Miliarder Pendukung Donald Trump Memaki Sang Presiden, Kesal Perang Dagang Bikin Susah

Ken Griffin Kecam Kebijakan Tarif Trump, Sebut Rusak Reputasi Global AS dan Kepercayaan Investor
Washington, 24 April 2026 — Ken Griffin, CEO Citadel dan salah satu miliarder paling berpengaruh di sektor keuangan Amerika Serikat, melontarkan kritik tajam terhadap mantan Presiden Donald Trump atas kebijakan tarif impor yang dinilainya merusak reputasi dan kredibilitas Amerika Serikat di mata dunia. Dalam pernyataan yang jarang terdengar tajam dari seorang pendonor besar Partai Republik, Griffin menuduh kebijakan Trump menciptakan ketidakstabilan global dan mengikis kepercayaan terhadap institusi keuangan Amerika.
Berbicara di KTT Ekonomi Dunia Semafor di Washington, Griffin menyampaikan kekecewaannya dengan nada emosional. "Amerika Serikat lebih dari sekadar negara. Ini adalah citra global—kekuatan budaya, finansial, dan militer. AS adalah aspirasi banyak negara. Namun, kita sedang mengikis citra itu sekarang," ujarnya, seperti dilansir CNN.
Griffin, yang mendirikan Citadel—salah satu hedge fund terbesar di dunia dengan dana kelolaan lebih dari USD 60 miliar—menekankan bahwa dampak dari perang dagang yang dipicu tarif impor Trump telah menimbulkan keresahan yang signifikan di kalangan investor global. Menurutnya, investor kini ragu untuk menempatkan dana mereka di aset-aset keuangan Amerika, khususnya obligasi pemerintah AS atau US Treasuries.
Merek “US Treasuries” di Ujung Tanduk
Griffin menggambarkan US Treasuries sebagai "merek kepercayaan" dalam pasar global. “Seperti halnya konsumen memilih produk karena merek yang dipercaya, di dunia keuangan, tidak ada yang menyamai merek US Treasuries. Ini adalah simbol stabilitas dan kredibilitas,” jelasnya. “Namun saat ini, kita mempertaruhkan merek itu karena tindakan kebijakan yang sembrono.”
Obligasi pemerintah AS selama ini dikenal sebagai aset safe haven—tempat perlindungan saat gejolak ekonomi global melanda. Namun tren ini mulai bergeser dalam beberapa bulan terakhir, seiring meningkatnya kekhawatiran akan arah kebijakan ekonomi AS di bawah pengaruh politik populis.
Data terbaru dari Departemen Keuangan AS menunjukkan peningkatan volatilitas dalam lelang obligasi pemerintah, serta penurunan permintaan dari investor asing, khususnya dari China dan Jepang, dua pemegang surat utang AS terbesar. Laporan Bloomberg awal April ini mencatat bahwa kepemilikan China atas US Treasuries telah turun ke level terendah sejak 2009, di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi AS.
Dampak Lebih Luas terhadap Ekonomi Global
Griffin menambahkan bahwa dampak dari kebijakan tarif bukan hanya merusak ekonomi global, tetapi juga menimbulkan luka permanen pada reputasi Amerika sebagai pemimpin ekonomi yang rasional dan dapat diprediksi. “Investor tidak hanya mencari keuntungan, mereka mencari kepastian hukum, konsistensi kebijakan, dan rasionalitas—semua hal yang kini dipertanyakan,” katanya.
Ekonom dari Institute of International Finance (IIF) memperkirakan bahwa kebijakan tarif Trump pada masa jabatannya sebelumnya menyebabkan kerugian lebih dari USD 300 miliar dalam perdagangan global, dengan efek limpahan ke inflasi dan gangguan rantai pasok yang masih terasa hingga kini.
Politik dan Prospek 2026
Komentar Griffin datang pada saat yang sensitif secara politik, menjelang pemilihan presiden AS 2026. Meski dikenal sebagai donatur besar Partai Republik, Griffin semakin vokal menentang sayap populis partai yang didorong oleh Trump dan para pendukung setianya. Dalam wawancara terpisah dengan Financial Times, Griffin menyatakan keinginannya untuk melihat "generasi baru pemimpin" dalam Partai Republik yang lebih fokus pada stabilitas pasar, inovasi, dan kebijakan fiskal berkelanjutan.
Sementara itu, kampanye Trump terus menekankan retorika proteksionis, berjanji untuk "mengembalikan pabrik-pabrik ke tanah Amerika" melalui kebijakan tarif tambahan jika terpilih kembali. Namun para analis menilai, pendekatan semacam itu hanya akan memperburuk fragmentasi perdagangan global dan memperlemah posisi AS sebagai pusat keuangan dunia.
Penutup
Seruan keras Ken Griffin mencerminkan keprihatinan yang semakin meluas di kalangan pelaku pasar terhadap arah kebijakan ekonomi AS. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi yang membayangi, suara dari tokoh-tokoh seperti Griffin mungkin menjadi penentu dalam perdebatan kebijakan menjelang Pilpres 2026—apakah AS akan tetap menjadi mercusuar stabilitas global, atau terjebak dalam pusaran populisme ekonomi yang merusak fondasi kepercayaannya sendiri.
0 Comments