Tren Kenaikan Harga Rumah Seken Melambat di kuartal I 2025

Pasar Rumah Sekunder Melambat di Kuartal I 2025, Yogyakarta dan Denpasar Tetap Tangguh
Tren pertumbuhan harga rumah sekunder di Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan selama kuartal pertama tahun 2025. Hal ini tercermin dalam laporan Rumah123 Flash Report April 2025, yang mencatat penurunan laju pertumbuhan di 13 kota besar di seluruh Indonesia. Meski demikian, beberapa kota seperti Yogyakarta, Denpasar, dan Semarang tetap menunjukkan performa positif yang konsisten.
Menurut Head of Research Rumah123, Marisa Jaya, secara nasional pertumbuhan harga rumah sekunder selama kuartal I 2025 berada dalam kisaran 0,9% hingga 1,6% secara tahunan (year-on-year). Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni kuartal I 2024, ketika pertumbuhan harga rumah sekunder masih berkisar antara 0,7% hingga 2,7%.
“Namun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni Februari 2025, terjadi sedikit peningkatan pertumbuhan tahunan di bulan Maret. Ini bisa menjadi sinyal pemulihan awal,” ungkap Marisa dalam pernyataan tertulis pada Jumat, 24 April 2025.
Ia menambahkan bahwa momen Ramadan dan Lebaran yang jatuh pada kuartal pertama kemungkinan memberikan pengaruh terhadap dinamika pasar, baik dari sisi harga maupun permintaan.
Pola Musiman Dorong Permintaan
Data historis menunjukkan bahwa momen Ramadan dan Lebaran secara konsisten memberikan dampak musiman terhadap pasar properti, terutama dalam hal permintaan rumah. Pada tahun 2023, misalnya, permintaan rumah sempat turun 16% antara Maret–April (bertepatan dengan awal Ramadan), namun kembali melonjak 37,3% pada April–Mei menjelang dan sesudah Lebaran. Tren serupa terlihat pada 2024, dengan penurunan permintaan sebesar 3,6% di Maret–April dan kenaikan 17,7% pada April–Mei.
Untuk tahun ini, meski data lengkap pasca-Lebaran belum sepenuhnya tersedia, para analis memprediksi akan terjadi pola yang relatif serupa. Momen mudik dan kebutuhan masyarakat akan hunian baru pasca-Lebaran seringkali menjadi pemicu lonjakan transaksi, terutama di kota-kota satelit dan kawasan wisata.
Yogyakarta, Denpasar, dan Semarang Jadi Sorotan
Dari sisi pertumbuhan harga tahunan, Yogyakarta mencatatkan kinerja paling impresif dengan lonjakan harga antara 8,9% hingga 9,8% secara tahunan. Denpasar menyusul dengan pertumbuhan antara 8,2% hingga 9,3%, sementara Semarang tetap stabil di kisaran 3% hingga 3,1%.
Konsistensi ini dinilai mencerminkan kombinasi dari beberapa faktor, termasuk permintaan lokal yang kuat, pertumbuhan sektor pariwisata, serta peningkatan infrastruktur yang berkelanjutan. Di Yogyakarta, misalnya, daya tarik kota sebagai destinasi pendidikan dan budaya turut menjaga permintaan rumah, baik untuk dihuni maupun sebagai investasi. Sementara Denpasar diuntungkan oleh geliat pariwisata Bali yang mulai pulih signifikan pasca-pandemi, dengan peningkatan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara.
Tantangan dan Prospek ke Depan
Meski demikian, sektor rumah sekunder masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dari sisi pembiayaan. Suku bunga KPR yang masih relatif tinggi pasca kenaikan suku bunga acuan BI beberapa waktu lalu menjadi faktor penahan pertumbuhan permintaan. Hingga April 2025, Bank Indonesia masih mempertahankan BI-Rate di level 6,25%, setelah sebelumnya menaikkan suku bunga untuk merespons tekanan inflasi global.
Namun, pelonggaran makroprudensial yang diberlakukan oleh Bank Indonesia sejak akhir 2024—termasuk penurunan rasio uang muka (loan-to-value/LTV) untuk KPR rumah pertama—diharapkan dapat mulai memberikan efek positif dalam beberapa bulan ke depan.
Analis properti juga mencatat bahwa meningkatnya minat terhadap rumah tapak di pinggiran kota-kota besar seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi menunjukkan adanya pergeseran preferensi masyarakat menuju hunian yang lebih luas dan terjangkau, didorong oleh pola kerja hybrid dan kebutuhan ruang yang meningkat pasca pandemi.
Outlook 2025: Optimisme yang Hati-hati
Secara keseluruhan, outlook pasar rumah sekunder di sisa tahun 2025 dipandang cukup optimistis, meski tetap hati-hati. Pelaku pasar berharap pada semester II 2025 akan terjadi peningkatan transaksi seiring dengan stabilisasi ekonomi, pelonggaran suku bunga, serta potensi insentif baru dari pemerintah untuk sektor properti.
“Pasar rumah sekunder masih memiliki daya tarik, terutama bagi end-user yang mencari alternatif lebih murah dibanding rumah baru, serta investor yang mengincar potensi sewa. Yang terpenting adalah jaga kualitas dan lokasi properti yang ditawarkan,” tutup Marisa
0 Comments