Kenaikan Pajak 2026 Ditunda, Buruh Harap Cukai Rokok Juga Tidak Naik

Buruh Apresiasi Penundaan Kenaikan Pajak 2026, Harap Cukai Rokok Juga Tak Naik
Kelompok buruh memberikan apresiasi terhadap rencana pemerintah yang menunda penerapan tarif pajak baru maupun kenaikan pajak pada tahun 2026. Kebijakan ini dinilai sejalan dengan upaya menjaga stabilitas ekonomi serta melindungi daya beli masyarakat di tengah kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang masih penuh tantangan.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto, menyambut baik keputusan tersebut.
“Menurut kami, pernyataan untuk menunda kenaikan pajak di tahun 2026 itu langkah positif. Seperti yang Ibu Sri Mulyani sampaikan, hal ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.
Harapan Agar Cukai Rokok Juga Ditunda
Waljid menegaskan bahwa konsistensi kebijakan fiskal sangat diperlukan. Ia berharap penundaan kenaikan pajak ini juga mencakup tarif cukai hasil tembakau (CHT). Menurutnya, cukai tembakau merupakan salah satu komponen besar dalam sistem perpajakan nasional yang secara langsung berdampak pada industri rokok, khususnya sigaret kretek tangan (SKT).
“Kami berharap jangan sampai penundaan kenaikan pajak ini tidak diikuti dengan penundaan kenaikan tarif cukai rokok. Jika cukai tetap naik, maka manfaat dari kebijakan penundaan pajak bisa berkurang,” kata Waljid.
Dampak Kenaikan Cukai bagi Pekerja
Seperti diketahui, kenaikan tarif CHT dalam beberapa tahun terakhir kerap memicu perdebatan. Di satu sisi, pemerintah menilai kenaikan cukai diperlukan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan menambah penerimaan negara. Namun, di sisi lain, kalangan pekerja dan pelaku industri menilai kebijakan itu berdampak negatif pada sektor padat karya.
Industri SKT misalnya, selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sektor ini mempekerjakan lebih dari 4,3 juta orang, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga distribusi.
“Ketika cukai naik sedikit saja, dampaknya langsung terasa pada kinerja industri. Penjualan menurun, produksi dikurangi, dan akhirnya berimbas pada pendapatan para pekerja. Bagi buruh yang mengandalkan upah harian atau borongan, hal ini tentu sangat berat,” jelas Waljid.
Pertimbangan Ekonomi Nasional
Pemerintah sendiri masih mempertimbangkan langkah-langkah untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan perlindungan tenaga kerja. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan fiskal 2026 harus disusun dengan hati-hati mengingat adanya potensi perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, serta kondisi politik domestik menjelang dan pasca Pemilu.
Selain itu, pemerintah juga menaruh perhatian pada daya beli masyarakat yang dalam dua tahun terakhir mendapat tekanan akibat inflasi pangan, kenaikan harga energi, serta ketidakpastian global. Penundaan kenaikan pajak dianggap sebagai salah satu instrumen untuk memberikan ruang bagi ekonomi rakyat agar bisa tumbuh lebih stabil.
Tanggapan Pengamat
Pengamat ekonomi menilai usulan dari kelompok buruh terkait penundaan kenaikan cukai rokok wajar untuk dipertimbangkan. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa kebijakan fiskal tidak bisa hanya berpihak pada satu sektor. Menurut mereka, solusi jangka panjang perlu mengedepankan diversifikasi ekonomi, inovasi industri, serta upaya menekan konsumsi rokok demi kesehatan masyarakat.
“Pemerintah harus menyeimbangkan antara kepentingan pekerja, keberlangsungan industri, penerimaan negara, dan agenda kesehatan publik. Dialog tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan buruh perlu diperkuat agar kebijakan yang dihasilkan tidak menimbulkan gejolak,” ujar salah satu analis fiskal dari Universitas Gadjah Mada.
0 Comments