, belum tercantum dalam Undang-Undang Narkotika sehingga tidak bisa dijerat dengan pasal pidana secara langsung.

Kelemahan regulasi ini kemudian menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah. Setelah kasus-kasus serupa, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Kesehatan memperbarui daftar zat yang dikategorikan sebagai narkotika golongan baru. Perubahan regulasi ini bertujuan agar penegakan hukum di masa depan tidak lagi terhambat oleh kekosongan hukum seperti yang terjadi pada kasus Raffi.

Pembaruan Terkini

Pada Oktober 2024, Raffi Ahmad dilantik sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni oleh Presiden Prabowo Subianto. Penunjukan ini sempat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat karena publik kembali mengingat kasus lamanya.

Dalam beberapa kesempatan, Raffi menanggapi dengan santai dan menyebut bahwa masa lalunya justru menjadi motivasi untuk mengajak anak muda menjauhi narkoba. Dalam kegiatan “Kemah Kebangsaan Bersih Narkoba (Bersinar)” di Cibubur, ia bahkan berbagi kisah tentang kesalahan masa lalu dan pentingnya perubahan diri.

Meski isu lama seperti pengakuan Raden Nuh kembali mencuat, pihak Raffi belum memberikan tanggapan resmi. Namun, sumber dekat keluarga menyebut bahwa Raffi memilih untuk fokus pada pekerjaan dan kegiatan sosialnya ketimbang menanggapi persoalan yang dianggap sudah berlalu lebih dari satu dekade.

Implikasi dan Catatan

Kasus ini menunjukkan bahwa peristiwa di masa lalu dapat kembali menjadi sorotan publik, terutama ketika seseorang sudah menjadi figur nasional. Dari sisi reputasi, munculnya pengakuan Raden Nuh bisa memengaruhi persepsi masyarakat terhadap integritas dan transparansi Raffi, meskipun belum ada bukti hukum yang memperkuat klaim tersebut.

Dari sisi moral, pernyataan Raden menyoroti persoalan etika dan kepercayaan dalam kerja sama hukum informal. Meskipun bukan masalah hukum, hal ini menggambarkan dinamika di balik layar yang sering terjadi dalam penanganan kasus besar.

Sementara itu, dari sisi hukum, kasus ini menjadi pengingat penting bahwa regulasi harus selalu diperbarui untuk mengimbangi perkembangan zat-zat terlarang baru. Pemerintah kini sudah menambahkan ratusan jenis narkotika sintetis ke dalam daftar resmi agar tidak ada lagi celah hukum seperti di masa lalu.

Kesimpulan

Kisah antara Raden Nuh dan Raffi Ahmad bukan sekadar cerita lama tentang kasus narkoba, tetapi juga potret kompleksitas hubungan antara hukum, etika, dan reputasi publik. Janji honorarium yang disebut belum terealisasi menambah babak baru dalam narasi masa lalu yang sempat tertutup waktu.

Kini, dengan posisi Raffi sebagai figur publik dan pejabat negara, peristiwa ini kembali menjadi bahan refleksi: bahwa masa lalu, sekecil apa pun, bisa menjadi cermin bagi integritas seseorang di masa kini.