BI: Bank Lebih Hati-Hati dalam Memberikan Kredit

BI: Bank Lebih Hati-Hati dalam Memberikan Kredit

Perbankan Nasional Masih Hati-Hati Salurkan Kredit, Pertumbuhan Melambat di Juni 2025

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa sektor perbankan nasional masih menunjukkan sikap yang hati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini berdampak pada perlambatan pertumbuhan kredit pada bulan Juni 2025, yang menjadi salah satu indikator penting dalam melihat geliat ekonomi nasional.

Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung pada Rabu, 16 Juli 2025, Perry menjelaskan bahwa kredit perbankan pada Juni hanya tumbuh 7,77% secara tahunan (year-on-year / yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan Mei 2025 yang mencatat pertumbuhan sebesar 8,43% (yoy).

"Dari sisi penawaran, perkembangan ini dipengaruhi oleh perilaku bank yang cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, di tengah pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang justru meningkat menjadi 6,96% (yoy) pada Juni 2025," ujar Perry.

Bank Alihkan Fokus ke Instrumen Lebih Aman

Karena kehati-hatian tersebut, lanjut Perry, banyak bank cenderung menempatkan dana mereka pada instrumen yang lebih aman seperti surat-surat berharga, misalnya Surat Berharga Negara (SBN), serta meningkatkan standar penyaluran kredit (lending standards). Hal ini menandakan bahwa sektor perbankan kini lebih selektif dalam memilih debitur dan sektor usaha yang akan dibiayai.

"Bank juga memperketat kebijakan penyaluran kredit dengan menaikkan standar dan persyaratan, termasuk jaminan, rasio utang terhadap pendapatan (DTI), dan kapasitas pembayaran debitur," jelasnya.

Permintaan Kredit Masih Perlu Didorong

Tak hanya dari sisi penawaran, permintaan kredit dari dunia usaha dan rumah tangga juga belum menunjukkan pemulihan yang signifikan. Perry menyatakan bahwa lemahnya permintaan ini merupakan cerminan dari kegiatan ekonomi yang masih belum optimal. Oleh karena itu, menurutnya, perlu terus dilakukan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar permintaan kredit ikut meningkat.

Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah masih adanya ketidakpastian global, termasuk dampak dari perlambatan ekonomi Tiongkok, tekanan geopolitik, dan kebijakan moneter ketat di sejumlah negara maju, yang turut berimbas pada ekspektasi pelaku usaha di Indonesia.

Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenisnya

Bank Indonesia juga merinci pertumbuhan kredit berdasarkan jenis penggunaannya. Berikut data kredit pada Juni 2025:

  • Kredit Investasi tumbuh sebesar 12,53% (yoy) — menunjukkan peningkatan dari sektor-sektor yang melakukan ekspansi usaha jangka panjang.

  • Kredit Konsumsi naik 8,49% (yoy) — sebagian besar didorong oleh pembiayaan rumah, kendaraan, dan barang tahan lama.

  • Kredit Modal Kerja hanya tumbuh 4,45% (yoy) — menandakan kehati-hatian dunia usaha dalam memperluas aktivitas produksi.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sektor ekonomi yang masih mendominasi penyerapan kredit antara lain adalah perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, serta konstruksi.

Prospek dan Tantangan ke Depan

Melihat kondisi ini, Bank Indonesia tetap menjaga kebijakan moneter yang hati-hati namun pro-stabilitas. Perry menegaskan bahwa BI akan terus mengupayakan sinergi dengan pemerintah dan OJK untuk memperkuat permintaan domestik, menjaga inflasi tetap terkendali, dan menciptakan iklim pembiayaan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Beberapa inisiatif yang tengah didorong BI meliputi:

  • Digitalisasi sektor keuangan melalui QRIS dan BI-FAST

  • Mendorong pembiayaan ke sektor hijau dan UMKM

  • Menurunkan hambatan birokrasi penyaluran kredit lewat kerja sama dengan pemerintah daerah

Di sisi lain, pelaku industri perbankan berharap adanya stimulus fiskal tambahan, percepatan proyek-proyek strategis nasional (PSN), dan perbaikan daya beli masyarakat agar permintaan kredit kembali pulih lebih cepat di paruh kedua tahun ini.


Kesimpulan:
Meskipun pertumbuhan kredit melambat, hal ini lebih disebabkan oleh sikap kehati-hatian perbankan dan masih lemahnya permintaan. Namun, upaya bersama antara BI, pemerintah, dan OJK diharapkan mampu memperkuat pertumbuhan kredit yang berkualitas dan mendorong pemulihan ekonomi nasional secara lebih merata.