Gaji DPR Jauh Lebih Besar: 44 Kali dari Buruh Jakarta, 110 Kali dari Buruh Jateng

Kontroversi Anggaran "Biaya Jabatan" Anggota DPR: Dari Gaji Pokok ke Angka Fantastis
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kembali mengungkapkan fakta mengejutkan terkait jumlah sesungguhnya biaya jabatan anggota DPR RI yang ditanggung negara. Berdasarkan pagu APBN 2025, total alokasi untuk 580 anggota Dewan diperkirakan mencapai Rp 1,65 triliun per tahun. Jika dibagi rata per anggota per bulan, angka ini menunjukkan total pengeluaran sebesar Rp 237,9 juta per bulan per anggota.
Perlu dicatat, angka tersebut merupakan total biaya jabatan all-in, mencakup gaji pokok (sekitar Rp 4,2 juta/bulan), tunjangan melekat (jabatan, kehormatan, komunikasi intensif, keluarga), serta dukungan kerja berupa tunai dan fasilitas (mobil dinas, listrik, asisten, perjalanan dinas, reses, dan lain-lain).
Jika rencana tunjangan perumahan senilai Rp 50 juta per bulan benar-benar diberlakukan sebagai pengganti rumah jabatan, maka total biaya jabatan per anggota bisa mencapai Rp 287,9 juta per bulan.
Data Rinci Gaji dan Tunjangan — Tidak Sekadar Gaji Pokok
Berdasarkan data yang beredar, berikut adalah rincian komponen gaji dan tunjangan anggota DPR per bulan:
-
Gaji pokok: Rp 4,2 juta
-
Tunjangan keluarga: istri 10% gaji pokok (Rp 420 ribu), anak maksimal 2 anak × 2% (Rp 168 ribu)
-
Uang sidang/paket: Rp 2 juta
-
Tunjangan jabatan: Rp 9,7 juta
-
Tunjangan kehormatan: Rp 5,58 juta
-
Tunjangan komunikasi intensif: Rp 15,55 juta
-
Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan & anggaran: Rp 3,75 juta
-
Bantuan listrik & telepon: Rp 7,7 juta
-
Asisten anggota: Rp 2,25 juta
-
Tunjangan beras: sekitar Rp 30 ribu per jiwa per bulan
-
Fasilitas kredit mobil: Rp 70 juta per periode
-
Biaya perjalanan dan uang representasi harian: ratusan ribu hingga jutaan rupiah per hari
Akumulasi dari komponen-komponen ini membuat penerimaan bulanan total bisa menembus Rp 55–66 juta, belum termasuk tunjangan perumahan dan dana reses.
FITRA: Anggaran vs Kinerja dan Rasio Ketimpangan Sosial
Menurut survei Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA):
-
Alokasi gaji dan tunjangan anggota DPR 2025 mencapai lebih dari Rp 1,6 triliun, rata-rata sekitar Rp 2,8 miliar per orang per tahun, atau lebih dari Rp 230 juta per bulan.
-
Pemberian tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan untuk setiap anggota DPR, sepanjang periode 2024–2029, diperkirakan menghabiskan Rp 1,74 triliun selama lima tahun, atau sekitar Rp 29 miliar per bulan untuk semua anggota.
FITRA menilai kebijakan ini menunjukkan minimnya sense of crisis dan empati DPR terhadap tekanan anggaran nasional. Padahal, ketika pemerintah melakukan efisiensi besar-besaran, DPR justru menambah fasilitas baru yang menguras APBN.
Perbandingan Internasional: Indonesia di Puncak Jurang Ketimpangan
Achmad Nur Hidayat menyoroti bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan ketimpangan yang jauh lebih ekstrem di Indonesia:
-
Di Amerika Serikat, seorang anggota Kongres mendapatkan sekitar USD 174.000 per tahun, dengan rasio penghasilan terhadap pekerja upah minimum sekitar 11–12 kali lipat.
-
Di Inggris, gaji anggota parlemen sekitar £94.000 per tahun, dengan rasio hanya sekitar 4 kali lipat terhadap pekerja berpendapatan minimum.
Di Indonesia, perbandingan lebih mencolok:
-
DPR vs UMP DKI Jakarta (Rp 5,4 juta) adalah 44 kali lipat.
-
DPR vs UMP Jawa Tengah (Rp 2,17 juta) adalah 110 kali lipat.
-
DPR vs guru PNS bersertifikat (Rp 5,5–5,7 juta) mencapai sekitar 43 kali lipat.
Tren Anggaran DPR 2026
Dalam pengusulan RAPBN 2026, Presiden Prabowo Subianto mengajukan anggaran untuk belanja DPR sebesar Rp 9,9 triliun, tidak jauh berbeda dari outlook belanja 2025 sebesar Rp 9,96 triliun.
Namun, realisasi belanja DPR selama lima tahun sebelumnya hanya berada di kisaran Rp 5,4–6 triliun per tahun. Lonjakan ini menuai kritik terkait efisiensi dan kinerja DPR yang dinilai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Tinjauan Kritis dan Implikasi Kebijakan
A. Transparansi & Pemisahan Terminologi
Banyak publik bingung antara “gaji pokok” dan paket biaya jabatan, padahal total pengeluaran negara jauh lebih besar. Transparansi yang lebih baik penting agar masyarakat memahami esensi anggaran publik.
B. Rapuhnya Perimbangan Prioritas APBN
Ketika anggaran difokuskan pada fasilitas politik, sementara sektor esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur menghadapi keterbatasan, pertanyaan soal pembagian prioritas anggaran menjadi legitim.
C. Penerapan Kinerja Sebagai Parameter
Banyak pihak menuntut agar gaji dan tunjangan tidak hanya dihitung berdasarkan jabatan, tetapi juga dikaitkan dengan kehadiran, produktivitas, dan penyelesaian tugas legislasi. Tanpa kriteria kinerja, publik melihat banyak manfaat sebagai privilege kosong.
D. Reformasi Kebijakan Jangka Panjang
-
Kajian ulang paket tunjangan, termasuk house allowance Rp 50 juta.
-
Pertimbangan refund fasilitas jabatan jika kinerja legislasi tidak memenuhi target.
-
Pengendalian ketimpangan antara gaji politisi dan sektor publik yang bekerja di lapangan.
Kesimpulan
-
Biaya jabatan all-in anggota DPR RI per bulan mencapai sekitar Rp 238 juta berdasarkan data APBN 2025. Bila ditambah tunjangan perumahan Rp 50 juta, bisa menembus Rp 288 juta.
-
Gaji pokok sebesar Rp 4,2 juta hanyalah bagian kecil dari keseluruhan paket; tunjangan dan fasilitas menjadikan total penerimaan jauh lebih besar.
-
Perbandingan terhadap profesi lain (guru, buruh) dan negara lain memperlihatkan ketimpangan yang sangat mencolok.
-
Perdebatan terus bergulir mengenai efisiensi, sense of crisis, serta tanggung jawab representasi publik. Anggaran untuk DPR periode 2026 tetap sangat tinggi, menimbulkan kritik kebijakan.
0 Comments