Efek Tarif Impor AS, BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Tembus Segini

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2025 Melambat ke 4,87%, Tertekan Ekspor dan Dinamika Global
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 tumbuh sebesar 4,87% secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 5,02% pada triwulan sebelumnya. Perlambatan ini mencerminkan tekanan dari dinamika global, termasuk dampak kebijakan tarif Amerika Serikat, serta normalisasi belanja pemerintah pasca Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan berada di kisaran tengah 4,7% hingga 5,5% (yoy). “Perkiraan ini mempertimbangkan dampak langsung dan tidak langsung dari kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, yang bisa menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (6/5/2025).
Konsumsi Rumah Tangga dan Momentum Libur Lebaran Jadi Penopang
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan I 2025 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,89% (yoy). Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya aktivitas masyarakat selama periode libur Tahun Baru dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri, termasuk belanja musiman dan perjalanan domestik.
Pertumbuhan konsumsi juga didukung oleh penyaluran bantuan sosial yang tetap berjalan di awal tahun, serta inflasi yang relatif terkendali di bawah 3%, yang menjaga daya beli masyarakat. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka yang menurun menjadi 4,8% juga memberikan dorongan bagi konsumsi.
Investasi Masih Tumbuh, Tapi Pemerintah Tahan Belanja
Investasi mencatatkan pertumbuhan 2,12% (yoy), mencerminkan optimisme pelaku usaha terhadap stabilitas ekonomi dan iklim penanaman modal. Sektor konstruksi dan pembelian mesin serta alat transportasi menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan investasi tersebut.
Sebaliknya, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 1,38% (yoy), seiring dengan normalisasi belanja setelah lonjakan belanja pada triwulan I 2024 yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu dan persiapan proyek strategis nasional. Meski begitu, belanja untuk sektor pendidikan dan kesehatan tetap dijaga agar tidak berdampak pada pelayanan publik.
Sementara itu, konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh sebesar 3,07% (yoy), didorong oleh peningkatan aktivitas sosial dan bantuan masyarakat dari organisasi kemasyarakatan, khususnya selama Ramadan.
Ekspor dan Pariwisata Pulih, Tapi Masih Rentan
Ekspor Indonesia tumbuh sebesar 6,78% (yoy), didukung oleh permintaan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan India, serta oleh ekspor jasa, terutama di sektor pariwisata. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara naik sebesar 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, seiring dengan pelonggaran pembatasan perjalanan di berbagai negara.
Namun, di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi di negara-negara maju, risiko terhadap prospek ekspor masih cukup besar. Penurunan harga komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit dalam beberapa bulan terakhir menjadi perhatian utama, karena berdampak langsung terhadap pendapatan ekspor Indonesia.
Sektor Usaha dan Pertumbuhan Wilayah
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), sektor Industri Pengolahan tetap menjadi motor utama ekonomi nasional, disusul sektor Perdagangan, serta sektor Transportasi dan Pergudangan yang mendapat dorongan signifikan dari tingginya mobilitas masyarakat selama Ramadan dan Lebaran.
Sektor Pertanian mencatatkan pertumbuhan positif, didukung panen raya padi dan jagung di beberapa wilayah sentra produksi. Cuaca yang relatif bersahabat juga membantu mempertahankan produktivitas pertanian.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), yang tumbuh di atas rata-rata nasional. Ini dipicu oleh ekspansi industri tambang dan peningkatan proyek infrastruktur. Wilayah Jawa sebagai pusat ekonomi nasional tetap mendominasi kontribusi terhadap PDB, meskipun pertumbuhannya sedikit melambat dibandingkan tahun lalu.
Tantangan dan Prospek
Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia akan terus mencermati risiko global seperti ketegangan geopolitik, kebijakan suku bunga tinggi oleh bank sentral utama, serta dampak dari potensi fragmentasi perdagangan akibat proteksionisme negara maju.
Kebijakan fiskal 2025 akan difokuskan pada penguatan investasi publik, peningkatan kualitas belanja sosial, serta percepatan proyek hilirisasi industri. Sementara itu, dari sisi moneter, stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi akan menjadi fokus utama Bank Indonesia dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
0 Comments