Serikat Pekerja Minta Kenaikan Cukai Rokok Ditunda, Ini Alasannya

Serikat Buruh Desak Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok Hingga 2029, Peringatkan Risiko PHK dan Rokok Ilegal
Kalangan buruh industri rokok kembali menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan pemerintah yang terus menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) setiap tahun. Mereka meminta pemerintah untuk menunda kenaikan cukai rokok selama tiga tahun ke depan, yakni periode 2026 hingga 2029.
Desakan ini mencuat di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan CHT yang agresif selama satu dekade terakhir telah berdampak negatif pada industri hasil tembakau (IHT). Tak hanya melemahkan daya saing produk legal, kebijakan ini juga disebut memicu peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memperparah peredaran rokok ilegal yang tidak dikenai cukai.
Permintaan moratorium ini juga ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru, Letjen TNI (Purn.) Djaka Budi Utama, yang dilantik pada awal Juni 2025. Para buruh berharap, di bawah kepemimpinan baru, pemerintah akan lebih berpihak pada kelangsungan tenaga kerja dan industri domestik.
“Kebijakan fiskal selama ini lebih menekan industri, bukan menyelamatkan. Kenaikan cukai tahunan terbukti tidak efektif menurunkan konsumsi, tapi justru mendorong lonjakan rokok ilegal,” kata Sudarto AS, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), dalam keterangan tertulis.
Data dan Fakta Tambahan
-
Data Kementerian Keuangan (2024) menunjukkan bahwa kontribusi penerimaan negara dari sektor cukai mencapai Rp 218 triliun, dengan lebih dari 95% berasal dari cukai rokok. Namun, penerimaan dari rokok legal mulai stagnan sejak 2023 akibat penurunan volume produksi dan meningkatnya pasar rokok ilegal.
-
Asosiasi Petani dan Pekerja Tembakau mencatat, dalam lima tahun terakhir, lebih dari 70.000 tenaga kerja di sektor IHT telah terdampak, baik melalui PHK langsung maupun perampingan jam kerja.
-
Menurut hasil studi dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), kenaikan cukai rokok sebesar 10% tidak serta merta menurunkan konsumsi secara signifikan di kelompok usia dewasa, terutama perokok berat, yang lebih sensitif terhadap harga tetapi masih mencari alternatif rokok murah, termasuk rokok ilegal.
Seruan Tidak Naik Saja Tidak Cukup
Sudarto menegaskan bahwa moratorium kenaikan cukai tidak boleh diikuti dengan kenaikan besar-besaran setelah masa penundaan berakhir.
“Kami tidak menolak penyesuaian tarif jika diperlukan, tapi jangan seperti pola sebelumnya. Saat tidak naik, tahun berikutnya tarif dirapel naik dua sampai tiga kali lipat. Ini menyulitkan industri untuk merencanakan bisnis dan menjaga kelangsungan tenaga kerja,” jelasnya.
Tantangan Pemerintah: Antara Penerimaan Negara dan Perlindungan Tenaga Kerja
Pemerintah selama ini beralasan bahwa kenaikan CHT adalah upaya untuk mengendalikan konsumsi rokok demi kesehatan publik, serta meningkatkan penerimaan negara. Namun di sisi lain, kebijakan ini sering dianggap tidak memperhatikan aspek ekonomi mikro, khususnya dampaknya pada petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan pelaku UMKM di sektor hasil tembakau.
Kini, dengan kehadiran Dirjen Bea dan Cukai yang baru, berbagai pihak berharap akan ada keseimbangan baru dalam perumusan tarif CHT, yang tidak hanya berfokus pada aspek fiskal dan kesehatan, tetapi juga menjaga stabilitas industri dan ketenagakerjaan nasional.
0 Comments