Nelayan Diminta Waspada Cuaca Ekstrem, Ekonomi Warga Pesisir Bisa Terdampak

Nelayan Diminta Waspada Cuaca Ekstrem, Ekonomi Warga Pesisir Bisa Terdampak

Cuaca Ekstrem Mengancam Nelayan: KNTI Minta Penguatan Sistem Keselamatan, Informasi Cuaca, dan Jaring Pengaman Sosial

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kembali menyoroti ancaman serius cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi di wilayah perairan Indonesia. Bukan hanya mengancam keselamatan nelayan saat melaut, tetapi juga mengguncang ketahanan ekonomi masyarakat pesisir, yang sebagian besar bergantung pada hasil tangkapan harian.

Perubahan Pola Cuaca Mengacaukan Pengetahuan Tradisional Nelayan

Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, menjelaskan bahwa perubahan iklim global telah menyebabkan anomali cuaca yang sulit diprediksi. Fenomena seperti gelombang tinggi mendadak, hujan ekstrem, hingga angin kencang semakin sering terjadi di berbagai kawasan, termasuk Laut Jawa, Selat Makassar, hingga perairan Nusa Tenggara.

“Pola cuaca menjadi tidak menentu, sehingga pengetahuan tradisional tentang membaca tanda-tanda alam tidak lagi cukup. Nelayan membutuhkan akses pada prakiraan cuaca yang akurat dan real time, serta sistem peringatan dini untuk menentukan waktu melaut dengan aman,” jelas Dani pada Senin (17/11/2025).

Ia menegaskan bahwa teknologi informasi cuaca yang dikeluarkan BMKG—seperti peringatan dini gelombang tinggi, potensi hujan lebat, dan kecepatan angin—perlu lebih mudah diakses melalui aplikasi ponsel, radio komunitas, hingga pengeras suara di pelabuhan rakyat.

Kebutuhan Mendesak: Alat Keselamatan untuk Nelayan Kecil

Dani juga menekankan pentingnya penguatan sarana keselamatan melaut. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat bahwa lebih dari 70% kapal nelayan tradisional masih minim alat keselamatan standar, termasuk jaket pelampung dan GPS darurat.

Menurutnya, penyediaan alat keselamatan harus menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, mengingat tingginya risiko kecelakaan di laut. Peralatan yang perlu diprioritaskan meliputi:

  • Jaket pelampung (life jacket)

  • Pelampung cincin (life buoy)

  • Peralatan pelindung diri (APD)

  • Radio komunikasi dan GPS darurat

“Dalam kondisi cuaca buruk, alat-alat ini bisa menyelamatkan nyawa nelayan,” ujar Dani.

Ancaman Ekonomi: Pendapatan Nelayan Turun, NTN Merosot

Dampak perubahan iklim juga menekan kondisi ekonomi nelayan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada Oktober 2025 sebesar 0,04%, menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima nelayan menurun sementara biaya operasional seperti solar, peralatan, dan perbekalan justru meningkat.

Beberapa penyebab utama turunnya pendapatan nelayan antara lain:

  • Gelombang tinggi yang memperpendek waktu melaut

  • Hasil tangkapan anjlok pada musim angin barat

  • Kenaikan harga BBM non-subsidi pada Oktober 2025

  • Kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang yang terpengaruh pemanasan global

Dani memperingatkan bahwa akumulasi tekanan ini dapat memicu pergeseran pekerjaan hingga migrasi keluar daerah, terutama di wilayah pesisir yang sangat bergantung pada hasil laut seperti Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

Pemerintah Diminta Perkuat Jaring Pengaman Sosial

Untuk mengurangi dampak ekonomi yang semakin tidak pasti, KNTI mendesak pemerintah memperkuat program perlindungan sosial bagi nelayan kecil. Program-program yang dinilai penting meliputi:

  • Subsidi solar untuk kapal di bawah 30 GT

  • Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa nelayan

  • Bantuan tunai saat nelayan tidak bisa melaut karena cuaca ekstrem

  • Pelatihan diversifikasi ekonomi, seperti budidaya ikan, rumput laut, dan pengolahan hasil laut

“Nelayan harus tetap memiliki sumber pendapatan meski tidak bisa melaut. Jika tidak, tekanan ekonomi akan semakin berat,” ujar Dani.

Cuaca Ekstrem: Masalah yang Akan Meningkat Setiap Tahun

Berdasarkan laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dan BMKG, frekuensi cuaca ekstrem di Indonesia diperkirakan meningkat setiap tahun, sejalan dengan pemanasan suhu laut global. Tahun 2025 mencatat lebih dari 1.200 peringatan dini gelombang tinggi yang dikeluarkan BMKG—salah satu angka tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Cuaca ekstrem kini bukan lagi kejadian tahunan musiman, tetapi fenomena yang berlangsung nyaris sepanjang tahun, mengancam:

  • Keselamatan nelayan

  • Produksi perikanan nasional

  • Ketahanan pangan laut Indonesia

  • Stabilitas ekonomi pesisir