RUU ‘One Big Beautiful Bill’ ala Donald Trump Bisa Bikin Investor AS Ragu Masuk ke Indonesia – Kenapa?

RUU One Big Beautiful Bill Donald Trump Segera Disahkan, Investasi AS ke Indonesia Terancam Lesu
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan akan segera menandatangani rancangan undang-undang kontroversial yang disebut One Big Beautiful Bill (BBB), sebuah kebijakan ekonomi ambisius yang berisi pemangkasan pajak secara permanen bagi kalangan pengusaha AS. Meskipun bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, kebijakan ini diprediksi membawa dampak besar terhadap aliran investasi luar negeri, termasuk ke Indonesia.
Potongan Pajak Permanen, Daya Saing Global AS Meningkat
RUU BBB memberikan insentif berupa pemotongan pajak korporasi permanen hingga tingkat mendekati 15%. Langkah ini memperkuat posisi daya saing Amerika Serikat secara global, terutama dalam menarik modal dari para investor besar. Selain itu, berbagai insentif tambahan, seperti kredit pajak untuk manufaktur dalam negeri dan pemotongan pajak atas keuntungan yang direpatriasi, semakin membuat Amerika menjadi destinasi investasi yang menarik—bahkan bagi perusahaan multinasional yang sebelumnya lebih memilih ekspansi ke negara berkembang.
Presiden Trump menyebut RUU ini sebagai langkah untuk “mengembalikan kejayaan ekonomi Amerika” dengan menumbuhkan lapangan kerja, menghidupkan sektor manufaktur, dan mengurangi ketergantungan pada rantai pasok luar negeri.
Indonesia Berpotensi Kehilangan Daya Tarik Investasi
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, mengungkapkan bahwa walaupun dampaknya tidak akan langsung besar, tetap ada konsekuensi yang perlu diwaspadai Indonesia.
“Dampaknya mungkin tidak besar secara langsung, tapi tetap signifikan. Salah satu yang paling terasa adalah menurunnya daya tarik investasi di Indonesia. Dengan pajak lebih rendah dan insentif menarik di Amerika, banyak perusahaan—terutama yang memiliki basis di AS—akan mempertimbangkan untuk memindahkan basis produksinya kembali ke Amerika,” ujar Ronny saat dihubungi pada Jumat, 4 Juli 2025.
Menurutnya, tren reshoring atau pemindahan kembali industri ke dalam negeri AS yang sudah dimulai sejak pandemi COVID-19 kini mendapat dorongan besar dari kebijakan baru ini. Selain itu, tarif masuk ke pasar AS yang tinggi terhadap produk impor membuat produksi langsung di dalam negeri menjadi strategi yang lebih hemat biaya.
Tantangan Tambahan: Daya Saing Indonesia yang Melemah
Ronny juga menyoroti bahwa Indonesia sedang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan di tahun ini, dengan daya saing yang menurun akibat berbagai faktor, seperti infrastruktur belum merata, biaya logistik tinggi, serta ketidakpastian regulasi investasi asing.
“Kalau insentif pajak di AS membuat pengusaha lebih tertarik kembali ke negeri sendiri, dan Indonesia tidak mampu menawarkan sesuatu yang lebih kompetitif, kita akan tertinggal dalam kompetisi memperebutkan investasi global,” jelas Ronny.
Tren Global: Negara Lain Bereaksi Cepat
Negara-negara pesaing Indonesia dalam menarik investasi asing, seperti Vietnam, India, dan Meksiko, sudah mulai menyesuaikan kebijakan mereka. Vietnam, misalnya, telah memperpanjang periode tax holiday untuk investor asing hingga 15 tahun, sementara India tengah menggodok revisi pajak pendapatan perusahaan menjadi 17% untuk sektor manufaktur strategis.
Indonesia, sementara itu, masih disibukkan dengan reformasi pajak dan RUU Perpajakan Digital yang justru bisa menambah beban bagi perusahaan teknologi asing yang ingin berekspansi.
Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?
Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan langkah responsif agar tidak tertinggal. Beberapa opsi kebijakan yang direkomendasikan oleh para analis mencakup:
-
Menyederhanakan proses perizinan dan investasi melalui harmonisasi OSS (Online Single Submission).
-
Memberikan insentif fiskal dan non-fiskal yang kompetitif, khususnya untuk sektor prioritas seperti energi terbarukan, semikonduktor, dan ekonomi digital.
-
Memperbaiki iklim usaha dengan kepastian hukum dan regulasi yang konsisten.
-
Menjalin perjanjian bilateral yang memberikan akses lebih besar bagi perusahaan Indonesia ke pasar AS.
Penutup: Peluang atau Ancaman?
Meski RUU BBB dirancang untuk menguntungkan ekonomi AS, Indonesia dan negara berkembang lainnya tidak boleh berpangku tangan. Jika tidak diantisipasi dengan cepat dan tepat, kebijakan ini bisa membuat arus investasi asing menjauh dari Indonesia. Namun sebaliknya, dengan respons yang cerdas dan proaktif, Indonesia tetap bisa menjadi pilihan menarik di mata investor global—terutama mereka yang ingin diversifikasi dari pasar yang sudah jenuh.
0 Comments