Pemerintah Siapkan Komite Keuangan Berkelanjutan, Apa Fungsinya?

Pemerintah Siapkan Komite Keuangan Berkelanjutan, Apa Fungsinya?

Indonesia Perkuat Komitmen Transisi Hijau, Bentuk Komite Keuangan Berkelanjutan

Pemerintah Indonesia terus memperkuat upaya transisi menuju ekonomi hijau melalui pembentukan Komite Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance Committee/SFC) yang saat ini tengah dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Pembentukan Komite ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang menjadi tonggak penting dalam membangun sistem keuangan yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan.

Landasan Hukum dan Peran Strategis Komite

Saat ini, peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar pelaksanaan operasional Komite tengah dalam proses penyusunan. Komite ini dirancang untuk menjadi pusat koordinasi nasional dalam mengarahkan dan memperkuat agenda pembiayaan berkelanjutan, termasuk upaya mengatasi perubahan iklim dan mendorong pembangunan ekonomi rendah karbon.

Untuk mendukung penyusunan struktur dan tata kelola Komite ini, Green Finance Institute (GFI)—sebuah lembaga internasional yang berbasis di Inggris dan dikenal sebagai pakar dalam keuangan hijau—telah berperan aktif. Didukung oleh Foreign, Commonwealth and Development Office (FCDO) UK, GFI bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dalam menyusun Kertas Putih (White Paper) yang berisi usulan teknis pembentukan Komite.

Dokumen ini tidak hanya mengusulkan struktur kelembagaan, tetapi juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dan peran strategis SFC dalam mempercepat mobilisasi pembiayaan hijau, khususnya dari sektor swasta dan investor global.

Tantangan Pembiayaan Iklim di Indonesia

Meskipun Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam agenda perubahan iklim, tantangan terbesar yang masih dihadapi adalah kesenjangan pembiayaan iklim. Berdasarkan Laporan Climate Budget Tagging (CBT) dari Kementerian Keuangan untuk periode 2018–2023, alokasi anggaran tahunan rata-rata untuk kegiatan terkait iklim hanya mencapai 3,2% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atau sekitar Rp 89,2 triliun (US$ 5,9 miliar) per tahun.

Secara kumulatif, hingga akhir 2023, total belanja publik untuk inisiatif iklim mencapai Rp 702,9 triliun (US$ 46,9 miliar). Namun, menurut perhitungan Kementerian Keuangan dan mitra internasional seperti UNDP dan Climate Policy Initiative (CPI), kebutuhan pendanaan untuk transisi energi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia mencapai US$ 281 miliar hingga 2030, yang berarti kontribusi negara masih jauh dari mencukupi.

“Mengingat kesenjangan yang signifikan ini, mobilisasi investasi dari sektor swasta menjadi sangat krusial,” ujar Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan dalam pernyataan tertulis, Sabtu (17/5/2025).

Arah Baru: Taksonomi Hijau dan Obligasi Berkelanjutan

Selain pembentukan Komite, Indonesia juga tengah memperkuat kerangka keuangan berkelanjutan lainnya, seperti pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia, yang saat ini memasuki fase kedua. Taksonomi ini menjadi panduan penting bagi investor untuk mengidentifikasi proyek-proyek ramah lingkungan yang layak dibiayai.

Seiring dengan itu, pemerintah juga memperluas instrumen pembiayaan hijau melalui penerbitan obligasi hijau (green bonds) dan sukuk hijau (green sukuk). Hingga awal 2025, Indonesia telah menerbitkan lebih dari US$ 7 miliar green sukuk di pasar global, menjadikannya salah satu negara berkembang paling aktif dalam pembiayaan hijau berbasis syariah.

Keterlibatan Internasional dan Agenda COP30

Langkah Indonesia ini juga mencerminkan kesiapan negara dalam menyongsong COP30, Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan digelar pada 2025 di Brasil. Indonesia ditargetkan untuk memperbarui komitmen nasional dalam kerangka Nationally Determined Contributions (NDCs), termasuk meningkatkan ambisi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43,2% pada 2030 dengan dukungan internasional.

Di tengah meningkatnya perhatian global terhadap risiko iklim, pembentukan Komite Keuangan Berkelanjutan akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin di antara negara berkembang dalam hal inovasi pembiayaan hijau. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor global, memperluas akses pendanaan internasional, serta menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Pembentukan Komite Keuangan Berkelanjutan menandai langkah konkret Indonesia dalam memperkuat arsitektur pembiayaan hijau nasional. Dengan dukungan regulasi, sinergi kelembagaan, dan kerja sama internasional, Indonesia berupaya menutup kesenjangan pendanaan iklim sekaligus mempercepat transisi menuju pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.