Pentingnya Sektor Bioekonomi bagi Ekonomi Indonesia

Pentingnya Sektor Bioekonomi bagi Ekonomi Indonesia

Penguatan Bioekonomi Jadi Kunci Menuju Visi Indonesia Emas 2045, Pemerintah dan KEM Percepat Implementasi Indonesia Bioeconomy Initiative

Sebagai salah satu strategi utama dalam transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Emas 2045, pengembangan bioekonomi yang berkelanjutan terus diperkuat pemerintah. Strategi ini telah menjadi bagian resmi dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, yang menempatkan bioekonomi sebagai motor pertumbuhan baru berbasis inovasi, sumber daya hayati, dan teknologi ramah lingkungan.

Untuk memperjelas konsep, arah kebijakan, serta implementasi lapangan, Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) kembali memberikan dukungan strategis kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Salah satunya melalui pengukuhan ulang Indonesia Bioeconomy Initiative (IBI), sebuah platform nasional lintas sektor yang pertama kali diluncurkan pada Desember 2024 untuk mempercepat kolaborasi pemerintah, industri, komunitas, dan akademisi.


Bioekonomi sebagai Arah Transformasi Ekonomi Baru

Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Bappenas, Leonardo A. A. Teguh Sambodo, menegaskan bahwa pengembangan bioekonomi harus selaras dengan agenda besar hilirisasi nasional, terutama dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati Indonesia — baik darat maupun laut — sebagai sumber daya strategis.

Menurut Leonardo, potensi ekonomi dari produk berbasis hayati sangat besar.

“Kontribusi sektor berbasis bioekonomi terhadap PDB cukup signifikan. Setiap kenaikan permintaan produk hayati sebesar 9% dapat mendorong PDB naik hingga 10%,” ujarnya, Minggu (7/12/2025).

Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, 300.000 spesies biota laut, dan mega-biodiversity yang termasuk tertinggi di dunia. Namun hingga kini, kontribusi bioekonomi baru menyentuh sekitar 7% PDB, sehingga masih memiliki ruang pertumbuhan yang besar.

Dalam dokumen awal IBI, pemerintah menargetkan kontribusi bioekonomi dapat tumbuh menjadi 15–20% PDB pada 2045, terutama dari sektor bioteknologi, industri pangan berkelanjutan, bioproduk, dan bioenergi.


Perhutanan Sosial Jadi Pondasi Model Bioekonomi Kerakyatan

Pandangan serupa disampaikan oleh Deputi Bidang Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti, yang menyebut bahwa bioekonomi di sektor pangan sangat relevan untuk diperkuat melalui program perhutanan sosial.

Saat ini perhutanan sosial:

  • telah diberikan kepada 1,38 juta Kepala Keluarga,

  • mencakup lebih dari 6,3 juta hektare,

  • dan 65% di antaranya dikelola dengan model agroforestry.

Komoditas unggulan yang berkembang antara lain:

  • kopi rakyat,

  • madu hutan,

  • rempah-rempah lokal,

  • tanaman pangan dan hortikultura,

  • serta biomaterial dari hutan rakyat.

Nani menegaskan:

“Perhutanan sosial bisa menjadi ujung tombak untuk komoditas unggulan. Namun, belajar dari model social agroforestry di negara-negara yang berhasil, kita membutuhkan kolaborasi untuk memastikan hak kelola masyarakat, pendampingan teknis, serta akses permodalan dan pasar.”

Data Kemenko Pangan 2025 juga menunjukkan bahwa desa-desa dengan pengelolaan hutan berbasis agroforestry memiliki tingkat ketahanan pangan 20% lebih tinggi dibanding desa non-agroforestry.


Kesejahteraan Masyarakat sebagai Inti Bioekonomi Indonesia

Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Dadang Jainal Mutaqin, menegaskan bahwa seluruh pengembangan bioekonomi Indonesia berangkat dari satu prinsip utama:

Bioekonomi harus menyejahterakan masyarakat.

Dalam Kerangka Bioekonomi Indonesia, masyarakat memiliki tiga fungsi penting:

  1. Produsen berbasis komunitas
    Petani, nelayan, peternak, dan UMKM menjadi penyedia utama bahan baku hayati.

  2. Mitra industri dalam hilirisasi dan inovasi
    Pemerintah mendorong kemitraan yang adil antara komunitas dan industri pengolah bioproduk, termasuk bioteknologi, biofarmasi, dan biomanufaktur.

  3. Penjaga ekosistem
    Masyarakat berperan penting dalam melindungi hutan, pesisir, dan ekosistem yang menjadi sumber bioekonomi itu sendiri.

Dalam 2025, Bappenas juga mulai mengembangkan Bioeconomy Readiness Index, yang mengukur kesiapan daerah dalam bahan baku hayati, inovasi, tata kelola, dan pemberdayaan masyarakat. Beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat termasuk dalam wilayah dengan potensi akselerasi cepat.


Perkembangan Global dan Peluang Indonesia

Penguatan bioekonomi sejalan dengan tren global. Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang telah lebih dulu mengembangkan strategi bioekonomi nasional yang berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja hijau serta inovasi teknologi.

Beberapa data terbaru 2025 menunjukkan:

  • Pasar bioekonomi global mencapai US$ 15 triliun, tumbuh 12% per tahun.

  • Sektor bioteknologi kesehatan dan pangan mendominasi pertumbuhan.

  • Negara-negara ASEAN mulai berlomba mengembangkan bio-based materials untuk industri ramah lingkungan.

Dengan potensi keanekaragaman hayati yang besar, posisi Indonesia berada pada top 3 negara dengan peluang bioekonomi terbesar di Asia Pasifik.


Kolaborasi Nasional untuk Arah Ekonomi Baru

Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung Indonesia mewujudkan model ekonomi yang menyeimbangkan tiga pilar: alam, kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi.

KEM, Bappenas, dan mitra terkait akan memperkuat beberapa agenda strategis 2025–2030, meliputi:

  • percepatan hilirisasi biomassa dan bioenergi,

  • pengembangan industri bioteknologi lokal,

  • digitalisasi rantai distribusi bio-based products,

  • peningkatan peran UMKM dan komunitas,

  • serta penyusunan regulasi yang mendukung ekonomi hijau.

Dengan berbagai langkah tersebut, Indonesia diharapkan mampu menjadi pusat bioekonomi terdepan di Asia Tenggara dan menjadikan sumber daya hayati sebagai motor kemajuan menuju Indonesia Emas 2045.