Harga Minyak Naik, Tapi Permintaan di AS Bikin Was-Was

Harga Minyak Menguat Seiring Serangan Drone Ukraina, Tapi Dibayangi Kekhawatiran Permintaan AS
Pada perdagangan Jumat, 12 September 2025, harga minyak mentah menguat setelah serangan drone Ukraina terhadap Pelabuhan Primorsk — pelabuhan ekspor minyak terbesar di Rusia bagian barat laut — yang menyebabkan penghentian sementara pemuatan minyak. Namun, kenaikan harga ini tertahan oleh kekhawatiran tentang perlambatan permintaan di Amerika Serikat serta kelebihan pasokan global.
Detail Kejadian dan Dampaknya
-
Serangan ini menjadi yang pertama kali dilaporkan berhasil menghentikan operasi pemuatan minyak di Primorsk.
-
Terdapat kebakaran pada dua kapal tanker serta satu stasiun pemompaan (pumping station).
-
Gubernur daerah Leningrad, Alexander Drozdenko, menyebutkan bahwa kebakaran berhasil dipadamkan dan tidak ada risiko tumpahan minyak yang serius.
-
Lebih dari 30 drone dilaporkan ditembak jatuh di sekitar wilayah Primorsk.
Perubahan Harga dan Respons Pasar
-
Setelah serangan, harga minyak jenis Brent ditutup pada level USD 66,99 per barel, naik sekitar 0,93% atau USD 0,62.
-
Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) naik sekitar 0,51% menjadi USD 62,69 per barel.
-
Namun, lonjakan awal mereda karena pasar tetap fokus pada data ekonomi Amerika Serikat, termasuk laporan pekerjaan yang direvisi serta inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan.
Faktor Tambahan dan Update Terkini
-
Kelebihan Pasokan Global
Produksi minyak dunia terus meningkat, terutama karena negara-negara OPEC+ melonggarkan pembatasan produksi. Kondisi ini menambah tekanan pada pasar dan berpotensi menahan kenaikan harga. -
Ramalan Permintaan
Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan permintaan minyak dunia akan tumbuh sekitar 740 ribu barel per hari pada 2025. Namun, pertumbuhan lebih banyak terjadi di negara-negara maju, sementara negara berkembang menghadapi konsumsi yang lebih lemah. -
Dampak Serangan Terhadap Rusia
Serangan ke infrastruktur energi Rusia berpotensi mengganggu ekspor minyak mentah dan produk olahannya dalam jangka menengah. Meski demikian, Rusia tetap berusaha menjaga volume ekspor dengan merevisi rencana ekspor minyak dari pelabuhan baratnya naik sekitar 11% untuk September, mencapai sekitar 2,1 juta barel per hari. -
Kekhawatiran Ekonomi AS
Data ekonomi terbaru di Amerika Serikat menunjukkan inflasi yang masih tinggi, ditambah laporan pekerjaan yang direvisi ke bawah. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konsumsi energi bisa melemah jika suku bunga kembali dinaikkan untuk menekan inflasi. -
Proyeksi Harga ke Depan
Administrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan harga minyak Brent bisa turun ke sekitar USD 59 per barel pada kuartal keempat 2025, seiring kenaikan produksi global dan penumpukan stok. Beberapa analis menilai lonjakan harga akibat serangan drone hanya bersifat sementara jika pasokan dari pelabuhan lain mampu menggantikan volume yang terganggu.
Kesimpulan
Pasar minyak global saat ini berada di antara dua tekanan besar: risiko pasokan akibat konflik dan serangan terhadap infrastruktur energi Rusia, serta risiko permintaan dari ekonomi global yang melambat, terutama di Amerika Serikat.
Serangan di Primorsk memang mendorong kenaikan harga minyak dalam jangka pendek. Namun, faktor-faktor seperti kelebihan pasokan dan kekhawatiran lemahnya permintaan membuat kenaikan harga sulit bertahan lama.
0 Comments