Gejolak di India dan Pakistan Menambah Tekanan bagi Rupiah

Nilai Tukar Rupiah Tertekan, Bank Indonesia Soroti Konflik India-Pakistan dan Sentimen Global
Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah akan kembali menghadapi tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Asia Selatan. Konflik terbuka antara India dan Pakistan menjadi salah satu faktor terbaru yang memperburuk sentimen pasar, selain tekanan global yang telah berlangsung sejak awal tahun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menyatakan bahwa perkembangan konflik antara dua negara bersenjata nuklir itu telah menambah kekhawatiran pelaku pasar terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan regional.
"Ditambah geopolitik India-Pakistan kelihatannya juga menambah persoalan," kata Erwin dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Ia menambahkan bahwa konflik ini meningkatkan ketidakpastian dan memperkuat arus keluar modal dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ketegangan Memanas di Asia Selatan
Situasi di Asia Selatan memburuk secara signifikan setelah India melancarkan serangan rudal ke wilayah Pakistan pada Rabu pagi, 7 Mei 2025. Serangan ini disebut sebagai respons atas dugaan aktivitas militan di wilayah perbatasan yang diklaim New Delhi sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Sebagai balasan, Pakistan mengerahkan pasukan ke wilayah Kashmir dan menyatakan siap untuk mempertahankan kedaulatannya. PBB dan sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok mendesak kedua pihak untuk menahan diri guna mencegah eskalasi konflik menjadi perang terbuka yang dapat mengguncang stabilitas kawasan.
Efek Domino Terhadap Pasar Keuangan
Kekhawatiran akan eskalasi konflik India-Pakistan memperkuat ketidakpastian yang telah membayangi pasar global akibat kebijakan perdagangan proteksionis dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump baru-baru ini memberlakukan tarif impor tambahan terhadap produk-produk asal Tiongkok dan Eropa, memicu ketegangan baru dalam perang dagang yang sempat mereda pada 2024.
"Sejak awal tahun, pasar keuangan global sudah menghadapi tekanan dari berbagai arah, termasuk dari sisi kebijakan perdagangan global. Sekarang ditambah lagi dengan eskalasi geopolitik, ini menjadi faktor penekan baru terhadap nilai tukar rupiah," jelas Erwin.
BI mencatat bahwa tekanan terhadap rupiah tidak hanya berasal dari pelemahan di pasar valuta asing, tetapi juga akibat dari arus modal asing yang keluar dari pasar modal domestik. Terutama dari pasar saham yang mengalami outflow cukup signifikan.
"Outflow secara akumulasi kalau kita lihat sejak awal tahun, memang secara total kita catatannya masih outflow, terutama dipengaruhi outflow di pasar saham," ujarnya.
Langkah Antisipatif Bank Indonesia
Sebagai respons terhadap tekanan tersebut, Bank Indonesia menegaskan akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Langkah-langkah intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar surat berharga negara (SBN) terus dilakukan secara terukur.
Selain itu, BI juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas fiskal guna menjaga daya tahan perekonomian domestik di tengah ketidakpastian global.
"Kami pastikan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, dengan inflasi yang terkendali dan neraca transaksi berjalan yang membaik. Namun, tantangan eksternal memang harus terus diwaspadai," ujar Erwin.
Proyeksi Nilai Tukar ke Depan
Dalam kondisi ketidakpastian seperti saat ini, pelaku pasar diperkirakan akan lebih memilih aset-aset safe haven seperti dolar AS, emas, dan obligasi pemerintah AS. Hal ini membuat mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, cenderung melemah.
Sejumlah analis memperkirakan rupiah bisa menembus level Rp16.200 per dolar AS dalam jangka pendek, terutama jika konflik India-Pakistan tidak segera mereda dan ketegangan perdagangan global terus berlangsung.
Namun demikian, peluang penguatan rupiah tetap terbuka apabila terjadi deeskalasi konflik atau muncul kebijakan moneter dari bank sentral global yang lebih dovish, seperti pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.
0 Comments