Latih 240 Ribu Pengawas Koperasi Desa Merah Putih, Kemenkop Butuh Rp 1,2 Triliun

Latih 240 Ribu Pengawas Koperasi Desa Merah Putih, Kemenkop Butuh Rp 1,2 Triliun

Kemenkop UKM Ajukan Anggaran Rp 1,2 Triliun untuk Pelatihan 240 Ribu Pengawas Koperasi Desa Merah Putih, Fokus Tingkatkan SDM dan Tata Kelola

Jakarta, 16 April 2025 — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menyampaikan kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun untuk menyelenggarakan pelatihan bagi sekitar 240 ribu calon pengawas Koperasi Desa (KopDes) Merah Putih di seluruh Indonesia. Anggaran ini difokuskan untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia dalam rangka memperkuat tata kelola koperasi di tingkat desa.

Deputi Bidang Pengawasan Koperasi Kemenkop UKM, Herbert H. O. Siagian, menjelaskan bahwa alokasi tersebut merupakan estimasi minimum yang dibutuhkan hanya untuk kegiatan pelatihan pengawasan koperasi. "Itu minimal (Rp 1,2 triliun) dan itu untuk pelatihan aja," ujar Herbert dalam konferensi pers "KopDes Merah Putih" yang digelar di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, pada Rabu (16/4/2025).

Herbert menambahkan bahwa anggaran ini belum mencakup kebutuhan program lain yang akan digulirkan oleh deputi-deputi lain di kementerian. "Kayaknya lebih sih kalian pikirkan deh, soalnya kan di sini deputi kan ada berapa, saya enggak tahu yang lain mau bikin apa. Yang lain kan juga mempunyai program-program dalam mendukung koperasi desa Merah Putih. Saya nggak tahu, ini untuk di pengawasan aja nih," ujarnya.

Rincian Program Pelatihan

Pelatihan untuk calon pengawas koperasi dirancang berlangsung selama lima hari, dengan total durasi sekitar 25 hingga 30 jam pelajaran. Para peserta akan menjalani 8 hingga 10 modul pelatihan, yang disusun untuk mencakup berbagai aspek teknis dan strategis pengawasan koperasi. Fokus utama pelatihan adalah pada pendekatan manajemen risiko, akuntabilitas, serta tata kelola koperasi yang modern dan transparan.

"Biasa satuan pelatihan itu kita merefer ke kegiatan pelatihan selama lebih kurang 5 hari, itu sekitar 25 atau 30 jam pelajaran untuk orang dewasa," jelas Herbert.

Pelatihan ini akan dilakukan secara berjenjang dan berbasis wilayah, melibatkan narasumber dari kalangan akademisi, praktisi koperasi, serta pengawas senior yang sudah berpengalaman. Dalam proses pelatihan, peserta juga akan diberikan simulasi kasus, diskusi kelompok, dan ujian evaluasi sebagai bagian dari proses sertifikasi.

Latar Belakang Program KopDes Merah Putih

Program Koperasi Desa Merah Putih merupakan inisiatif strategis pemerintah dalam mendorong pemerataan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa melalui koperasi. Dengan pendekatan kelembagaan yang diperkuat, KopDes Merah Putih diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.

Menurut data Kemenkop UKM, saat ini terdapat lebih dari 127.000 koperasi aktif di Indonesia, namun hanya sebagian kecil yang memiliki struktur pengawasan yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM, khususnya di sektor pengawasan, dinilai menjadi langkah penting dalam menghindari praktik korupsi, tata kelola buruk, serta kegagalan manajemen yang selama ini menjadi tantangan utama koperasi di daerah.

Dukungan dan Kolaborasi Antar-Lembaga

Kemenkop UKM juga telah menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), untuk menjamin standar kompetensi dan mutu pelatihan. Rencananya, sertifikat yang diterbitkan pasca pelatihan akan terakreditasi dan dapat digunakan sebagai syarat dalam pengangkatan pengawas koperasi resmi di daerah.

Selain itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan teknologi digital dalam pengawasan koperasi, melalui sistem pelaporan dan audit digital berbasis aplikasi yang sedang dikembangkan oleh Kemenkop UKM. Dengan langkah ini, pengawasan koperasi akan menjadi lebih transparan, efisien, dan dapat dipantau secara real-time oleh kementerian pusat.

Tantangan Pelaksanaan

Meski ambisius, program ini juga menghadapi tantangan besar, terutama dari sisi pendanaan dan logistik. Pelatihan terhadap ratusan ribu orang dalam kurun waktu terbatas membutuhkan sinergi antar-lembaga, infrastruktur pelatihan yang memadai, serta sistem monitoring dan evaluasi yang ketat.

Herbert menyebut, jika seluruh pelatihan dilakukan secara tatap muka, maka perlu dipersiapkan lokasi, penginapan, konsumsi, serta insentif bagi peserta. Untuk itu, skema pelatihan hybrid—kombinasi daring dan luring—juga sedang dipertimbangkan agar dapat menekan biaya tanpa mengurangi efektivitas pelatihan.