Meski Tunjangan Rumah Dicabut, Anggota DPR Masih Terima Rp 65,5 Juta per Bulan

Meski Tunjangan Rumah Dicabut, Anggota DPR Masih Terima Rp 65,5 Juta per Bulan

DPR Setujui Pangkas Berbagai Tunjangan Anggota: Langkah Awal Reformasi Responsif

Jakarta, 5 September 2025 – DPR RI secara resmi memutuskan untuk memangkas berbagai hak finansial anggota, termasuk tunjangan perumahan dan berbagai fasilitas lainnya. Keputusan ini diambil dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi pada Kamis, 4 September 2025, dan diumumkan dalam konferensi pers keesokan harinya oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.

1. Pembatalan Tunjangan Perumahan

DPR menyepakati untuk menghentikan pemberian tunjangan perumahan kepada anggota DPR terhitung sejak 31 Agustus 2025. Keputusan ini dilakukan sebagai respons terhadap gerakan tuntutan publik 17+8, khususnya yang menuntut pembekuan kenaikan tunjangan legislatif.

2. Moratorium Perjalanan Dinas Luar Negeri

Mulai 1 September 2025, DPR memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri (kunker), kecuali untuk keperluan undangan kenegaraan.

3. Pemangkasan Berbagai Fasilitas Lainnya

Pasca evaluasi, DPR juga memutuskan memangkas beberapa tunjangan dan fasilitas, antara lain:

  • Biaya langganan listrik

  • Jasa telepon

  • Biaya komunikasi intensif

  • Tunjangan transportasi

4. Anggota Nonaktif Tidak Menerima Hak Keuangan

Dasco juga menegaskan bahwa anggota DPR yang dinonaktifkan oleh parpol tidak akan diberikan hak keuangan. Lima anggota yang saat ini berstatus nonaktif adalah:

  • Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem)

  • Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN)

  • Adies Kadir (Golkar)

Tindak lanjut administratif akan dilakukan melalui koordinasi antara Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) dan mahkamah partai politik.

5. Transparansi Gaji “Take Home Pay” (THP) Pasca-Pemangkasan

Dilaporkan bahwa setelah memangkas tunjangan, anggota DPR masih akan menerima take-home pay sekitar Rp 65,6 juta per bulan. Rinciannya:

Komponen Jumlah (Rp)
Gaji pokok & tunjangan melekat 16.777.680
- Gaji pokok 4.200.000
- Tunjangan suami/istri 420.000
- Tunjangan anak 168.000
- Tunjangan jabatan 9.700.000
- Tunjangan beras 289.680
- Uang sidang 2.000.000
Tunjangan konstitusional 57.433.000
- Komunikasi intensif 20.033.000
- Tunjangan kehormatan 7.187.000
- Fungsi pengawasan & anggaran 4.830.000
- Honor legislatif 8.461.000
- Honor pengawasan 8.461.000
- Honor anggaran 8.461.000
Total bruto 74.210.680
Pajak (15%) 8.614.950
Take-home pay 65.595.730

6. Latar Belakang Demonstrasi 17+8 dan Reformasi Parlemen

Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat digerakkan oleh mahasiswa dan berbagai pihak sipil yang menuntut reformasi cepat DPR, termasuk:

  • Pembatalan kenaikan gaji/tunjangan dan fasilitas pensiun DPR

  • Transparansi anggaran legislatif

  • Penanganan anggota bermasalah secara etis melalui BKD atau KPK

Aksi protes yang melibatkan pendudukan dan kerusuhan terjadi sejak akhir Agustus 2025; hal itu mendorong DPR untuk segera merespons dengan kebijakan nyata.

7. Implikasi dan Reaksi Publik

Langkah DPR ini disambut sebagai prestasi kecil dalam desakan reformasi. Namun, kritik menyebut bahwa masih banyak ruang untuk transparansi lebih lanjut, seperti pemotongan tunjangan lainnya, evaluasi dana kendaraan, dan tunjangan pensiun khusus yang belum disentuh. Organisasi masyarakat sipil terus menuntut konsistensi dan supervisi yang lebih ketat dari DPR.


Ringkasan

  • Tunjangan perumahan dihentikan sejak 31 Agustus 2025

  • Moratorium kunker luar negeri berlaku mulai 1 September 2025

  • Pemangkasan tunjangan listrik, telepon, komunikasi, transportasi dijalankan

  • Anggota nonaktif tidak dibayar hak keuangannya

  • Take-home pay DPR kini sekitar Rp 65,6 juta per bulan

  • Didorong oleh gerakan publik 17+8, kebijakan ini merupakan sinyal reformasi awal