BI Guyur Rp 291,8 Triliun ke Perbankan

Bank Indonesia (BI) melaporkan telah menyalurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada perbankan sepanjang tahun ini sebesar Rp 291,8 triliun. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Adapun pemberian insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dilakukan melalui pengurangan giro bank yang tersimpan di Bank Indonesia, dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat peran perbankan dalam pembiayaan sektor riil serta mendukung kebijakan ekonomi pemerintah.
"Hingga minggu kedua Maret 2025, Bank Indonesia telah memberikan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial sebesar Rp 291,8 triliun," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Rabu (19/3/2025).
Perry merinci bahwa insentif likuiditas tersebut disalurkan kepada berbagai kelompok perbankan, yakni bank BUMN (Himpunan Bank Milik Negara/Himbara) sebesar Rp 125,7 triliun, bank umum swasta nasional sebesar Rp 132,8 triliun, dan kantor cabang bank asing sebesar Rp 5,4 triliun.
"Secara sektoral, insentif kebijakan tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, seperti pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) termasuk ultra mikro," tambah Perry.
Dalam penguatan sektor perumahan, Bank Indonesia sebelumnya juga telah meningkatkan insentif likuiditas perbankan untuk penyaluran kredit perumahan menjadi Rp 80 triliun. Langkah ini dilakukan guna mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam target pembangunan 3 juta rumah.
Perry menegaskan bahwa pihak bank sentral memberikan dukungan konkret untuk program perumahan nasional dengan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial bagi bank-bank yang menyalurkan kredit perumahan. Sebelumnya, insentif ini berada pada angka Rp 23,19 triliun, namun kini meningkat secara bertahap menjadi Rp 80 triliun.
"Dari hasil diskusi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, kami akan menaikkan insentif ini secara bertahap hingga Rp 80 triliun guna mendukung program pembangunan perumahan nasional," kata Perry.
Ia menambahkan bahwa program pembangunan perumahan ini tidak hanya akan membantu masyarakat memiliki rumah, tetapi juga akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sebesar 8 persen, sektor konstruksi dan properti menjadi salah satu faktor pendorong utama.
"Pembangunan perumahan memiliki efek berganda (multiplier effect) yang besar terhadap perekonomian. Industri ini akan meningkatkan permintaan terhadap berbagai sektor lain seperti semen, batu bata, baja, serta menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor konstruksi dan jasa terkait," jelas Perry.
Selain itu, Bank Indonesia juga berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan berbagai kebijakan pendukung, termasuk penguatan regulasi makroprudensial dan kerja sama dengan Kementerian Keuangan serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk lebih agresif dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor produktif, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi.
Sejumlah bank juga telah merespons kebijakan ini dengan meningkatkan penyaluran kredit ke sektor riil. Bank Himbara, misalnya, telah meningkatkan pembiayaan bagi UMKM dan sektor produktif lainnya guna mendukung ketahanan ekonomi domestik. Di sisi lain, bank swasta nasional dan bank asing juga mulai memperluas cakupan pembiayaan ke industri manufaktur dan teknologi untuk mendukung transformasi digital nasional.
Dengan adanya berbagai kebijakan insentif ini, diharapkan perbankan dapat semakin aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya beli masyarakat. Bank Indonesia akan terus memantau implementasi kebijakan ini dan melakukan penyesuaian sesuai dengan dinamika ekonomi yang berkembang.
0 Comments