Menteri Keuangan Purbaya Tidak Mau Gunakan APBN untuk Bayar Utang Proyek Whoosh, Bos Danantara: Masih Dievaluasi

Rosan Roeslani Respons Soal Utang Kereta Cepat Whoosh, Masih Tahap Evaluasi Internal
Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), Rosan Roeslani, angkat bicara mengenai sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang enggan menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk menutup utang proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
Rosan menegaskan bahwa penyelesaian masalah utang jumbo proyek strategis tersebut masih berada dalam tahap pembahasan internal. Ia mengaku pihaknya belum melakukan pembicaraan serius dengan Kementerian Keuangan maupun kementerian teknis lain yang terkait.
“Saya juga bingung ya, karena kita kan lagi evaluasi dan kita juga belum Danantara berbicara ke pihak lain, apalagi Kementerian Keuangan mengenai hal ini,” ujar Rosan usai menghadiri Forbes Global CEO Conference di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Menurut Rosan, Danantara — lembaga pengelola investasi yang dibentuk pemerintah pada awal 2025 untuk mengoptimalkan aset dan investasi strategis nasional — sedang melakukan kajian menyeluruh terhadap kondisi keuangan proyek Whoosh. Kajian ini meliputi struktur utang, potensi restrukturisasi, hingga opsi penyehatan keuangan proyek yang dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
“Saat ini kami masih melakukan evaluasi terhadap utang kereta cepat Whoosh. Lazimnya, kami menilik sejumlah opsi penyelesaian. Ini kan melibatkan banyak kementerian lain, jadi harapannya kita duduk bersama, mengevaluasi, dan menentukan opsi mana yang paling baik,” jelas Rosan.
Ia menambahkan, proses evaluasi Danantara dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang terukur. Semua keputusan, kata Rosan, akan diumumkan ke publik setelah melalui kajian komprehensif dan koordinasi lintas lembaga.
“Sistem kerja kami terstruktur dan terukur. Setelah hasil evaluasi keluar, barulah kami sampaikan secara terbuka kepada publik,” tegasnya.
Latar Belakang Masalah Utang Whoosh
Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) resmi beroperasi sejak Oktober 2023, menjadi proyek infrastruktur transportasi tercepat di Asia Tenggara. Namun, sejak awal, proyek ini menghadapi pembengkakan biaya (cost overrun) yang signifikan.
Data terakhir menunjukkan total biaya proyek mencapai sekitar Rp 130 triliun, naik dari estimasi awal sekitar Rp 86 triliun. Pembengkakan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku, perubahan desain teknis, serta dampak pandemi Covid-19 yang memperlambat proses konstruksi.
Sebagian besar pendanaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), dengan porsi 75% pembiayaan berasal dari Tiongkok dan 25% dari konsorsium Indonesia yang terdiri dari PT KAI, Wijaya Karya, PTPN VIII, dan KAI Infrastruktur. Namun, hingga kini, masih tersisa utang triliunan rupiah yang belum terselesaikan, memunculkan kekhawatiran terhadap beban fiskal dan komersial jangka panjang.
Pemerintah Tegaskan Tidak Gunakan APBN
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menambah beban APBN untuk menutupi utang atau biaya tambahan proyek Whoosh. Menurutnya, penyelesaian masalah keuangan proyek tersebut harus diselesaikan secara korporasi dan bisnis, bukan melalui pembiayaan negara.
Purbaya menilai proyek Whoosh seharusnya bisa mencapai kemandirian finansial melalui skema bisnis jangka panjang, termasuk dari pendapatan tiket, kerja sama transit-oriented development (TOD), serta potensi ekspansi ke rute baru seperti Jakarta–Surabaya.
Evaluasi Menyeluruh dan Opsi Solusi
Sumber internal di Danantara menyebutkan bahwa beberapa opsi penyelesaian utang yang tengah dikaji meliputi:
- Restrukturisasi pinjaman dengan bank asal Tiongkok agar tenor dan bunga lebih ringan.
- Penambahan modal dari investor strategis di dalam maupun luar negeri.
- Skema pengalihan sebagian saham KCIC ke Danantara atau BUMN lain.
- Optimalisasi pendapatan non-tiket, seperti pengembangan kawasan komersial di sekitar stasiun.
Namun, seluruh opsi ini masih berada dalam tahap awal kajian dan belum dibawa ke tingkat pembahasan antar-kementerian.
Harapan ke Depan
Meski menghadapi tekanan keuangan, Rosan tetap optimistis proyek kereta cepat Whoosh dapat mencapai titik impas (break even) dalam jangka menengah. Dengan tingkat okupansi penumpang yang stabil di kisaran 18.000–22.000 orang per hari, serta tren wisata ke Bandung yang meningkat, proyek ini diyakini masih memiliki potensi besar sebagai ikon transportasi modern nasional.
“Kita tetap harus lihat proyek ini sebagai investasi jangka panjang yang membawa manfaat ekonomi, sosial, dan teknologi. Yang penting, pengelolaannya harus transparan dan akuntabel,” tutup Rosan.
0 Comments