Tuna Tangkap Tradisional Indonesia Jadi Incaran Pasar Premium Dunia
Indonesia Perkuat Posisi sebagai Pemasok Tuna Berkelanjutan di Pasar Premium Dunia
Indonesia kini memiliki peluang semakin besar untuk mengokohkan posisinya sebagai salah satu pemasok utama tuna berkelanjutan ke pasar global. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa nilai ekspor tuna Indonesia pada 2022 mencapai USD 680 juta, setara dengan Rp 1,13 triliun, dengan tren pertumbuhan yang terus positif hingga 2025 seiring meningkatnya permintaan konsumen dunia terhadap produk laut ramah lingkungan.
Menurut data terbaru KKP dan beberapa lembaga sertifikasi internasional, permintaan terhadap tuna yang ditangkap menggunakan metode tradisional dan berkelanjutan tumbuh lebih dari 15% per tahun di pasar Amerika Serikat, Jepang, serta Uni Eropa. Kenaikan ini dipicu oleh pergeseran gaya hidup global menuju produk makanan yang transparan, sehat, dan berasal dari rantai pasok hijau (green supply chain).
Permintaan Pasar Eropa dan Inggris Meningkat
Di pasar Eropa dan Inggris, kebutuhan terhadap tuna yang ditangkap menggunakan teknik tradisional huhate — metode pole and line khas Indonesia — telah mencapai lebih dari 26.000 metrik ton (MT) per tahun. Jumlah ini diproyeksikan akan meningkat seiring semakin ketatnya regulasi Uni Eropa terkait traceability, keberlanjutan stok ikan, dan sertifikasi penangkapan ramah lingkungan.
Regulasi seperti EU IUU Fishing Regulation dan persyaratan Marine Stewardship Council (MSC) membuat negara-negara importir mengutamakan pemasok yang dapat menjamin asal-usul ikan, minimalisasi tangkapan sampingan (bycatch), serta metode penangkapan yang tidak merusak ekosistem laut. Indonesia berada pada posisi yang menguntungkan karena huhate memenuhi seluruh kriteria tersebut.
Huhate: Warisan Nusantara yang Jadi Keunggulan Kompetitif
Tuna Consortium (TC) bersama Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) menegaskan nilai strategis metode huhate dalam menjaga keberlanjutan laut sekaligus meningkatkan daya saing tuna Indonesia di pasar internasional.
“Huhate bukan hanya warisan budaya, tetapi juga aset ekonomi yang membuka peluang besar bagi masyarakat pesisir dan industri tuna nasional. Melalui pemenuhan standar keberlanjutan global yang kini menjadi syarat utama akses pasar,” ujar Program Lead Indonesia Tuna Consortium Thilma Komaling, Selasa (25/11/2025).
Huhate telah dipraktikkan oleh nelayan Nusantara selama puluhan tahun. Metode ini dikenal:
- Selektif dan ramah lingkungan
Penangkapan menggunakan joran dan tali membuat nelayan hanya mengambil ikan target, hampir tanpa bycatch. - Menjaga stabilitas populasi tuna
Menangkap satu per satu memastikan ukuran dan musim tangkap dapat dikontrol, mendukung keberlanjutan stok. - Menghasilkan kualitas ikan premium
Tuna yang ditangkap secara individual cenderung lebih segar, tidak rusak, dan memenuhi standar premium sashimi grade.
Kontribusi Ekonomi dan Sosial yang Kian Besar
Hingga 2025, industri tuna berkelanjutan Indonesia melibatkan lebih dari 120.000 nelayan kecil di berbagai wilayah, termasuk Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Pemerintah melalui KKP juga mendorong modernisasi armada perikanan rakyat, peningkatan fasilitas cold chain, serta percepatan digitalisasi logbook penangkapan untuk memenuhi standar traceability global.
Sejumlah program terbaru pemerintah yang mendukung peningkatan ekspor tuna berkelanjutan antara lain:
- Ekspansi sertifikasi ecolabel seperti MSC dan Fair Trade untuk kapal-kapal huhate.
- Ekspor langsung dari daerah (direct call) guna mempersingkat rantai pasok dan menekan biaya logistik.
- Implementasi e-logbook dan VMS untuk memperkuat pengawasan dan transparansi penangkapan.
- Kerja sama internasional dengan Jepang, AS, dan Inggris untuk memperluas kuota dan akses pasar.
Pasar Global Makin Membutuhkan Tuna Berkelanjutan
Organisasi pangan dunia dan lembaga konservasi internasional mencatat bahwa stok tuna dunia mulai pulih setelah bertahun-tahun mengalami tekanan akibat penangkapan berlebih (overfishing). Permintaan dari brand besar, seperti perusahaan makanan laut di Eropa dan jaringan supermarket Jepang, kini lebih mengutamakan sustainably caught tuna yang memiliki bukti rantai pasok yang jelas.
Hal ini menjadi momentum besar bagi Indonesia karena:
- Stok tuna Indonesia tergolong stabil di beberapa WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan).
- Nelayan lokal memiliki tradisi penangkapan selektif.
- Produk tuna Indonesia semakin dipercaya pasar karena transparansi data.
Kesimpulan
Dengan permintaan global yang terus meningkat, regulasi yang semakin ketat, serta kemampuan Indonesia menyediakan tuna berkelanjutan melalui metode huhate, peluang ekspor tahun 2025–2026 diperkirakan akan tumbuh signifikan. Indonesia bukan hanya menjadi pemasok tuna terbesar di dunia, tetapi juga berpotensi menjadi pemimpin global dalam industri tuna berkelanjutan.
0 Comments