Konflik di Selat Hormuz: Cara Indonesia Jaga Ekonomi dan Harga BBM

Konflik di Selat Hormuz: Cara Indonesia Jaga Ekonomi dan Harga BBM

‘Elu Jual, Gue Beli’: Ketegangan Iran vs Israel Memuncak, Risiko Krisis Energi Global Semakin Nyata

Konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang telah berlangsung lebih dari 10 hari sejak 13 Juni 2025 semakin memanas dan berpotensi memicu krisis energi dunia. Perang ini bermula ketika Israel meluncurkan serangan rudal ke kota Teheran, yang kemudian direspons keras oleh Iran, termasuk ancaman penutupan Selat Hormuz, jalur vital perdagangan minyak global yang dikuasai Iran di sisi utara.

Iran Tegaskan Komitmen Menutup Selat Hormuz

Pada Minggu, 22 Juni 2025, Esmaeil Kowsari, anggota senior parlemen Iran dari Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri, mengumumkan bahwa parlemen Iran sepakat untuk menutup Selat Hormuz sebagai balasan atas serangan-serangan yang dilakukan Amerika Serikat dan Israel, serta diamnya komunitas internasional terhadap eskalasi ini. Kowsari menegaskan keputusan akhir tetap berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Selat Hormuz, yang berada di antara Teluk Persia dan Teluk Oman, merupakan jalur laut sempit sepanjang 21 mil pada titik tersempitnya. Meski kecil secara geografis, kawasan ini merupakan urat nadi ekspor minyak mentah dunia, mengingat sekitar 20 juta barel minyak — atau satu per lima dari produksi minyak global harian — melewati Selat ini setiap hari, menurut data Badan Informasi Energi AS (EIA).

Rob Thummel, manajer portofolio senior di Tortoise Capital, perusahaan investasi energi, memperingatkan bahwa gangguan di Selat Hormuz bisa membuat harga minyak dunia melonjak drastis hingga menyentuh angka USD 100 per barel.

Pernyataan Keras dari Pemimpin Tertinggi Iran

Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, menyerukan penutupan segera Selat Hormuz sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional. Ia menyebut Selat Hormuz sebagai “jalan hidup ekonomi global,” yang bila ditutup, akan mengguncang stabilitas pasar energi dunia dan menekan ekonomi negara-negara konsumen minyak utama.

Dampak Pasar Energi Dunia: Goldman Sachs dan Risiko Lonjakan Harga Minyak

Goldman Sachs memperingatkan risiko serius terhadap pasokan energi global. Dalam laporannya, yang dikutip oleh Yahoo Finance, Goldman Sachs memperkirakan jika pasokan minyak melalui Selat Hormuz berkurang hingga 50% selama satu bulan, harga minyak Brent bisa melonjak hingga USD 110 per barel. Penurunan tersebut bisa berlanjut hingga 10% selama 11 bulan berikutnya, sebelum harga kembali menurun secara bertahap.

Data Polymarket bahkan menunjukkan pasar kini memberikan probabilitas 52% bahwa Iran benar-benar akan menutup Selat Hormuz pada 2025. Dalam skenario lain, penurunan pasokan minyak Iran sebesar 1,75 juta barel per hari selama enam bulan diprediksi dapat mendorong harga Brent mencapai USD 90 per barel, sebelum akhirnya turun ke kisaran USD 60 pada tahun 2026.

Risiko Gangguan Pasokan Minyak untuk Asia

Selat Hormuz bukan hanya penting bagi pasar minyak global, tapi khususnya krusial bagi Asia. Sekitar 84% minyak mentah dan 83% gas alam cair yang melewati Selat ini pada tahun lalu memasok pasar Asia, termasuk Tiongkok, India, dan Korea Selatan.

Tiongkok, sebagai pembeli minyak terbesar dari Iran, mengimpor sekitar 5,4 juta barel per hari lewat Selat Hormuz pada kuartal pertama tahun 2025. India dan Korea Selatan juga merupakan importir besar, masing-masing sekitar 2,1 juta dan 1,7 juta barel per hari. Bandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa yang hanya mengimpor sekitar 400.000 dan 500.000 barel per hari dari jalur ini.

Reaksi Internasional dan Upaya Diplomasi

Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyerukan de-eskalasi dan menjaga stabilitas di kawasan Teluk Persia. Juru bicara kementerian, Guo Jiakun, menegaskan pentingnya keamanan jalur laut ini bagi kepentingan ekonomi global dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri agar konflik tidak meluas.

Sementara itu, Menteri Perminyakan dan Gas Alam India, Hardeep Singh Puri, meyakinkan pasar bahwa India telah berhasil mendiversifikasi sumber pasokan minyaknya untuk mengurangi ketergantungan pada jalur Selat Hormuz, namun tetap waspada terhadap potensi gangguan yang bisa mempengaruhi harga energi domestik.

Peran Amerika Serikat dan Aliansi Baru

Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik ini semakin memperumit situasi. Setelah bergabung mendukung Israel dalam serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, AS menghadapi tekanan besar dari sekutu dan negara-negara di Timur Tengah agar menjaga kestabilan wilayah.

Sementara itu, sekutu regional Iran seperti Hizbullah dan milisi pro-Iran di Irak dan Suriah juga mulai melakukan serangan balasan terhadap target-target Israel, menambah dimensi konflik menjadi lebih luas dan kompleks.

Prospek Ke Depan dan Implikasi Global

Para analis memperingatkan bahwa konflik ini jika tidak segera diredakan, bisa menyebabkan gangguan pasokan energi yang berkepanjangan dengan dampak resesi ekonomi global akibat kenaikan harga minyak dan gas. Negara-negara konsumen utama akan dipaksa mencari alternatif sumber energi dan jalur perdagangan baru, sementara negara-negara penghasil minyak mungkin menghadapi tekanan ekonomi dari fluktuasi harga.

Dalam jangka panjang, ketegangan ini juga dapat mempercepat transisi energi dunia menuju sumber energi terbarukan sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada minyak dari wilayah rawan konflik.