Prabowo: Pajak yang Besar untuk Orang yang Berpenghasilan Besar

Presiden Prabowo Janji Kaji Pajak Penghasilan Buruh, Fokus Pajak Tinggi untuk Orang Kaya
Presiden terpilih Prabowo Subianto berkomitmen untuk melakukan kajian ulang terhadap skema pengenaan pajak penghasilan (PPh), khususnya bagi pekerja berpenghasilan rendah hingga menengah. Komitmen ini disampaikan saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Kamis, 1 Mei 2025.
Dalam acara yang dihadiri ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan keluhan langsung kepada Prabowo terkait beban pajak yang dianggap semakin memberatkan para buruh. Menurut Iqbal, banyak pekerja kini harus menanggung potongan PPh yang dirasa tidak adil, terutama karena mereka tidak mendapatkan insentif atau pesangon yang memadai.
“Saya akan kembali pelajari masalah pajak. Pajak yang besar untuk orang yang penghasilannya besar. Lo (buruh) orang gajinya enggak besar, jadi ngapain dipajak,” ujar Prabowo disambut sorak sorai buruh. Ia menambahkan bahwa masalah ini akan menjadi tugas utama Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, yang rencananya akan dibentuk dalam waktu dekat.
Fokus pada Keadilan Pajak
Pernyataan Prabowo mencerminkan arah kebijakan fiskal baru yang berorientasi pada keadilan sosial. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo telah menyuarakan bahwa sistem perpajakan harus berpihak pada mayoritas rakyat dan tidak menambah beban kelompok rentan. Kajian terhadap PPh bagi buruh berpenghasilan rendah ini juga menjadi bagian dari visi besar pemerintahannya untuk menciptakan “keadilan ekonomi dan kemakmuran berkeadilan.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pernyataan terpisah menyatakan bahwa pihaknya membuka diri terhadap dialog terbuka bersama serikat buruh dan akademisi dalam menyusun formula PPh yang lebih progresif, adil, dan proporsional.
Kenaikan PPN untuk Barang Mewah: Bukan untuk Barang Kebutuhan Pokok
Selain soal PPh, Prabowo juga menanggapi kekhawatiran publik terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada awal tahun 2025. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk barang kebutuhan pokok masyarakat, melainkan hanya dikenakan untuk barang dan jasa mewah.
“Pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN hanya dikenakan terhadap barang dan jasa tertentu yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat mampu. Seperti jet pribadi, kapal pesiar, atau rumah sangat mewah,” jelas Prabowo.
Pemerintah memastikan bahwa barang-barang esensial seperti beras, minyak goreng, bahan bakar subsidi, obat-obatan generik, dan layanan kesehatan tetap bebas PPN atau dikenakan tarif rendah.
Respons Dunia Usaha dan Ekonom
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menyambut baik sinyal positif dari Presiden untuk meninjau ulang skema PPh. Ia menyatakan bahwa kebijakan perpajakan yang berkeadilan akan memperkuat daya beli masyarakat dan mengurangi ketimpangan pendapatan.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa wacana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional juga dapat menjadi forum yang efektif untuk meredam ketegangan antara pengusaha dan buruh.
“Penting agar kebijakan tidak bersifat populis semata, tapi tetap mempertimbangkan kesinambungan fiskal negara,” ujar Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani.
Fakta Tambahan: Potret Pajak di Indonesia
- Berdasarkan data OECD, rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih tergolong rendah, hanya sekitar 10,4% pada 2024, jauh di bawah rata-rata negara-negara berkembang.
- Pemerintah sedang menargetkan peningkatan rasio pajak menjadi 15% terhadap PDB pada 2027, namun melalui skema yang adil dan tidak membebani rakyat kecil.
- Sekitar 60% wajib pajak di Indonesia termasuk dalam kelompok penghasilan rendah hingga menengah, yang menjadi perhatian utama dalam reformasi kebijakan pajak mendatang.
Penutup
Janji Presiden Prabowo untuk mengkaji ulang PPh bagi buruh dan menegaskan kembali kebijakan PPN hanya untuk barang mewah menunjukkan arah kebijakan yang lebih pro-rakyat. Ke depan, tantangan pemerintah adalah menemukan titik keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan perlindungan terhadap kelompok ekonomi rentan, termasuk buruh.
Langkah konkret seperti pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, revisi UU Pajak, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan pajak publik, akan menjadi kunci keberhasilan agenda reformasi fiskal di bawah pemerintahan
Prabowo-Gibran.
0 Comments