Bank Dunia Sebut 60% Rakyat Indonesia Miskin, Bagaimana Faktanya?

Pengamat Ekonomi Klarifikasi Klaim “60 Persen Rakyat Indonesia Miskin”, Sebut Tidak Tepat dan Berpotensi Menyesatkan
Pengamat ekonomi dan perbankan, Doddy Ariefianto, memberikan klarifikasi atas viralnya klaim bahwa 60 persen rakyat Indonesia tergolong miskin. Klaim ini muncul seiring dengan dirilisnya laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 oleh Bank Dunia, yang menyebut bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah 6,85 dolar AS per hari, atau sekitar Rp108 ribu per hari (kurs Rp15.800 per dolar AS).
Menurut Doddy, angka tersebut tidak secara otomatis menandakan bahwa mayoritas rakyat Indonesia masuk dalam kategori miskin. Ia menjelaskan bahwa Bank Dunia sendiri memiliki tiga tingkatan pengukuran kemiskinan global, yaitu:
- US$2,15 per hari – untuk mengukur kemiskinan ekstrem (absolute poverty),
- US$3,65 per hari – standar untuk negara dengan pendapatan menengah ke bawah (lower-middle income),
- US$6,85 per hari – standar untuk negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income), seperti Tiongkok dan Thailand.
“Saya pribadi lebih setuju dengan standar US$3,65 per hari untuk mengukur kondisi di Indonesia. Jika menggunakan standar US$6,85, angka 60 persen itu terdengar sangat tinggi dan dapat menimbulkan kesan bahwa Indonesia berada dalam krisis kemiskinan. Padahal, kita bukan negara gagal, dan insyaallah tidak menuju ke sana,” ujar Doddy dalam pernyataan yang dikutip dari Antara, Jumat (16/5/2025).
Menafsirkan Data Secara Kontekstual
Doddy menekankan bahwa angka 60,3 persen yang disebut dalam laporan Bank Dunia bukanlah indikasi dari kemiskinan absolut, melainkan mengacu pada standar garis pengeluaran berdasarkan klasifikasi negara berpendapatan menengah atas. Penggunaan standar US$6,85 sebagai tolok ukur tidak berarti bahwa mereka yang berada di bawahnya secara otomatis hidup dalam kemiskinan.
“Banyak orang menyamakan pendapatan di bawah US$6,85 per hari sebagai miskin, padahal standar ini lebih cocok digunakan untuk negara seperti Malaysia atau China yang sudah lebih maju dalam berbagai aspek pembangunan,” jelas Doddy.
Fakta Tambahan dan Perbandingan Regional
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 mencatat bahwa tingkat kemiskinan absolut di Indonesia berada pada angka 9,03 persen atau sekitar 25 juta orang, berdasarkan garis kemiskinan nasional. Angka ini mengalami penurunan dari 9,36 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya, menunjukkan tren positif dalam penanggulangan kemiskinan.
Sebagai perbandingan, berdasarkan standar US$2,15 per hari milik Bank Dunia, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia berada di bawah 2 persen, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kemajuan signifikan dalam pengentasan kemiskinan ekstrem selama dua dekade terakhir.
Tantangan dan Arah Kebijakan
Meski angka kemiskinan ekstrem rendah, tantangan terbesar bagi Indonesia adalah mengurangi kerentanan ekonomi di kalangan kelompok berpenghasilan menengah ke bawah. Banyak dari mereka berada dalam kategori “near-poor” atau rentan jatuh miskin kembali jika terkena guncangan ekonomi, seperti kenaikan harga pangan, kehilangan pekerjaan, atau bencana alam.
Pemerintah Indonesia, melalui program seperti Bansos, Kartu Prakerja, dan Program Keluarga Harapan (PKH), terus berupaya menjaga daya beli masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam beberapa kesempatan juga menyampaikan bahwa salah satu fokus utama APBN 2025 adalah memperkuat jaring pengaman sosial, memperluas akses pendidikan dan kesehatan berkualitas, serta mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif.
Penutup: Perlunya Komunikasi Data yang Bertanggung Jawab
Doddy menutup pernyataannya dengan imbauan agar publik dan media berhati-hati dalam menafsirkan data ekonomi, terutama dari lembaga internasional. Tanpa pemahaman konteks dan metodologi, data yang seharusnya digunakan untuk merancang kebijakan bisa menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
“Data bukan hanya angka, tapi juga narasi. Dan narasi itu bisa membangun atau menghancurkan persepsi tentang masa depan bangsa,” ujar Doddy.
0 Comments