Naikkan Tarif Parkir hingga ERP Mampu Kurangi Macet Jakarta?

Angin Segar untuk Masa Depan Transportasi Jakarta: Tarif Parkir Naik dan Kembalinya Wacana Electronic Road Pricing
Jakarta, 2025 – Angin segar mulai berhembus bagi masa depan transportasi di ibu kota Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, baru-baru ini mengumumkan rencana kenaikan tarif parkir kendaraan pribadi sebagai bagian dari kebijakan untuk mengurangi kemacetan dan mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah penting dalam mengubah pola mobilitas warga Jakarta yang selama ini sangat bergantung pada kendaraan pribadi.
Menurut pengamat transportasi Muhammad Akbar, kebijakan ini bukan hanya soal menaikkan biaya parkir, melainkan merupakan bagian dari strategi besar untuk menekan dominasi mobil pribadi di jalanan ibu kota. "Kenaikan tarif parkir akan membuat masyarakat lebih sadar biaya yang mereka keluarkan saat menggunakan kendaraan pribadi. Ini diharapkan bisa mengubah perilaku dan meningkatkan minat masyarakat beralih ke angkutan umum yang lebih ramah lingkungan," jelas Akbar dalam keterangannya, Minggu (15/6/2025).
Kembalinya Wacana Electronic Road Pricing (ERP)
Selain kebijakan tarif parkir, Gubernur juga kembali menggulirkan wacana penerapan Electronic Road Pricing (ERP), sebuah sistem jalan berbayar elektronik yang menjadi solusi jangka panjang untuk mengurai kemacetan Jakarta. ERP bukanlah konsep baru; sistem ini telah direncanakan sejak lebih dari dua dekade lalu namun belum kunjung terealisasi.
“ERP sebenarnya bukan ide baru. Jakarta telah merencanakan sistem jalan berbayar ini sejak lebih dari 20 tahun lalu. Sayangnya, hingga kini penerapannya tak kunjung terlaksana,” ungkap Akbar.
Kendala dan Tantangan Penerapan ERP
Sejumlah kendala menjadi alasan utama mengapa implementasi ERP di Jakarta tertunda. Mulai dari regulasi yang belum matang, kesiapan teknologi dan infrastruktur, hingga kekhawatiran akan penolakan dari masyarakat luas. Pemerintah juga masih perlu memastikan integrasi sistem ERP dengan berbagai moda transportasi publik agar lebih efektif.
Namun, berdasarkan studi kasus di sejumlah kota besar dunia, penerapan ERP terbukti mampu memberikan dampak positif signifikan terhadap kelancaran arus lalu lintas. Contohnya di Singapura, London, dan Stockholm, yang telah lebih dulu mengadopsi sistem jalan berbayar elektronik.
Di Singapura, meski memiliki sistem transportasi umum yang sangat baik dan terintegrasi, pemerintah tetap menerapkan ERP untuk mengendalikan volume kendaraan pada jam-jam sibuk di kawasan-kawasan strategis. Setiap pengendara yang melewati wilayah tertentu akan dikenakan biaya, terutama saat waktu puncak. Kebijakan ini telah berhasil menurunkan kemacetan dan mendorong warga untuk mempertimbangkan penggunaan transportasi umum.
"Hasilnya? Lalu lintas menjadi lebih terkendali, dan masyarakat terdorong untuk benar-benar mempertimbangkan secara matang sebelum bepergian dengan mobil pribadi," ujar Akbar.
Tren Transportasi Jakarta dan Kebutuhan Mendesak
Data terbaru Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan bahwa jumlah kendaraan pribadi yang terdaftar di Jakarta telah meningkat sekitar 6% per tahun selama lima tahun terakhir. Hal ini memperparah kemacetan yang sudah menjadi momok utama ibu kota, dengan rata-rata kecepatan kendaraan di beberapa ruas jalan utama menurun hingga di bawah 15 km/jam saat jam sibuk.
Selain itu, polusi udara akibat tingginya emisi kendaraan pribadi semakin mengancam kualitas hidup warga. Studi dari Kementerian Lingkungan Hidup pada 2024 menunjukkan peningkatan signifikan kadar polutan PM2.5 dan NOx di Jakarta yang terkait erat dengan lalu lintas kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, upaya mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi tidak hanya menjadi tuntutan kenyamanan dan efisiensi, tapi juga urgensi untuk menjaga kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Pendukung dan Kritik terhadap Kebijakan
Kebijakan kenaikan tarif parkir dan penerapan ERP mendapat sambutan beragam. Sebagian kalangan mendukung langkah ini sebagai inovasi penting dalam mengelola transportasi perkotaan. Mereka melihat kebijakan ini sebagai bagian dari transformasi menuju kota yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Namun, ada pula kelompok yang mengkhawatirkan dampak sosial ekonomi, terutama bagi pekerja dengan penghasilan rendah yang sangat bergantung pada kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari. Mereka meminta pemerintah memastikan ketersediaan alternatif transportasi umum yang nyaman, aman, dan terjangkau sebelum kebijakan ini diberlakukan secara luas.
Langkah-Langkah Pemerintah
Menjawab berbagai kekhawatiran tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengumumkan rencana pengembangan sistem angkutan umum, termasuk penambahan armada bus TransJakarta berbasis listrik, perluasan jalur MRT dan LRT, serta integrasi sistem pembayaran elektronik antar moda transportasi. Semua ini dirancang agar masyarakat memiliki pilihan transportasi yang lebih baik sehingga migrasi dari kendaraan pribadi menjadi lebih mudah dan menarik.
Selain itu, Pemerintah juga sedang menyiapkan regulasi pendukung dan melakukan sosialisasi luas mengenai manfaat dan mekanisme ERP serta tarif parkir baru kepada masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk membangun pemahaman dan dukungan publik yang diperlukan agar kebijakan berjalan sukses.
Kesimpulan
Kebijakan menaikkan tarif parkir dan kembalinya wacana ERP menjadi sinyal kuat bahwa Pemerintah DKI Jakarta serius menangani persoalan kemacetan dan transportasi ibu kota. Meski menghadapi tantangan teknis dan sosial, langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk menciptakan Jakarta yang lebih tertib, ramah lingkungan, dan layak huni bagi jutaan penduduknya.
Perjalanan menuju Jakarta bebas macet dan polusi memang tidak mudah, tapi dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, perubahan positif bisa diwujudkan dalam waktu dekat.
0 Comments