Olahraga Padel Kena Pajak 10%, Ini Penjelasan Pemprov DKI Jakarta

Polemik Pajak 10% untuk Olahraga Padel: Ini Penjelasan Lengkap Pemprov DKI Jakarta dan Fakta Terbarunya
Olahraga padel kini tengah menjadi tren baru di kalangan masyarakat urban, terutama di wilayah Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Dengan konsep permainan yang mirip tenis namun dimainkan di lapangan berdinding kaca, padel menarik banyak peminat dari kalangan muda hingga profesional. Meski masih tergolong baru, olahraga ini sudah menjamur di berbagai pusat kebugaran dan sport center ibu kota.
Namun, seiring meningkatnya popularitas padel, publik dikejutkan dengan kebijakan pajak hiburan sebesar 10% yang dikenakan terhadap aktivitas olahraga ini. Banyak masyarakat bertanya-tanya, mengapa olahraga yang bertujuan untuk kesehatan justru dikategorikan sebagai hiburan dan dikenai pajak?
Penjelasan Pemprov DKI: Dasar Hukum dan Regulasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menjelaskan bahwa pengenaan pajak ini bukanlah aturan baru, melainkan sudah lama tercantum dalam berbagai regulasi perpajakan daerah. Salah satu dasar hukum utama adalah:
-
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
-
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dalam pasal-pasal UU tersebut disebutkan bahwa hiburan meliputi semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang diselenggarakan dengan memungut bayaran dari pengunjung. Termasuk di dalamnya adalah olahraga-olahraga rekreasional yang bersifat komersial.
Selain itu, regulasi yang lebih spesifik di DKI Jakarta tertuang dalam:
-
Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010
-
yang kemudian diperbarui melalui Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan.
Dalam peraturan ini, beberapa jenis olahraga permainan seperti tenis, squash, futsal, renang, dan sejenisnya sudah secara eksplisit disebut sebagai objek pajak hiburan. Karena padel termasuk dalam kategori olahraga permainan berbayar di tempat usaha komersial, maka otomatis juga termasuk objek pajak hiburan.
Apakah Semua Kegiatan Olahraga Kena Pajak?
Penting untuk membedakan antara olahraga prestasi dan rekreasi pribadi dengan olahraga komersial. Kegiatan seperti lari pagi di taman, bermain bulu tangkis di halaman rumah, atau bersepeda keliling kota tidak dikenakan pajak. Namun, jika seseorang bermain olahraga di fasilitas berbayar milik swasta, seperti sport center atau klub, maka aktivitas tersebut masuk dalam kategori hiburan berbayar.
Respons dari Pelaku Usaha dan Masyarakat
Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Beberapa pelaku usaha menganggap bahwa pajak 10% bisa menjadi beban tambahan bagi pengguna dan berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk berolahraga. Namun, dari sisi pemerintah, kebijakan ini dianggap adil karena sesuai dengan prinsip pajak atas konsumsi hiburan.
Ketua Asosiasi Pengelola Olahraga Rekreasi Jakarta, misalnya, mengusulkan agar pemerintah membuat klasifikasi lebih rinci antara kegiatan olahraga yang murni untuk kesehatan dan yang bersifat hiburan. Beberapa pengusaha padel juga mengaku masih dalam proses dialog dengan Pemprov DKI agar bisa mendapatkan relaksasi atau insentif khusus, mengingat olahraga padel masih dalam tahap pengenalan di Indonesia.
Perbandingan dengan Daerah Lain
Menariknya, pengenaan pajak hiburan terhadap olahraga juga diterapkan di berbagai daerah lain di Indonesia, meskipun tarifnya bisa berbeda-beda. Beberapa daerah mengenakan pajak hingga 15%, sementara ada pula yang menurunkannya menjadi 5% untuk mendorong minat masyarakat dalam berolahraga. Hal ini dimungkinkan karena UU Pajak Daerah memberi keleluasaan kepada masing-masing daerah dalam menentukan tarif pajak hiburan, selama masih dalam rentang 0-75%.
Update 2025: Revisi Pajak Hiburan Sedang Dibahas
Per Juli 2025, Pemerintah Pusat dan beberapa pemerintah daerah termasuk DKI Jakarta sedang dalam proses merevisi aturan pajak hiburan untuk menyesuaikan dengan tren dan perkembangan industri gaya hidup. Ada wacana bahwa aktivitas yang mendukung kesehatan masyarakat seperti olahraga akan mendapatkan klasifikasi baru agar tidak disamakan dengan bentuk hiburan lainnya seperti konser atau klub malam.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun telah mengundang berbagai stakeholder, termasuk asosiasi olahraga, pelaku usaha, dan akademisi, untuk merumuskan kebijakan yang lebih adil dan progresif.
Kesimpulan
Pajak hiburan 10% atas olahraga padel memang sah secara hukum dan sudah sesuai regulasi yang berlaku sejak lama. Namun, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gaya hidup sehat, muncul kebutuhan untuk meninjau ulang kebijakan ini agar tidak menghambat partisipasi publik dalam berolahraga.
Ke depan, revisi aturan pajak hiburan diharapkan bisa memberikan kejelasan, keadilan, dan insentif yang tepat bagi pelaku industri olahraga, sekaligus tetap menjaga kontribusi pajak daerah bagi pembangunan.
0 Comments